PWMU.CO – Dalam acara Baitul Arqam yang diadakan oleh Majelis Pendisikan Kader (MPK) Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Pamekasan, di SMP Muhammadiyah Pamekasan, kegiatan Sabtu (22/4), Dr Syamsuddin MA, Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah, menyampaikan banyak hal soal Majelis Tarjih dan Tajdid.
“Sejarah Majelis Tarjih sudah diwacanakan pada tahun 1926 di Kongres Muhammadiyah—sekarang Muktamar Muhammadiyah—ke-15 yang berlangsung di Surabaya. Tapi baru diputuskan dalam Kongres Muhammdiyah ke-16 di Pekalongan tahun 1927,” jelas Syamsuddin. Adanya Majelis Tarjih itu, tambahnya, atas usul KH Mas Mansur yang untuk memecahkan perselisihan paham dalam masalah agama dengan merujuk pada Alquran dan Assunah.
(berita terkait: Inilah 4 Prinsip Dasar Muhammadiyah dalam Menjalankan Agama dan Menjaga Api Perkaderan Muhammadiyah agar Tetap Berkobar di Pamekasan)
Kelahiran Majelis Tarjih bukan tanpa sebab. Menurutnya ada 3 faktor internal dan 2 faktor eksternal yang melatarbelakanginya. “Faktor internal itu adalah pertumbuhan Persyarikatan yang cepat, aktivitas sosial dan amal usaha Muhammadiyah yang meningkat secara hebat, dan perlunya kontrol pimpinan terhadap singkronisasi kerja amal usaha dengan asas yang melandasi yaitu pemurnian Islam berdasarkan Alquran dan Assunah,” jelas Syamsuddin.
Sedangkan faktor eksternal yang ikut memengaruhi Majelis Tarjih, menurut dosen UIN Sunan Ampel Surabaya ini adalah masalah khilafiyah atau furu’ fiqhiyah yang kemunculannya secara umum disebabkan oleh dua hal yaitu berbeda dalam penilaian otentisitas (keaslian) dalil dan interpretasi (tafsir) atas dalil.
(Baca juga: Agenda Penting yang Harus Dilakukan Majelis Tarjih dan Tajdid 5 Tahun ke Depan)
Syamsuddin menegaskan, Majelis Tarjih dan Tajdid memiliki fungsi sebagai roda yang menggerakkan kesatuan paham dalam Muhammadiyah mengenai masalah-masalah hukum furu’ diniyah. “Selain itu untuk mempergiat pengkajian dan penelitian ajaran agama Islam dalam rangka pelaksanaan purifikasi dan dinamisasi,” kata dia.
Dalam prinsipnya, untuk urusan dunia, Majelis Tarjih dan Tajdid berpedoman pada sabda Rasululullah, “Antum a’lamu bi umuri dunyakum (kamu lebih paham dalam urusan dunia).” Sedangkan dalam urusan ibadah, kata Syamsuddin, Muhammadiyah berpedoman pada surat Albayyinah ayat 5 dan kaidah ushul “al ashlu fil ibadati haram hatta yadulla addalil ala amrihi (hukum asal dalam ibadah adalah haram kecuali ada dalil yang memerintahkan).”
Dalam hal ini , tambah Syamsuddin, Muhammadiyah mengajak warganya untuk ber-taqarrub kepada Allah dengan cara menaati segaka perintah-Nya dan menjauhi segala larangannya. “Dan mengamalkannya segala yang diizinkan,” ucapnya. (Abdul Hamid)