PWMU.CO– Kehidupan ini mirip puasa yang diakhiri dengan Idul Fitri. Setelah menjalankan kehidupan sesuai perintah Allah mendapat balasan akhirat.
Demikian disampaikan khatib Id Fathu Rabbani Lc asal Yogyakarta di shalat Idul Fitri di Lapangan Perguruan Muhammadiyah Godog, Laren, Lamongan, Jumat (21/4/2023)
Imam shalat Id KH Ahmad Kasuwi Thorif MA. Jamaah meluber mencapai 7.000 orang. Tahun ini warga perantau Godog banyak yang mudik.
Dalam khotbah Id Fathu Rabbani menjelaskan, Idul Fitri disiapkan oleh Allah sebagai momen kegembiraan, yaumul faroh was surur. Islam memberi ruang kepada manusia mengekspresikan kebahagiaan dan kesenangan.
”Islam memberikan kesempatan untuk berbahagia setelah satu bulan berpuasa. Sesuai dengan kecenderungan manusia ingin selalu mencari kenikmatan kebahagiaan, namun harus sesuai aturan Allah swt,” tutur lulusan S1 al-Azhar Mesir ini.
Dia mengutip al-Quran surat Yunus ayat 58:
قُلْ بِفَضْلِ اللّٰهِ وَبِرَحْمَتِهٖ فَبِذٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوْاۗ هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُوْنَ
Katakanlah (Muhammad), dengan karunia Allah dan rahmatNya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.
Dia menerangkan, ibadah selalu dibarengai dengan kenikmatan. Bukankah shalat Idul Fitri datang setelah ibadah puasa. Bukankah shalat Idul Adha datang setelah ibadah haji.
”Di dalam syariah banyak sekali hal-hal yang diperbolehkan, kenapa kita masih berpaling pada hal yang dilarang oleh syariah,” jelas Bani, panggilan akrabnya. Maka kehidupan ini mirip puasa yang diakhiri dengan Idu Fitri.
Zakat
Rangkaian kebahagiaan ini, ujar dia, kita disyariatkan melaksanakan zakat fitrah dan memberikan makan saudara kita. Ini ranah ibadah bertujuan sosial dalam syariat kita.
”Zakat fitrah dirancang agar kaum muslimin di hari raya dan beberapa hari setelahnya memiliki stok pangan yang cukup. Tanpa persediaan pangan yang memadai, akan mengurangi kadar kesenangan dan kegembiraan,” tutur cucu H. Shawab Mabrur pendiri MI al-Islam 1 yang sekarang menjadi MI Muhammadiyah 1 Godog.
Di antara sunnah, kata Bani, yakni kita harus menampakkan kebahagiaan mulai berangkat dengan pakaian terbaik sambil bertakbir, tahmid, dan tahlil. Orang yang berhalangan shalat dianjurkan bergabung ke lapangan ikut merasakan kebahagiaan bersama.
”Perlu diperhatikan menampakkan kebahagiaan bukan berarti menyombongkan nikmat atas apa yang diberikan, merendahkan saudara kita yang kebetulan berkekurangan,” tuturnya.
Sunnah lainnya yakni bersilaturrahim. ”Jangan sampai ketika silaturrahim malah dibumbui dengan gosip yang tidak bermanfaat,” ungkapnya.
Selanjutnya disunnahkan mandi. Mandi di hari raya berlaku bagi siapa saja yang mendapati hari raya. Orang dewasa sampai anak-anak yang hadir shalat Id maupun yang tidak bahkan yang sedang haid.
Terakhir, kesenangan di atas jangan sampai berkurang kadarnya seiring berkurangnya roja’` kepada Allah.
Dia menyampaikan, hakikat Idul Fitri diulas oleh Ibnu Rajab al-Hanbali yang berpesan, hari Id sesungguhnya bukan bagi orang yang berpakaian baru akan tetapi bagi siapa yang ketaatannya bertambah.
”Hari Id sesungguhnya bukan bagi yang berhias dengan pakaian bagus dan mobil bagus namun bagi yang dihapus dosa dan kesalahannya,” tandasnya.
Penulis Alfain Jalaluddin Ramadlan Editor Sugeng Purwanto