Tradisi Parcel Bolehkah Diniatkan sebagai Zakat Fitrah? Oleh Ustadzah Ain Nurwindasari.
PWMU.CO – Di Indonesia muncul beragam tradisi ketika Ramadhan maupun menjelang hari raya Idul Fitri. Di antaranya adalah tradisi mengirim parcel ke sejumlah kerabat atau saudara. Di Jawa Timur misalnya, tradisi mengirim bingkisan kepada kerabat menjelang Idul Fitri disebut dengan ater-ater, ada pula yang menyebutnya tinjo atua cinjo.
Di daerah tertentu tinjo diberikan kepada kerabat yang lebih tua, tanpa memandang mereka tergolong orang miskin atau berkecukupan. Misalnya anak ke orang tua, adik ke kakaknya, keponakan kepada paman maupun bibinya, cucu ke nenek atau kakeknya.
Bingkisan itu sendiri beragam isinya, mulai dari beras, gula, minyak goreng, sirup minuman, biskuit kaleng, baju, uang, hingga makanan basah seperti ikan mentah ataupun ikan matang, dan makanan olahan lainnya.
Lantas, bolehkah tradisi parcel ini diniatkan untuk zakat fitrah? Mengingat momen pelaksanaannya sama-sama mendekati hari raya.
Untuk menjawab masalah ini perlu melihat dua hal, yaitu penerima dan bentuk barang yang diberikan di dalam bingkisan tersebut.
Pertama, terkait penerima. Mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) dari zakat fitrah adalah fakir miskin. Sebagai mana hadis riwayat Ibnu Abbas:
,فَرَضَ رَسُولُ اللّٰهِ صَلَّى اللّٰهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ، فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ.
“Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitri sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan yang haram, serta makanan bagi orang-orang miskin, barangsiapa mengeluarkannya sebelum sholat Idul fitri maka itu adalah zakat yang diterima, dan barangsiapa mengeluarkannya setelah sholat Idul fitri maka itu adalah sedekah biasa.” (HR Abu Daud, Shahih Abi Daud: 1427)
Oleh karena itu jika kerabat yang dikirimi bingkisan menjelang lebaran bukan termasuk fakir miskin, maka bingkisan tidak bisa diniatkan sebagai zakat fitrah.
Dari Sisi Bingkisan
Kedua, dari sisi isi bingkisan yang diberikan.
Jika kerabat penerima bingkisan termasuk fakir miskin, maka selanjutnya harus dilihat bentuk bingkisannya. Zakat fitrah dapat ditunaikan dalam bentuk makanan pokok, dalam hal ini di Indonesia makanan pokoknya adalah beras. Abdullah bin Umar RA meriwayatkan:
فَرَضَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ زَكَاةَ الفِطْرِ صَاعًا مِن تَمْرٍ، أوْ صَاعًا مِن شَعِيرٍ علَى العَبْدِ والحُرِّ، والذَّكَرِ والأُنْثَى، والصَّغِيرِ والكَبِيرِ مِنَ المُسْلِمِينَ، وأَمَرَ بهَا أنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إلى الصَّلَاةِ.
“Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat fitrah sesudah Ramadhan sebanyak satu sha’ kurma atau gandum kepada hamba sahaya, orang merdeka, laki-laki dan wanita, anak-anak dan orang dewasa. Ia menyuruh menunaikannya sebelum orang-orang keluar untuk shalat Idul Fitri,” (HR Bukhari dan Muslim).
Atau bisa juga dalam bentuk uang (baca Zakat Fitrah: Mana yang Utama, Dibayar Pakai Makanan Pokok atau Uang?).
Oleh karena itu jika di dalam bingkisan parcel yang diberikan ada beras maupun uang minimal senilai beras yang harus ditunaikan untuk zakat fitrah tersebut maka boleh diniatkan untuk zakat fitrah.
Adapun jika salah satu atau kedua unsur dari sisi penerima maupun isi bingkisan parcel tidak sesuai ketentuan dalam menunaikan zakat fitrah maka hal itu tidak boleh diniatkan sebagai zakat fitrah.
Wallahu a’lam bish shawab.
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI, MIRKH adalah Anggota Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Editor Mohammad Nurfatoni