Puasa Husnul Khatimah dan Su’ul Khatimah Oleh Anwar Hudijono, wartawan senior tinggal di Sidoarjo
PWMU.CO– ”Dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada permulaan.” (Quran, ad-Duha 4).
Dalam banyak hal terkait dengan proses kehidupan, Allah menempatkan tahap akhir adalah yang terbaik, bahkan menentukan. Eksistensi manusia ditentukan di saat akhir hidupnya apakah husnul khatimah (berakhir baik) atau su’ul khatimah (berakhir buruk).
Umat terakhir, umatnya Nabi terakhir yaitu umat Islam juga merupakan umat terbaik yang akan masuk surga di deretan paling depan.
Umat Islam dianjurkan berdzikir sepanjang waktu. Tapi Allah memberi perhatian khusus dan nilai istimewa pada penghujung akhir siang dan penghujung akhir malam.
Faṣbir ‘alā mā yaqụlụna wa sabbiḥ biḥamdi rabbika qabla ṭulụ’isy-syamsi wa qablal-gurụb
Artinya: Maka bersabarlah kamu terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya). (Quran, Qaf ayat 39)
Allah menetapkan sepertiga malam terakhir adalah saat yang terbaik untuk beribadah seperti shalat lail, baca Quran.
Qumil-laila illā qalīlā. Niṣfahū awinquṣ min-hu qalīlā. Au zid ‘alaihi wa rattilil-qur`āna tartīlā.
Artinya: Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya). (Yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah al-Quran itu dengan perlahan-lahan. (Quran, Al-Muzammil 2-4).
Menghadang Malam Qadar
Demikian pula untuk puasa Ramadhan. Dalil walal akhiratu khairul laka minul ula (dan sungguh, yang kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang permulaan) juga pas dipergunakan.
Indikatornya, pada 10 hari terakhir, Allah berkenan menghadiahkan lailatul qadr, malam dengan kebaikan seribu bulan.
Lailatul qadr itu diulang-ulang setiap bulan Ramadhan. Kalau ada yang bilang (biarpun ustadz) bahwa lailatul qadr hanya turun sekali saat Quran diturunkan, sebaiknya tidak usah didengar. Saya menduga itu orang kemenyek. Ngalem. Kalau ketemu gitu rasanya pengen njo… eh ngajak ngopi hahaha.
Indikator kedua, pada 10 hari terakhir itu Kanjeng Rasulullah Muhammad full iktikaf di dalam masjid sampai tidak pulang. Untuk menyisir rambut pun cukup mengeluarkan kepalanya dari jendela masjid untuk disisir Aisyah, istri tercintanya.
Yang dilakukan Rasulullah memberi ibrah (pengajaran) dan petunjuk serta membuka pintu rahmat bagi yang beriman. Bahwa saat-saat terakhir itu bisa menentukan derajat puasa seseorang.
Husnul khatimahnya orang puasa adalah puasanya diterima Allah sehingga menjadikan dirinya kembali kepada fitrah atau suci dari dosa. Dalilnya sudah biasa disampaikan di kultum Ramadhan yang menjamur ini.
Man shama Ramadhana imanan wa ihtisaban ghufira lahu ma taqaddama min dzanbih. (Siapa yang berpuasa Ramadhan dengan penuh keberimanan dan semata karena ingin mendapat ridha Allah) maka diampuni dosa-dosanya yang lalu).
Hadits ini tidak merinci dosa kecil atau dosa besar. Pokok semua dosa. Haditsnya jelas tidak usah diramesi yang enggak-enggak.
Adapun su’ul khatimahnya orang puasa adalah apabila ternyata hanya mendapat lapar dan haus. Kam min shoimin laisa lahu min shiyamihi illa juú wal athosy. (Betapa banyak orang puasa akan tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga.
Puncak Perang Kosmik
Betapa super disiplinnya Rasulullah dalam iktikaf memberi pesan betapa sangat pentingnya. Bahwa inilah saat-saat puncak Perang Kosmik Kecil, perang yang merupakan bagian sistem jagat kecil yaitu diri manusia, antara kecenderungan pada dosa dan pada taqwa. Fa alhamaha fujuraha wa taqwaha. Artinya: maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketaqwaannya.
Masjid adalah tempat terbaik untuk memupuk ketaqwaanya sekaligus mencegah dosa. Coba bandingkan di mal. Yang bergelora pasti nafsu mulai nafsu konsumtif, nafsu iri pada orang lain, pamer dan sebagainya. Meski puasa, kalau di mal itu yang puasa mulutnya tapi mata sulit puasa ketika harus memergoki yang bening-bening dan glowing.
Pada zaman now, iktikaf di masjid juga sangat berat karena godaan itu justru dibawa yang iktikaf. Apa itu? Android. Kelihatannya duduk diam di masjid, tapi diam-diam baca konten ghibah melalui HP.
Mau buka aplikasi Quran tiba-tiba didului iklan yang bisa juga bikin mata melototi. Katanya sebentar tiktokan, instagraman untuk selingan istirahat itikaf, tapi akhirnya keasyikan surfing konten-konten medsos. Minimal upload foto atau video selfie: Iktikaf gaes.
Rabbi a’lam
Editor Sugeng Purwanto