PWMU.CO– Khutbah Id Prof Zainuddin Maliki di Lapangan Sawonggaling Babat, Lamongan, Jumat (21/4/2023).
Shalat Idul Fitri di lapangan ini diadakan oleh PCM Babat yang dihadiri ribuan warga masyarakat.
Dalam khutbah Id Prof Zainuddin Maliki mengatakan, kebahagiaan merupakan buah kemenangan yang telah kita raih setelah berjuang selama Ramadhan.
Dia mengatakan, sepulang dari perang Badar, Rasulullah saw bersabda, رجعنا من الجهاد الأصغر إلى الجهاد الأكبر ”Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar.”
Para sahabat bertanya, jihad apalagi yang lebih besar dari perang Badar, ya Rasulullah.
Rasulullah menjawan,”Jihadun-nafsi. Jihad melawan hawa nafsu.” (HR Baihaqy dari Jabir)
Kemudian Prof Zainuddin menjelaskan derajat mukmin yang muttaqin ditandai dengan kesucian jiwa tanpa dosa. Bagaikan bayi yang dilahirkan seorang ibu. Dengan jiwa yang suci itulah maka kita mampu melihat yang benar itu benar, yang salah itu salah.
”Mana yang hakiki dan mana yang famorgana,” jelas anggota DPR Komisi III Fraksi PAN ini.
Dalam jiwa yang suci, kata dia, kita dapat membangun kehidupan yang bersih lahir dan batin. Hati yang suci dapat menjadikan manusia peduli dan mudah berempati dengan mereka yang lemah dan belum beruntung, serta mampu menahan amarah. Bahkan siap mengulurkan tali silaturahim dan membuka pintu maaf.
Zainuddin Maliki mengatakan sikap saling menghargai, peduli dan bermurah hati, telah kita asah sepanjang Ramadhan. ”Jiwa peduli, ikhlas, dan bermurah hati adalah solusi dalam menata negeri yang kita cintai. Negeri yang sumber daya alamnya melimpah ruah, terhampar bagaikan zamrud di katulistiwa,” tambahnya.
Tetapi, sambungnya, sekarang kita masih tertatih-tatih mengejar ketertinggalan, kejumudan, kemerosotan, dan terseok-seok mengusir kebodohan dan kemiskinan.
Di sekitar kita, masih banyak saudara-saudara kita yang belum beruntung. Angka kemiskinan di negeri kita masih cukup besar. Jutaan tenaga kerja baru belum bisa diserap. Lapangan kerja semakin terbatas. Membuat keadaan semakin berat.
”Tidak sedikit yang kemudian kehilangan kesabaran lalu terjerumus ke dalam kehidupan terlarang seperti korupsi, pelaku kekerasan, teror, dan berbagai tindakan kriminal,” ujarnya.
Diapun menyentil kehidupan transaksional yang membunuh keikhlasan. Masyarakat kini mengalami defisit jiwa ikhlas dan murah hati. Hidup serba ongkos material dan mahal.
Penutup ceramahnya dia menceritakan Dokter Howard Kelly (1858-1943) yang bekerja sebagai ahli bedah ginekologi di RS John Hopkins Baltimore. Suatu hari datang pasien wanita dari Philadelphia. Dokter Howard Kelly ikut menangani. Melihat wanita itu dia mengenalnya.
Ingatannya kembali ke masa kecil di kotanya. Sehabis menjajakan barang dia merasa lapar ingin meminta makan di rumah yang dilewatinya. Diketuknya rumah itu. Muncul seorang perempuan. Hatinya ingin minta makan tapi yang terucap minta air.
Perempuan itu paham anak itu kelaparan. Maka diberinya segelas susu. Howard meminumnya sampai tandas. Lalu dia bertanya,”Berapa saya harus bayar susu ini?”
”Ibuku melarangku menerima pembayaran atas kebaikan yang kulakukan,” jawab perempuan itu.
Haripun berlalu setelah peristiwa itu. Bertahun-tahun kemudian. Kini Howard dipertemukan lagi dengan perempuan itu. Menjadi pasiennya. Dia tangani pasien itu hingga sembuh.
Saat perempuan itu pulang dia disodori amplop berisi kuitansi tagihan. Dia membayangkan tagihan itu sangat mahal yang tak mungkin dilunasinya.
Setelah amplop dibuka. Ia terkejut. Ada tulisan: Paid in full a glass of milk. Telah dibayar lunas dengan segelas susu. Ada nama Dokter Howard Kelly.
Perempuan itu akhirnya paham segelas susu yang diberikan kepada anak kecil puluhan tahun lalu. Anak kecil itu kini menjadi dokter yang menanganinya. Air mata bahagia mengalir di matanya.
”Begitulah Tuhan mengucurkan cinta dan rahmatNya bagi orang yang bermurah hati, salah satu ciri manusia yang bertakwa,” kata Prof Zainuddin Maliki.
Penulis Hilman Sueb Editor Sugeng Purwanto