Sandal Ketua Aisyiyah Mengetuk Pintu Langit oleh Bahrus Surur-Iyunk, penulis buku Islam, guru SMAM 1 Sumenep.
PWMU.CO– Idul Fitri segera datang. Hampir menjadi tradisi umat Islam Indonesia untuk memperbaharui pakaiannya. Mulai dari songkok, kerudung, sampai sandal sepatunya. Tidak ada salahnya pembaca belajar dari kisah yang terjadi pada seorang Ketua Aisyiyah di bawah ini.
Pada musim haji tahun 2008, dengan rahmat Allah saya dan isteri diberi kesempatan untuk menunaikan ibadah haji. Menjelang Subuh pada hari terakhir, saya, isteri, dan teman-teman semaktab berangkat ke Masjidil Haram pukul 01.30 pagi untuk menunaikan thawaf Wada’. Karena maktab yang cukup jauh, rombongan pun naik bus yang telah disiapkan.
Memasuki pelataran masjid yang sejuk pagi itu, saya mencari pintu masuk yang sekiranya tidak jauh dari halte bus kepulangan. Alhamdulillah, bisa masuk lewat pintu Malik bin Abdul Aziz.
Saya menyarankan kepada isteri untuk meletakkan sandal di loker yang ada di sekitar pintu. Saat itu, isteri saya bertanya,”Mau ditaruh di sini, Yah?” Saya melihat ada keraguan dalam dirinya. Seakan ada kekhawatiran hilang jika diletakkan di loker itu.
Diletakkanlah sandal saya dan isteri di sana. Kami pun masuk dan menunaikan shalat tahiyatul masjid, karena tidak ada niat langsung menunaikan thawaf. Sambil menunggu berkumandangnya adzan Subuh, kami membaca al-Quran. Namun rasa kebelet buang air kecil muncul. Saya minta izin ke isteri dan berpesan agar menunggu di tempat yang sama. “Jangan pindah ke mana-mana.”
Saya pun bergegas menuju loker tempat diletakkannya sandal. Setelah saya cari dari kolong loker yang ada, tenyata sandal isteriku yang saat itu masih Sekretaris PDA Sumenep sudah tidak ada.
Setelah dari toilet, saya cek ulang keberadaan sandal isteri. Ternyata tetap saja nihil. Padahal saat itu baru ditinggal selama 15 menit dari masuk, shalat tahiyatul masjid dan keluar lagi.
Saat sampai di tempat isteri duduk, saya langsung bertanya,”Ada perasaan apa ketika kamu meletakkan sandal di loker tadi? Kayaknya kamu tadi ada keraguan dengan penjagaan Allah terhadap sandal tersebut ya? Ndak pasrah ya?”
”Emangnya kenapa, Yah?” isteri balik bertanya.
”Sandalmu hilang. Saya cari berkali-kali di deretan loker di sana sudah tidak ada,” jawabku.
Sandal yang cukup sederhana itu mampu mengetuk pintu langit. Sandal itu ingin mengingatkan betapa ia juga ingin dipasrahkan kepada Allah. Karena kasih sayangNya, Allah ingin mengingatkan kepada orang-orang yang Dia sayangi agar selalu pasrah kepadaNya, seperti pasrahnya Ibrahim as saat meninggalkan Siti Hajar di lembah Makkah yang gersang tandus tanpa sumber mata air dan tetumbuhan.
Ada kepasrahan pada sandal isteri yang sekarang menjadi Ketua Pimpinan Daerah Aisyiyah Sumenep 2015-2023.
Sandal Resepsi
Pada kesempatan yang lain, usai mengikuti kegiatan Aisyiyah PWA Jatim di Surabaya, isteri saya mampir ke sebuah mal untuk membeli sandal. Katanya, untuk mengganti sandal lama yang sudah rusak dan secara kebetulan pekan depan ada acara resepsi pernikahan saudara. Alhamdulillah, dapat sandal setengah sepatu yang cocok dipakai untuk santai-santai dan kegiatan setengah resmi.
Dan benar, pada saat hendak ke acara resepsi pernikahan, sandal itu dipakai. Saya yang sudah menunggu di mobil di depan rumah. Kurang lebih hanya berjarak lima meter dari pintu rumah. Isteri pun masuk dan duduk di kursi depan.
”Seng… ” Apa yang terjadi? Ada bau tidak nyaman saat isteri saya masuk ke dalam mobil. Seperti ada bau tahi kucing. Karena takut menempel di sandal, saya pun mengecek dan tidak ada.
Oops! Rupanya tahi kucing itu menempel di sandal terbaru isteri saya. Maka turunlah dia untuk segera mengganti dengan sandal yang lama.
Dalam perjalanan menuju gedung tempat dilangsungkannya resepsi, saya bertanya,”Ada apa dengan perasaan Mama dengan sandal itu?”
”Mungkin mamanya diselamatkan Allah dari jilatan api neraka ya, Yah?” Katanya dengan suara lirih.
”Emangnya kenapa?” Saya bertanya penasaran.
”Mamanya terlalu senang dengan sandal baru ini. Allah lagi menyelamatkan hati Mama untuk tidak tersentuh dan dikuasai oleh dunia,” katanya dengan wajah sembab.
Rupanya, sandal itu mengadu kepada Allah, Tuhan segala sesuatu. Ia tidak rela jika dirinya dijadikan sebagai bahan kebanggaan di hadapan manusia. Ia mengetuk pintu langit agar tuannya tidak terjebak pada ujub dengan dunia.
Dia memohon agar si pemakai sandal disayangi, dirahmati dan dihindarkan dari jilatan api neraka. Sandal itu tidak rela jika dirinya dijadikan sebagai bahan bakar api neraka. Wallahu a’lamu.
Editor Sugeng Purwanto