PWMU.CO – Anggota Komisi X DPR RI Prof Zainuddin Maliki menyesalkan sikap intoleransi peneliti BRIN, Andi Pangerang Hasanuddin, saat menanggapi sikap Muhammadiyah yang berbeda dalam menentukan Lebaran dengan ketetapan pemerintah.
“Tidak layak, seorang peneliti lembaga riset nasional, tidak siap menerima perbedaan, bahkan sampai mengeluarkan ancaman pembunuhan,” ungkapnya pada PWMU.CO, Selasa (25/4/2023).
“Bangsa Indonesia tengah mendambakan tumbuh kembangnya manusia-manusia terdidik dan berkeadaban, tetapi sedih sekali yang kita jumpai seorang peneliti lembaga riset Nasional berpikir dangkal dan pongah dalam menyikapi perbedaan,” ungkap legislator dari Fraksi Partai Amanat Nasional itu.
Legislator asal Dapil Jatim X, Gresik dan Lamongan itu menyayangkan, setingkat peneliti BRIN tidak menunjukkan kecerdasan semestinya dalam memanfaatkan media sosial. Media sosial digunakan untuk menumpahkan sikap intoleransi, kebencian dan rasa permusuhan dengan kekerasan.
“Rendahnya keadaban yang bersangkutan sebagai seorang peneliti dan sama sekali tidak mencerminkan kapasitasnya sebagai intelektual dalam bermedia sosial jelas menodai BRIN,” ungkap mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya itu.
Meski yang bersangkutan sudah meminta maaf, sambungnya, tetapi saya mengharap BRIN tetap memberi edukasi dan mengambil langkah tegas kepada penelitinya ini agar tidak merusak semangat toleransi yang sedang kita bangun bersama dengan susah payah.
Seperti diketahui komentar Andi Pangerang Hasanuddin terkait Muhammadiyah viral di media sosial. Foto tangkapan layar kalimat ancaman Andi di kolom komentar Facebook eks Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thomas Djamaluddin, beredar luas.
Isinya: “Perlu saya halalkan gak nih darahnya semua Muhammadiyah? Apalagi Muhammadiyah yang disusupi Hizbut Tahrir melalui agenda kalender Islam global dari Gema Pembebasan? Banyak bacot emang!!! Sini saya bunuh kalian satu-satu. Silakan laporkan komen saya dengan ancaman pasal pembunuhan! Saya siap dipenjara. Saya capek lihat pergaduhan kalian.” (*)
Editor Mohammad Nurfatoni