Puasa Ular, Ayam, atau Ulat?; Liputan Nurul Hidayah, Anggota MTK PWA Jatim, kontributor PWMU.CO dari Kabupaten Malang.
PWMU.CO – Asrama Sang Surya Rusunawa kampus 3 Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menutup rangkaian acara “Semarak Ramadhan Asrama Sang Surya” dengan kajian Ramadhan dan berbuka bersama, Senin (10/4/23).
Dalam sambutannya, Kepala Pusdiklat UMM Zen Amirudin MMedKom berterima kasih sudah meramaikan rusunawa dengan kegiatan yang bermanfaat. Dia mengimbau kepada seluruh mahasiswi penghuni Asrama Sang Surya, agar turut aktif dalam setiap kegiatan yang ada.
“Untuk menjadi sebuah kebiasaan, sesuatu itu harus dipaksa, yang menimbulkan rasa keterpaksaan, akhirnya menjadi sebuah budaya,” ujarnya.
Dia mencontohkan Jepang, dengan pembiasaan satu perbuatan baik yang sangat ditekankan. Orangtua Jepang, kata dia, lebih senang anaknya pintar mengantre daripada mendapat nilai matermatika 10.
“Kemudian ada yang bertanya kepada saya, apa bedanya adab dan akhlak. Saya jawab, jika adab adalah nilai keutamaan yang diperoleh dari pendidikan. Sedangkan akhlak adalah nilai keutamaan yang diperoleh dari ibadah,” jelasnya.
Sebagai muslim, lanjut dia, kita tidak hanya dituntut beradab melainkan harus berakhlak berdasarkan nilai-nilai agama Islam.
Puasa Ular, Ayam, atau Ulat
Sementara Ustadz Hikmatulloh MPdI dalam tausiyahnya menyampaikan contoh puasa yang dianalogikan dengan cara beberapa binatang, saat memenuhi kebutuhan makannya.
Pertama, kata dia, adalah puasa ular, yang makan cukup sekali per pekan atau bulan. Dalam porsi besar tanpa dikunyah. Langsung ditelan begitu saja. “Ketika dalam kondisi kenyang seperti itu, ular menjadi jinak dan tenang. Ketika lapar sudah datang lagi, dia menjadi liar dan jahat lagi,” terangnya.
Kedua, sambungnya adalah puasa ayam. Puasa jenis ini seperti ayam yang hanya mengerjakan sesuatu karena ada kepentingan saja. Konon katanya, ayam tidak akan pernah makan di saat sedang mengerami telurnya, agar suhu tubuhnya tetap menghangat.
“Itu dilakukan dengan tujuan biar telurnya dapat berkembang dengan baik. Setelah itu, apa yang terjadi? Ayam akan melakukan apa saja sesuka dia. Makan apapun dan melakukan apa saja tanpa berpikir,” ucap dosen Al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK) UMM tersebut.
Ketiga, yakni puasa ulat. Sebelum menjadi kepompong, ulat makan secukupnya lalu puasa. Beberapa saat kemudian menjadi kupu-kupu yang cantik. “Sebelum puasa, ulat adalah sesuatu yang menggelikan ataupun menjijikkan bagi sebagian orang. Setelah puasa, berhasil menjadi sesuatu yang cantik, yaitu kupu-kupu. Nah seperti apa puasa kita?” tanyanya.
Fokus pada Kebaikan
Ustadz Hikmatulloh kemudian mengutip al-Quran Surat Al Baqarah ayat 183 “…supaya kamu bertakwa”. Semua manusia, sambungnya, dijanjikan Allah untuk bisa menjadi takwa dalam bulan Ramadhan. Allah sedang mengobral takwa, sehingga memudahkan semua muslim untuk menjaga diri dari hal-hal tidak baik. Termasuk juga selalu berfokus dalam kebaikan.
“Syaitan-syaitan juga dibelenggu dan pintu surga dibuka lebar saat Ramadhan. Hal itu bukan berarti syaitan diam diikat di satu tempat,” ungkapnya.
Makna yang sebenarnya, kata dia, adalah bahwa di bulan Ramadhan Allah sedang memudahkan semua manusia untuk berbuat baik, yakni untuk bertakwa. “Allah menebar diskon Takwa sebanyak-banyaknya sehingga manusia merasa ringan untuk beramal baik dan beribadah. Sebaliknya, merasa terus di awasi dan merasa berat untuk berbuat tidak baik,” jelasnya.
Tantangannya adalah ketika Ramadhan usai, apakah takwa kita masih berbekas ataukah langsung menghilang seiring menghilangnya bulan Ramadhan? “Puasa menaikkan derajat takwa. Bedanya adalah di titik mana start kita saat mengawali puasa,” tanyanya.
Secara Bahasa, kata siyam diartikan dengan al-Imsak (menahan). Menahan ini ada dua tafsir berbeda. Pertama, menahan dalam arti segala yang merusak dan membatalkan puasa. “Kedua, berpegang teguh. Diartikan sebagai memegangi takwa yang sudah dilatih di Ramadhan ini dengan sebaik-baiknya,” imbuhnya.
Sebagai penutup, dia menyampaikan bahwa sebelas bulan ke depan adalah pembuktian ketakwaan kita semua. “Semoga kita selalu dalam mode takwa, baik di dalam maupun di luar Ramadhan,” tuturnya.
Reward Peserta
Di tempat yang sama, Yuni Kartika Mayasari STP, selaku petugas pengelola Asrama Sang Surya mengatakan, program tahunan ini sebagai sarana untuk pemantapan keislaman mahasiswi. “Juga untuk menyemarakkan Ramadhan 1444H,” ujar Mbak Maya, sapaannya.
Dia mengatakan, sebanyak 204 mahasiswi yang tercatat tinggal di Asrama Sang Surya diharapkan mengikuti seluruh rangkaian kegiatan Semarak Ramadhan dengan suka cita. Namun, pembina dan pengelola bisa memahami dengan kesibukan dan kegiatan mahasiswi di luar asrama. Sehingga beberapa ada yang tidak dapat mengikuti rangkaian kegiatannya secara maksimal.
“Ya, kami tidak dapat memaksa untuk semuanya harus hadir maksimal, karena kegiatan di luar asrama pastinya juga beragam, mulai dari organisasi sampai jurusan,” terangnya. Tadarus al-Quran, tarawih, kultum, dan pembagian takjil adalah kegiatan yang diprogramkan selama 20 hari Ramadhan, yang di tutup dengan kajian dan buka bersama pada Senin (10/4/23).
“Pengelola memberikan reward untuk mahasiswi, baik individu maupun kelompok yang paling rajin mengikuti kegiatan. Reward-nya sudah dibagikan setelah buka bersama sekaligus menutup rangkaian kegiatan Semarak Ramadhan Asrama Sang Surya. Kegiatannya berlangsung selama 20 hari karena setelah itu mahasiswa sudah memasuki musim libur kuliah,’ jelasnya.
Maya berharap, ke depan semakin besar tingkat partisipasi mahasiswi dalam mengikuti seluruh program yang ada di asrama. “Ke depan juga, semoga kegiatan yang lebih variatif dan menarik bisa dilaksanakan sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Yakni ada berbagai lomba seperti membuat kaligrafi, menulis cerpen, dan lain-lain,” ujarnya. (*)
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.