PWMU.CO– Kisah pemuda desa diceritakan Sahid Sumitro MM CPC CBC, Trainer Profesional Coach dan Konselor, dalam acara Baitul Arqam guru, karyawan, AMM, PRM, dan PCM Ngagel Kota Surabaya di Smamda Tower, Ahad (9/4/2023).
Dia berbicara tentang be professional person and worker. Sahid mengawali paparannya dengan sebuah kisah pemuda dari desa pelosok yang merantau ke kota mencari pekerjaan.
“Pemuda ini tidak punya saudara ataupun keluarga akhirnya dia tinggal di mes … alias mesjid,” katanya yang memancing tawa 470 peserta Baitul Arqam.
Sudah satu pekan pemuda berada di masjid tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Ia berdoa semoga takmir memberinya pekerjaan.
Doanya pun terjawab. Takmir tidak memberinya pekerjaan namun meminjami sepeda tua untuk berkeliling mengirimkan surat lamaran. Suatu saat rantai sepedanya putus, dia kembali berjalan kaki hingga 12 Km mengirimkan surat lamaran pekerjaan.
Jerih payahnya membuahkan hasil. Ia diterima kerja di perusahaan asing di bagian quality control. Sayang hanya bertahan tiga hari saja. Dia dipecat karena tidak mau diajak menggelapkan barang.
Ia pun mencari pekerjaan lagi. Diterima di perusahaan multinasional sebagai Satpam. Ia merenung kenapa harus jadi Satpam. Ia pun berpikir bahwa satpam berada di pintu gerbang perusahaan yang menyambut pertama kali orang yang datang.
Maka ia bekerja profesional. Berpakaian bersih, selalu tersenyum ramah, dan menyapa setiap orang yang masuk. Lalu dia berpikir untuk kuliah setelah kerja. Setelah kuliah ternyata kariernya naik. Berpikir kuliah lagi S2. Setelah lulus kariernya naik lagi. Dalam 10 tahun dia menduduki HR Manajer. Menjadi orang ketiga di perusahaannya. ”Pencapaian yang luar biasa,” katanya.
Namun dia memilih resign. Peserta Baitul Arqam bertanya-tanya sudah mapan kok keluar kerja. Alasannya ternyata mimpi si pemuda tidak bisa tercapai kalau tetap di perusahaan itu. Yaitu menjadi direktur.
Salah satu gurunya di Malaysia menyuruhnya pulang. Membuat perusahaan sendiri. Akhirnya di situlah ia menjadi direktur hingga sekarang.
“Anda tahu siapa Satpam itu?” tanyanya sambil menayangkan slide. Pemuda itu adalah Sahid Sumitro. Spontan saja riuh tepuk tangan audience bergema di ruangan untuk kisah pemuda itu.
“Hal apa yang bisa dipetik dari cerita tadi?” tanyanya. “Bahwa kita harus memiliki pemikiran visioner di masa depan yang kita bawa ke alam bawah sadar dan yang kita ungkapkan dalam doa kita,” terangnya.
Nilai Profesional
Dia lantas menjelaskan ketika kita mempunyai keinginan harus punya tiga hal yang kita miliki yaitu fokus pada tujuan, tulus dalam usaha meraihnya, dan insyaallah bisa tembus.
Penulis buku Membentuk Karakter the Climber ini bertanya tentang arti profesional kepada beberapa peserta. ”Profesional itu lekat dengan kompetensi dan profesi,” urainya.
Ia mencontohkan seperti profesi guru, pengusaha ataupun trainer. Ia pun kembali bertanya kepada audience. “Apakah bapak ibu sudah profesional?”tanyanya.
Setidaknya ada dua nilai profesionalisme. “Pertama, serving others,” terangnya. “Pokoknya ada yang minta tolong, dibantu saja,” tegas team coach PPM Management Jakarta ini.
Ketika kita membantu orang lain sejatinya kamu membantu dirimu sendiri. Seperti al-Isra ayat 7. ”In aḥsantum aḥsantum li`anfusikum, wa in asa`tum fa lahā,” katanya. Jika kamu berbuat baik maka kamu berbuat baik bagi dirimu sendiri.
”Lalu bagaimana jika ada yang sudah kita bantu tetapi membuat kita jengkel, ya kita harus tetap baik, jadikan itu sebagai ladang amal kita,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan di tempat kerja tempat paling tepat untuk serving others. Jika kita melayani, hidup kita akan berarti karena sejatinya kita adalah pelayan.
Sahid bertanya lagi kepada peserta,”Lalu siapa yang kita layani? Siapa prime customer kita?”
Beberapa peserta menjawab, guru wali murid, warga sekolah, tamu dan lain sebagainya. Ternyata jawabannya menurut dia: suami kita, anak istri kita, keluarga kita adalah prime customer.
Karena kita harus melayani mereka, menjadi teladan bagi mereka. Dari doa-doa yang mereka panjatkan kita bisa sukses.
Nilai profesionalisme yang kedua adalah character of success. “Kira kira karakter apa yang bisa temukan dari bapak ibu yang gue banget?” tanyanya.
Kemudian ia memutar video pembelajaran di kelas. Isinya guru menuliskan di papan sebuah pertanyaan. “What makes great leader?”
Kemudian sang guru membawa sebuah kaleng berisi 100 nama pemimpin besar dunia dan bertanya. Siapa nama-nama yang ada di dalam kaleng itu?
Siswa pertama menjawab Steve Job, Mother Theresa, Martin Luther King Jr.
Lalu guru meminta semua siswa membuka kaleng tersebut satu persatu. Siswa terakhir pun melihat pantulan wajahnya ada dalan cermin yang ada di kaleng tersebut.
”Inti dari video itu bahwa kitalah pemimpin itu, dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawaban,” tandasnya.
Kita bisa sukses kita mampu memaksimalkan potensi character of success dalam diri kita.
Kemudian Sahid menampilkan slide berisi 25 karakter sukses antara lain enthusiastic, humble, care, learner, humorous dan lain sebagainya.
Sahid meminta peserta untuk memilih tiga sifat yang merupakan karakter bagi diri peserta. Lalu meminta memilih lagi menjadi dua dan satu yang paling cocok.
Setelah itu ia meminta peserta berpasangan dan bersalaman saling mnceritakan karakter gue banget masing-masing.
”Kita bisa sukses dengan memaksimalkan karakter kita, mempunyai pikiran visioner dan keinginan kuat yang kita panjatkan dalam doa-doa kita,” tuturnya.
Hanya saja, dia mengingatkan, jangan sampai kita sendirilah yang membatalkan doa-doa kita karena persepsi negatif dan emosi kita yang tak terkendali.
Penulis Tanti Puspitorini Editor Sugeng Purwanto