PWMU.CO – Menemukan Jati Diri sebagai Hamba, Naskah Khutbah Idul Fitri 1444/2023: Oleh Ustadz Muhammad Hidayatulloh, disampaikan di Pimpinan Cabang Muhammadiyah Laren Lamongan, Jawa Timur, Jumat (21/4/2023).
بسم الله الرحمن الرحيم, الحمد لله رب العالمين, والصلاة والسلام على رسول الله -صلَّى الله عليه وسلَّم- الصادق الوعد الأمين,وعلى آله وأصحابه ومن تبعه, و من والاهم بإحسان إلى يوم الدين, الله أكبر الله أكبر الله أكبر, لا إله إلّا الله, الله أكبر, الله أكبر, الله أكبر, ولله الحمد, وأشهد ألّا إله إلّا الله وحده,صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم الأحزاب وحده, لا شيء قبله ولا شيء بعده, وأشهد أنّ محمدًا رسول الله -صلَّى الله عليه وسلّم- وصفيه وخليله, خير نبي أرسله وهداية للعالمين اصطفاه, أما بعد, أيها الأخوة المؤمنون:
Ma’asyiral Muslimin Rahimani wa Rahimakumullah
Alhamdulillah, senantiasa kita terus-menerus, dengan penuh kesadaran, untuk selalu bersyukur kepada Allah, karena dalam setiap detik waktu yang kita jalani ini selalu tercurah kasih sayang-Nya yang begitu besar kepada kita semua. Termasuk anugerah pada hari ini merupakan anugerah yang sangat besar, kita berbahagia karena telah sampai di penghujung bulan suci Ramadhan 1444 dan kita merayakan Idul Fitri bersama.
Sebagaimana dalam hadits yang bersumber dari sahabat Abu Hurairah Radliyallahuanhu, yang diriwayatakan oleh Imam Bukhari.
للصَّائمِ فرحتانِ : فرحةٌ حينَ يفطرُ, وفرحةٌ حينَ يَلقى ربَّهُ
Bagi orang yang berpuasa itu memiliki dua kebahagiaan yaitu ketika berbuka atau berhari raya dan juga berbahagia ketika berjumpa dengan Tuhannya.
Perayaan hari raya yang memang dihalalkan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah hari raya Idul Fitri dan Idul Adha.
عَنْ أَنَسٍ قَالَ قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ. رواه أبو داود
Dari Anas bin Malik dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Madinah, sedangkan penduduknya memiliki dua hari khusus untuk permainan. Maka beliau bersabda: ‘Apakah maksud dari dua hari ini?’ Mereka menjawab: ‘Kami biasa mengadakan permainan pada dua hari tersebut semasa masih Jahiliah.’ Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‘Sesungguhnya Allah telah menggantikan untuk kalian yang lebih baik dari kedua hari tersebut, yaitu hari (raya) kurban (Idul Adha) dan hari raya Idul Fitri.” (HR Abu Dawud)
Shalawat dan salam selalu tercurah kepada manusia terbaik, teladan bagi setiap insan Rasulullah Muhammad Shallallahu alaihi wasallam.
Esensi Puasa
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar walillahilhamd
Ramadhan 1444 telah berlalu, untuk kemudian kita hendaknya mengukur kualitas keimanan kita, apakah ada perubahan ke arah yang lebih baik ataukah tidak, karena jika ada perbaikan pada diri kita, maka itulah pahala yang kita dapatkan yaitu dampak positif dari ibadah yang kita jalankan.
Oleh karena itu, pada hari ini hendaknya kita semua berbahagia, dan juga merasa berbahagia melihat kebahagiaan orang lain. Kita sebarkan rasa cinta dan keselamatan bagi semuanya. Idul Fitri ini adalah hari kita saling mencintai dan menyayangi, Idul Fitri ini adalah hari di mana kita rajut ukhuwah Islamiah.
Segala bentuk sifat-sifat yang buruk dalam hati hendaknya kita singkirkan, kita bersihkan untuk tidak lagi bersemayam di dalamnya. Kita sucikan hati kita dari berbagai penyakit yang ada di dalamnya. Seperti penyakit sombong atau merasa paling baik dan mulia, penyakit iri hati, dengki, dan dendam dan lain sebagainya.
Itulah esensi puasa yang telah kita semua laksanakan, lahirnya pribadi baru yang berubah 180 derajat sebagaimana ulat yang berkepompong lahir menjadi kupu-kupu yang indah.
Ma’asyiral muslimin rahimani wa rahimakumullah
Betapa meruginya seorang manusia jika tidak mau memasuki wilayah kasih sayang Allah. Karena sungguh kasih sayang Allah kepada manusia itu sangat luar biasa dan seperti lautan yang tidak bertepi, serta tidak ada cacat atau kekurangan sedikit pun, kasih sayang Allah kepada hamba-Nya sangat sempurna.
Orang-orang yang tidak mau menaati Allah akan sangat menyesal nantinya. Bisa jadi di dunia ia merasa senang karena ia dapat memiliki apa saja yang diinginkannya, akan tetapi Allah meletakkan kebahagiaan itu hanya bagi mereka yang beriman saja, yang hatinya dipenuhi keimanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. betapa tidak, orang yang beriman selalu menjaga keimanannya dengan ketaatan kepada Allah dengan hatinya, dan di situlah letak kebahagiaan yang sejati itu.
Bahagia tidak terletak pada mereka yang kaya harta dunia, belum tentu! Bahagia tidak terletak pada mereka yang senang memiliki jabatan tertentu, belum tentu! Bahagia juga tidak terletak pada mereka yang berilmu, belum tentu!
Akan tetapi kebahagiaan itu bagi mereka yang beriman dan selalu istikamah dalam keimanannya kepada Allah dengan menjalankan ketaatan kepada-Nya secara sadar.
إِنَّ ٱلَّذِينَ قَالُواْ رَبُّنَا ٱللَّهُ ثُمَّ ٱسۡتَقَٰمُواْ تَتَنَزَّلُ عَلَيۡهِمُ ٱلۡمَلَٰٓئِكَةُ أَلَّا تَخَافُواْ وَلَا تَحۡزَنُواْ وَأَبۡشِرُواْ بِٱلۡجَنَّةِ ٱلَّتِي كُنتُمۡ تُوعَدُونَ
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Tuhan kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu”. (Fushshilat: 30)
Sedangkan bagi mereka yang tidak mau menaati Allah dan hanya menuruti kemauan hawa nafsunya tanpa terkendali, maka mereka akan menyesal dengan penyesalan yang sangat mendalam. Sebagaimana yang Allah gambarkan dalam Surah al-Kahfi ayat 49.
وَوُضِعَ ٱلۡكِتَٰبُ فَتَرَى ٱلۡمُجۡرِمِينَ مُشۡفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَٰوَيۡلَتَنَا مَالِ هَٰذَا ٱلۡكِتَٰبِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةٗ وَلَا كَبِيرَةً إِلَّآ أَحۡصَىٰهَاۚ وَوَجَدُواْ مَا عَمِلُواْ حَاضِرٗاۗ وَلَا يَظۡلِمُ رَبُّكَ أَحَدٗا
Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun.” (al-Kahfi: 49)
Allah tidak akan dan tidak pernah menganiaya hamba-Nya, akan tetapi hamba itu yang menganiaya dirinya sendiri. Dengan tidak mau menaati Allah dan Rasul-Nya, maka berarti ia menempuh jalan yang sesat, jalan yang tidak diridhai Allah dan Rasul-Nya, dan pasti tidak ada kebahagiaan baginya yang ada hanyalah kesenangan yang sifatnya sangat sementara.
Oleh karena itu dalam keadaan bagaimanapun hendaknya kita selalu taat kepada Allah, dan di situlah kebahagiaan sejati itu. Kita yang merasa kekurangan hendaknya merasa cukup dengan pemberian Allah dan selalu mensyukurinya.
Kita yang merasa kerja berat hendaknya juga selalu bersyukur dengan keadaannya yang masih dapat bekerja dengan baik dan hal itu adalah bentuk ibadah kepada Allah, selalu bersyukur dengan apa yang didapatnya yang merupakan anugerah dari Allah seberapa pun adanya dan begitu seterusnya.
Bukankah kita hidup ini tanpa modal sama sekali, karena semua modal hidup kita adalah dari Allah Suhanahu wa Ta’ala.
Semoga dengan kesadaran ini, semua kita, semua kaum Mukminin selalu dalam kebahagiaan, sebagaimana Bilal bin Rabah saat disiksa oleh tuannya dengan siksaan yang sangat pedih dan menyakitkan fisiknya. Beliau selalu berbahagia karena tetap istikamah dalam keimanannya kepada Allah, ia selalu berbahagia seolah (merasa) disaksikan oleh Allah dalam penderitaan dalam istikamahnya itu.
Kisah Masyithah
Demikian pula kisah tentang bunda Masyithah yang harus berhadapan dengan kebiadaban Firaun, bunda Masyithah teguh dalam keimanannya sekalipun harus wafat dalam keadaan yang menyakitkan dalam kuali beserta anak-anaknya. Hal ini dikisahkan dalam hadits sebagai berikut:
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ :قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ( لَمَّا كَانَتْ اللَّيْلَةُ الَّتِي أُسْرِيَ بِي فِيهَا أَتَتْ عَلَيَّ رَائِحَةٌ طَيِّبَةٌ, فَقُلْتُ : يَا جِبْرِيلُ, مَا هَذِهِ الرَّائِحَةُ الطَّيِّبَةُ, فَقَالَ : هَذِهِ رَائِحَةُ مَاشِطَةِ ابْنَةِ فِرْعَوْنَ وَأَوْلادِهَا, قَالَ : قُلْتُ : وَمَا شَأْنُهَا, قَالَ : بَيْنَا هِيَ تُمَشِّطُ ابْنَةَ فِرْعَوْنَ ذَاتَ يَوْمٍ, إِذْ سَقَطَتْ الْمِدْرَى مِنْ يَدَيْهَا, فَقَالَتْ : بِسْمِ اللَّهِ, فَقَالَتْ لَهَا ابْنَةُ فِرْعَوْنَ : أَبِي, قَالَتْ : لا, وَلَكِنْ رَبِّي وَرَبُّ أَبِيكِ اللَّهُ, قَالَتْ : أُخْبِرُهُ بِذَلِكَ ! قَالَتْ : نَعَمْ, فَأَخْبَرَتْهُ,فَدَعَاهَا فَقَالَ : يَا فُلانَةُ,وَإِنَّ لَكِ رَبًّا غَيْرِي, قَالَتْ : نَعَمْ, رَبِّي وَرَبُّكَ اللَّهُ, فَأَمَرَ بِبَقَرَةٍ مِنْ نُحَاسٍ فَأُحْمِيَتْ, ثُمَّ أَمَرَ بِهَا أَنْ تُلْقَى هِيَ وَأَوْلادُهَا فِيهَا, قَالَتْ لَهُ : إِنَّ لِي إِلَيْكَ حَاجَةً,قَالَ : وَمَا حَاجَتُكِ, قَالَتْ : أُحِبُّ أَنْ تَجْمَعَ عِظَامِي وَعِظَامَ وَلَدِي فِي ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَتَدْفِنَنَا, قَالَ : ذَلِكَ لَكِ عَلَيْنَا مِنْ الْحَقِّ, قَالَ : فَأَمَرَ بِأَوْلادِهَا فَأُلْقُوا بَيْنَ يَدَيْهَا وَاحِدًا وَاحِدًا إِلَى أَنْ انْتَهَى ذَلِكَ إِلَى صَبِيٍّ لَهَا مُرْضَعٍ, وَكَأَنَّهَا تَقَاعَسَتْ مِنْ أَجْلِهِ, قَالَ : يَا أُمَّهْ,اقْتَحِمِي فَإِنَّ عَذَابَ الدُّنْيَا أَهْوَنُ مِنْ عَذَابِ الْآخِرَةِ,فَاقْتَحَمَتْ ) . قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما : تَكَلَّمَ أَرْبَعَةُ صِغَارٍ : عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ عَلَيْهِ السَّلام, وَصَاحِبُ جُرَيْجٍ, وَشَاهِدُ يُوسُفَ,وَابْنُ مَاشِطَةِ ابْنَةِ فِرْعَوْنَ . أخرجه الإمام أحمد في والطبراني وابن حبان.
Pada malam saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa salla melakukan perjalanan isra’ ditemani oleh Jibril, beliau mencium aroma yang wangi. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Wahai Jibril, aroma wangi apa ini?” Jibril menjawab, “Ini adalah aroma Masyithah, penyisir rambut keluarga Firaun beserta anak-anaknya.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Bagaimana ceritanya?”
Kemudian Jibril mengisahkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Pada suatu hari, tatkala Masyithah sedang menyisir rambut putri Firaun, tiba-tiba sisirnya jatuh dari tangannya. Dengan seketika dia berkata, “Bismillah (dengan nama Allah).”
Sang Putri bertanya, “Ayahanda?”
“Tidak,” jawabannya. “Tetapi Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.”
Putri berkata, “Saya akan laporkan kepada ayahanda.”
Dia menyahut, “Silakan.”
Firaun lantas memanggilnya seraya bertanya, “Wahai Fulanah, apakah ada Tuhan selain diriku?”
Jawabnya, “Ya, Tuhanku dan Tuhanmu adalah Allah.”
Mendengar jawaban itu Firaun menjadi berang, lalu memerintahkan anak buahnya agar memanaskan patung sapi hingga meleleh, kemudian menyuruh agar tukang sisir itu beserta anak-anaknya dilemparkan ke dalamnya.
Masyithah berkata, “Sebelum saya meninggal, saya memohon kepadamu satu permohonan.”
“Apa permohonanmu?” tanya Firaun.
Dia menjawab, “Saya mohon agar tuan nanti mengumpulkan tulangku dan tulang anak-anakku dalam satu kafan, lalu tuan kuburkan kami.”
Firaun berkata, “Itu adalah hal yang sangat mudah.”
Akhirnya, anak-anaknya dilemparkan satu persatu di hadapannya hingga tiba giliran anak bayi yang masih disusuinya. Seakan-akan sang ibu terlambat disebabkan rasa iba terhadap bayinya. Seketika itu bayinya dapat berbicara, ‘Wahai Ibu, masuklah! Sesungguhnya siksaan di dunia lebih ringan daripada siksa akhirat.”
Ibnu Abbas mengatakan, “Ada empat bayi yang dapat berbicara, yaitu Isa bin Maryam, Shahib Juraij, saksi Yusuf, dan anak Masyithah (tukang sisir) Fir’aun.”
Menemukan Jati Diri sebagai HambaNya
Ma’asyiral muslimin rahimani warahimakumullah
Allahu akbar, Allahu akbar, Allahu akbar walillahilhamd
Shalat dan puasa dan ibadah mahdlah lainnya merupakan sarana untuk seorang hamba agar senantiasa hidupnya di dunia yang sementara ini selalu memahami esensinya, yakni selalu menemukan jati dirinya yang sejati yaitu sebagai hamba Allah Subhanahu wa Taala. Dan tugas kita pun sesungguhnya hanya satu yaitu beribadah kepada Allah setiap saat.
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ
Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (adz-Dzariyat: 56)
Beribadah memiliki cakupan makna yang sangat luas yaitu bahwa semua aktivitas kita dapat bernilai ibadah jika semua itu atas landasan iman kepada Allah dan mengikuti jejak Rasulullah dan para sahabat beliau yang utama. Sungguh tidak ada ruang aktivitas kita yang tidak bernilai ibadah kepada Allah.
Hidup yang sangat singkat ini hendaknya kita manfaatkan untuk selalu dalam ketaatan kepada Allah, saling berwasiat dalam ketaatan dalam kebenaran dan kesabaran dan saling bertolong-menolong dalam kebaikan dan taqwa. Itulah ciri khas bagi setiap Mukmin.
Allahummarzuqna istikamah! Amin.
جعلنا الله من العائدين و الفائزين, تقبل الله منا و منكم على كل عباداتنا فى شهر رمضان و جعلنا من المؤمنين لم نلبس إيماننا بظلم اي الأشراك بالله و جعلنا من الصالحين و المتقين. ربنا آتنا فى الدنيا حسنة و فى الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. وصل الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعيىن. والحمد لله رب العلمين. آمين
Editor Mohammad Nurfatoni