Pengalaman Mengelola “Angpau” Lebaran Anak; Oleh: M. Arfan Mu’ammar, Wakil Ketua Pimpinan Daerah Muhammadiyah Gresik dan Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya.
PWMU.CO – Saat lebaran begini, isi dompet anak biasanya berlimpah dengan uang baru. Berbeda dengan dompet orang tua yang cenderung menipis bahkan kosong karena pengeluaran saat Ramadhan dan menjelang Lebaran cukup besar.
Menebalnya dompet anak dikarenakan setiap kali berkunjung ke rumah saudara atau tetangga mereka dapat “angpau” Lebaran. Istilah angpau memang dikenal pada kebudayaan masyarakat Tionghoa dan Asia. Dalam konteks Indonesia, khususnya hari raya Idul Fitri, angpau seringkali disebut pemberian uang baru yang dibungkus dalam amplop kepada anak-anak saat Lebaran. Maka dari itu, angpau dalam tulisan ini saya beri tanda petik.
Pengalaman anak saya, biasanya dapat Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta dari “angpau” di setiap Lebaran. Dengan usia anak yang rata-rata masih kecil, mereka tentu tidak tahu bagaimana mengelola dan menyimpannya. Lantas bagaimana sikap orang tua?
Empat Tipologi
Jika saya tipologikan, ada empat tipologi orang tua dalam mengatur atau memanajemen “angpau” Lebaran anak. Pertama, orang tua menyimpan uang anak-anak dan mengambilnya untuk diberikan kepada anak dalam bentuk lain. Misalkan uang tersebut untuk membayar SPP sekolah anak-anak atau untuk membelikan kebutuhan anak seperti buku, seragam sekolah dan sebagainya.
Kedua, ada juga orang tua yang merasa bahwa di bulan Ramadhan mereka sudah membelikan baju anak-anak, maka “angpau” lebaran anak diambil orang tua sebagai ganti dari itu.
Ketiga, sebagian orang tua ada yang menyimpan “angpau” Lebaran anak dan memberikan kepada anak-anak sepenuhnya, entah digunakan untuk beli mainan, koin game, gadget baru, sepeda baru, sepatu baru, mentraktir temannya dan sebagainya.
Keempat, ada juga orang tua yang menyimpan “angpau” Lebaran anak untuk diberikan kepada anak saat anak dewasa nanti, bisa dalam bentuk tabungan di bank, deposito di bank atau dalam bentuk yang lain.
Dari keempat tipologi di atas, saya pribadi lebih memilih untuk menyimpan dan membuatkan tabungan khusus setiap anak. Setelah terkumpul, akan saya berikan nantinya ketika mereka sudah dewasa. Saya menganggap bahwa uang itu milik anak dan tidak boleh orang tua untuk menggunakannya, bahkan untuk membayar SPP sekolah anak-anak, karena membayar SPP adalah kewajiban orang tua.
Pengalaman anak pertama saya, sejak kecil hingga dia kelas 6 SD, “angpau” Lebaran yang dikumpulkan mencapai Rp 10 juta. Agar tidak inflasi, maka saya berinisiatif untuk dibelikan emas Antam, dan mendapat 10 gram emas Antam.
Sedangkan anak kedua saya, di kelas 2 SD sudah dapat mengumpulkan Rp 5 juta “angpau” Lebaran, lantas saya belikan emas Antam, dan mendapat 5 gram emas Antam.
Bisa jadi ketika mereka selesai kuliah atau ketika mulai berkeluarga, emas itu nilainya sudah naik dua kali lipat dari harga sekarang, walaupun tidak banyak, setidaknya nilainya tidak mengalami inflasi, dibanding jika hanya disimpan di lemari atau tabungan bank.
Bagaimana dengan Anda? Masuk tipe orang tua yang bagaimana dalam mengatur atau memanajemen “angpau” Lebaran anak? (*)
Editor Mohammad Nurfatoni