Masihkah wajib Jumatan jika Idul Fitri jatuh di hari Jumat seperti yang akan terjadi pada 21 April 2023 ini?; Oleh Ustadzah Ain Nurwindasari.
PWMU.CO – Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah mengumumkan hari raya Idul Fitri atau 1 Syawal 1444 jatuh pada Jum’at, 21 April 2023. Pengumuman tersebut berdasarkan Maklumat Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor: I/MLM/I. 0/E/2023.
Dengan demikian pada tanggal 21 April 2023 tersebut berkumpul dua hari raya, karena hari Jum’at disebut juga hari raya, sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Abu Hurairah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda:
قَدِ اجْتَمَعَ فِى يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنَ الْجُمُعَةِ وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ
Artinya: “Pada hari ini terkumpul bagi kalian dua hari raya, barang siapa yang ingin mencukupkan dengan (shalat id) dari shalat Jum’at, maka itu cukup baginya, tetapi kami tetap shalat Jum’at bersama.“ HR Abu Daud dan lain-lain, dishahihkan Albani).
Hadis di atas juga sekaligus menjadi dalil rukhshah shalat Jum’at ketika bertepatan dengan hari raya.
Rukhsah untuk tidak menghadiri Jumat yang bersamaan dengan Idul Fitri atau Idul Adha adalah juga terdapat dalam beberapa hadis berikut:
عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ اجْتَمَعَ عِيدَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمُ فِطْرٍ وَجُمْعَهٌ فَصَلَّى بِهِمْ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الْعِيدِ ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْهِمْ بِوَجْهِهِ فَقَالَ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ قَدْ أَصَبْتُمْ خَيْرًا وَأَجْرًا وَإِنَّا مُجَمِّعُونَ فَمَنْ أَرَادَ أَنْ يُجْمِعَ مَعَنَا فَلْيُجَمِّعْ وَمَنْ أَرَادَ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى أَهْلِهِ فَلْيَرْجِعْ [رواه الطبراني] .
Dari Ibn ‘Umar (diriwayatan bahwa) ia berkata: Pada masa Rasulullah saw pernah dua hari raya jatuh bersamaan, yaitu Idulfitri dan Jumat, maka Rasulullah saw salat id bersama kaum Muslimin. Kemudian beliau menoleh kepada mereka dan bersabda: Wahai kaum Muslimin, sesungguhya kalian mendapat kebaikan dan pahala dan kami akan menyelenggarakan salat Jumat. Barangsiapa yang ingin salat Jumat bersama kami, silahkan, dan barang siapa yang ingin pulang ke rumahnya silahkan pulang (HR aṭ-Ṭabarānī).
عَنْ إِيَاسِ بْنِ أَبِي رَمْلَةَ الشَّامِيِّ قَالَ شَهِدْتُ مُعَاوِيَةَ بْنَ أَبِي سُفْيَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَهُوَ يَسْأَلُ زَيْدَ بْنَ أَرْقَمَ قَالَ هَلْ شَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ فَقَالَ مَنْ شَاءَ فَلْيُصَلِّ [رواه أبو داود وصححه الأرنؤوط والألباني
Dari Iyās Ibn Abū Ramlah asy-Syāmī (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Aku menyaksikan Mu‘āwiyah Ibn Abū Sufyān bertanya kepada Zaid Ibn Abī Arqam. Ia mengatakan: Apakah engkau pernah mengalami dua hari raya jatuh pada hari yang sama di masa Rasulullah SAW? Zaid Ibn Abū Arqam menjawab: Ya, pernah. Mu‘āwiyah bertanya lagi: Bagaimana Rasulullah saw melakukannya? Zaid menjawab: Ia melakukan salat id, kemudian memberi rukhsah (keringanan untuk tidak menghadiri Jumat). Lalu beliau bersabda: Barang siapa yang ingin salat bersama kami, silahkan (HR Abū Dāwūd dan disahihan oleh al-Arna’ūṭ dan al-Albānī).
Hadis-hadis di atas dipahami sebagai rukhshah pelaksanaan shalat Jum’at ketika bertepatan dengan hari raya Idul Fitri maupun Idul Adha.
Adapun pengertian rukhshah ialah hukum yang berubah kepada kemudahan dan keringan sebab adanya uzur serta tetapnya hukum asal bagi yang tidak mengalami uzur.
Dalam hal ini perlu diperhatikan terdapat hadis lain ketika memahami rukhshah shalat Jum’at yang bertepatan dengan hari raya ini. yaitu;
قَالَ أَبُو عُبَيْدٍ: ثُمَّ شَهِدْتُ العِيدَ مَعَ عُثْمَانَ بْنِ عَفَّانَ، فَكَانَ ذَلِكَ يَوْمَ الجُمُعَةِ، فَصَلَّى قَبْلَ الخُطْبَةِ، ثُمَّ خَطَبَ فَقَالَ: «يَا أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ هَذَا يَوْمٌ قَدِ اجْتَمَعَ لَكُمْ فِيهِ عِيدَانِ، فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَنْتَظِرَ الجُمُعَةَ مِنْ أَهْلِ العَوَالِي فَلْيَنْتَظِرْ، وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَرْجِعَ فَقَدْ أَذِنْتُ لَهُ»
Abu ‘Ubaid berkata bahwa beliau pernah menyaksikan ‘Utsman bin ‘Affan dan hari tersebut adalah hari Jum’at. Kemudian beliau shalat ‘ied sebelum khutbah. Lalu beliau berkhutbah dan berkata, “Wahai sekalian manusia. Sesungguhnya ini adalah hari di mana terkumpul dua hari raya (dua hari Id). Siapa saja dari yang nomaden (tidak menetap) ingin menunggu shalat Jum’at, maka silakan. Namun siapa saja yang ingin pulang, maka silakan dan telah kuizinkan. (HR Bukhari)
Pendapat Majelis Tarjih
Majelis Tarjih dan Tajdid (MTT) Pimpinan Pusat Muhammadiyah menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “أَهْلِ العَوَالِي” di dalam hadis tersebut yang diberi pilihan untuk tetap menunggu shalat Jum’at setelah dilaksanakannya shalat hari raya atau untuk pulang meninggalkan tempat shalat hari raya, ialah penduduk yang tempatnya jauh dari lokasi pelaksanaan shalat ied maupun shalat Jum’at.
Hal ini kemudian memunculkan pemahaman bahwa rukhshah shalat Jumat yang bertepatan dengan hari raya adalah bagi yang mengalami kendala seperti jauhnya tempat tinggal dari lokasi pelaksanaan shalat Id maupun shalat Jumat. Adapun bagi yang lokasi rumahnya dekat dengan masjid tempat shalat Jumat maka hendaknya tetap melaksanakan shalat Jum’at.
Selain itu terdapat hadis lain yang menjadi penguat bahwa Rasulullah dalam praktiknya melaksanakan shalat ied yang bertepatan dengan hari Jum’at dan siangnya beliau melaksanakan shalat jum’at.
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ، قَالَ: «كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْعِيدَيْنِ، وَفِي الْجُمُعَةِ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الْأَعْلَى، وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ»، قَالَ: «وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ، فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ، يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضًا فِي الصَّلَاتَيْنِ»
“Diriwayatkan dari Nu’man bin Basyir ra ia berkata: Nabi saw selalu membaca pada sembahyang kedua hari raya dan sembahyang Jum’at: Sabbihisma rabbikal a’la dan hal ataka hadisul ghasiyah. Apabila berkumpul hari raya dan jum’at pada satu hari, Nabi saw membaca surat-surat itu di kedua-dua sembahyang.” (HR Muslim).
Oleh karena itu MTT PP Muhammadiyah mengimbau hendaknya tetap dilaksanakan shalat Jum’at pada hari raya, di masjid-masjid yang mudah dijangkau pada siang harinya setelah pada pagi harinya melaksanakan shalat Id.
Pada saat ini terdapat sebagian umat Islam yang memahami rukhshah ini dengan peniadaan pengadaan shalat Jum’at ketika bertepatan dengan hari raya. Di masjid-masjid tidak diadakan shalat Jum’at. Sehingga bagi yang ingin shalat Jum’at maka tidak ada pilihan lain kecuali shalat Dhuhur saja, tanpa shalat Jum’at.
Hemat penulis, bagi pengurus masjid tetap mengadakan shalat Jum’at, sehingga bagi umat Islam yang ingin melaksanakan shalat Jum’at bisa tetap melaksanakan shalat Jum’at, dan bagi yang ingin mengambil rukhshahjuga tidak mengapa tidak shalat Jum’at. (*)
Wallahu a’lam bish shawab.
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI, MIRKH adalah Anggota Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Editor Mohammad Nurfatoni