PWMU.CO – Dalam sidang Kamis (20/4), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman yang ringan untuk Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai terdakwa dalam pengadilan kasus penistaan agama. Dalam persidangan yang menyita perhatian publik itu, JPU ternyata hanya menuntut Ahok agar mendapat hukuman 1 tahun penjara dengan 2 tahun percobaan.
Tuntutan yang tak biasa untuk kasus penistaan agama ini juga menyita perhatian Muhammadiyah yang sejak awal meminta agar kasus ini dituntaskan secara serius dengan tidak main-main. “Itu kan enteng pakai banget (itu kan ringan pakai banget, red),” kata Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, DR Abdul Mu’ti, dengan geram saat mengisi Kajian Ahad Pagi “Pencerah” di halaman Universitas Muhammadiyah Surabaya, (23/4).
(Berita terkait: Abdul Mu’ti: Tak Cukup Berlomba Kebaikan, tapi Ada 4 Prinsip Fastabiqul Khairat)
“Kita sebenarnya juga marah dengan keputusan tuntutan jaksa itu. Cuma marahnya sudah diwakili Pak Din,” tambah Mu’ti merujuk pada rilis Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga Ketua Umum PP Muhammadiyah 2005-2015, Prof Din Syamsuddin, yang secara khusus menanggapi tuntutan ringan jaksa untuk Ahok itu. (Adapun tanggapan lengkap Din Syamsuddin yang dimaksud bisa dilihat pada tautan: Ahok Dituntut Ringan, Ini Tanggapan Keras dari Din Syamsuddin)
Kekecewaan atas tuntutan jaksa ini dikarenakan Muhammadiyah sejak awal mendorong agar kasus Ahok ini diselesaikan lewat pengadilan yang bermartabat, tanpa ada main-main. “Kita minta supaya kejaksaan tidak main-main. Lha kok keputusannya 1 tahun masa percobaan 2 tahun,” kata Mu’ti dengan kecewa. “Itu artinya Ahok ora diukum babar blas (Itu artinya Ahok tidak dihukum sama sekali, red),” jelas Mu’ti.
Dengan sedikit bercanda, Mu’ti lantas menceritakan berbagai seloroh yang yang lahir di sekitar tuntutan percobaan 2 tahun ini. “Cuma ada yang bilang, percobaan 2 tahun itu bagi Ahok lebih menderita daripada dihukum 1 tahun, katanya,” kata Mu’ti.
Karena kalau dalam masa percobaan 2 tahun, Ahok melakukan kejahatan yang sama, maka dia langsung masuk penjara. “Sementara masalah Ahok yang terbesar itu adalah menjaga mulutnya,” kata Mu’ti menceritakan “analisa” teman anonimnya tersebut.
|
Sebelumnya, Mu’ti juga menceritakan berbagai dinamika Muhammadiyah terkait dengan kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok itu. Diantaranya masukan Muhammadiyah kepada Presiden Joko Widodo agar masalah ini diselesaikan lewat pengadilan yang serius.
(Baca juga: Ini Sikap PP Muhammadiyah tentang Status Tersangka Ahok dan Kisah Haedar Nashir tentang Isi 2 Kali Pertemuan dengan Presiden Jokowi Soal Ahok)
Setidaknya ada 2 pertemuan antara Muhammadiyah dan Presiden Jokowi menyikapi kasus Ahok itu, 1 November 2016 dan 8 November 2016 lalu. Dalam pertemuan pertama di istana negara, (1/11/16), Presiden menyatakan kasus ini akan diselesaikan lewat jalur hukum, dan Jokowi berjanji tidak akan melakukan intervensi.
Sementara dalam pertemuan yang kedua di Gedung PP Muhammadiyah (8/11/16), pernyataan lebih maju dinyatakan oleh Presiden Jokowi. “Bukan hanya tidak akan melakukan intervensi, Presiden Jokowi juga menyatakan tidak akan melindungi bapak Basuki Tjahaaja Purnama dalam kasus itu,” jelas Mu’ti.
Sayangnya, berbagai dinamika itu seperti memasuki antiklimaks, ketika jaksa hanya menuntut Ahok hukuman 1 tahun dengan 2 tahun masa percobaan. (abqaraya)