Tanggapan Ustadz Fahmi Salim atas Permohonan Maaf Thomas Djamaluddin; Editor Mohammad Nurfatoni
PWMU.CO – Ustdaz Fahmi Salim (UFS) dalam postingan di akun Twitter @fahmisalim2 Jumat 28 April 2023 menanggapi permohonan maaf dan klarifikasi Thomas Djamaluddin. Menyebut dirinya fakir ilmu, founder Al-Fahmu Institute itu menulis tujuh catatan dalam bentuk flyer. Redaksi menyajikan kembali setelah editing seperlunya.
Melalui akun Facebook, Selasa (25/4/2023), peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Thomas Djamaluddin meminta maaf pada seluruh warga Muhammadiyah atas pernyataannya di media sosial yang pemicu kegaduhan.
Thomas menulis permohonan maaf dan klarifikasi sebagai berikut::
“Dengan tulus saya memohon maaf kepada pimpinan dan warga serta teman-teman Muhammadiyah. Semoga kesatuan umat bisa segera terwujud,” kata Thomas sambil mengunggah flyer berisi tulisan permintaan maaf dan klarifikasinya.
“Masih dalam suasana bermaaf-maafan, dengan tulus saya memohon maaf atas sikap kritis saya pada kriteria wujudul hilal yang saya anggap usang secara astronomi dan sikap ego-organisasi yang menghambat dialog menuju titik temu.
Tidak ada kebencian atau kedengkian saya pada organisasi Muhammadiyah yang merupakan aset bangsa yang luar biasa. Niat saya hanya mendorong perubahan untuk bersama-sama mewujudkan kesatuan umat secara nasional lebih dahulu.
Saya mengulang-ulang setiap ada perbedaan hari raya untuk mengingatkan bahwa perbedaan ini mestinya bisa diselesaikan, tidak dilestarikan.
Sekali lagi saya mohon maaf dengan tulus kepada pimpinan dan warga Muhammadiyah atas ketidaknyamanan dan kesalahpahaman yang terjadi.”
Tanggapan USF
Menanggapi pernyataan Thomas Djamaluddin itu, USF menulis sebagai beihut:
- Sikap Muhammadiyah dalam mempertahankan hasil ijtihadnya bukanlah ego organisasi, melainkan totalitas dan loyalitas menegakkan sebuah fatwa yang solid secara syar’i dan sains.
- Kesatuan dan persatuan umat tidak bisa diwujudkan dengan cara pemaksaan kehendak dan sikap otoriter, apalagi dibalut arogansi kekuasaan.
- Term yang digunakan beliau (Thomas Djamaluddin) adalah tidak taat kepada pemerintah dan metode hisab yang sudah usang. Tampaknya beliau perlu belajar lagi tentang konsep ulil amri dan relevansinya dengan sistem ketatanegaraan RI, dan fakta bahwa metode rukyat adalah sarana dalam menentukan waktu ibadah yang bersifat ijtihadiah. Sarana itu terbatas di jamannya dan akan selalu berkembang seiring kemajuan iptek.
- KH Ahmad Dahlan saat meluruskan arah kiblat agar tepat sesuai arah Ka’bah satu abad lalu dan beragam ijtihad dan tajdid paham agama lainnya bukanlah untuk memecah belah umat. Konsistensi ijtihad pada akhirnya melahirkan etos pencerahan umat. Dan kini ijtihad itu diterima menjadi konsensus umat dalam meluruskan arah kiblat shalat.
- Semua pihak harus menghormati hasil ijtihad yang berbeda selama dalam persoalan yang menjadi wilayah ijtihad ulama dan bukan masuk ranah pokok akidah, ibadah dan syariah yang konstan dan solid sebagai ciri Islam sebagai agama wahyu yang otentik dan final. Ruang wilayah ijtihadi apalagi terkait fenomena alam seperti hilal mesti perhatikan kaidah ilmiah sains selain kaidah ijtihad yang sudah baku.
- Perbedaan hasil ijtihad adalah kekayaan khazanah intelektual umat Islam yang patut disyukuri, bukan untuk diratapi atau disesali. Sebab itulah berlaku kaidah suatu ijtihad yang sah tidak boleh dibatalkan oleh ijtihad lainnya dan jika seorang mujtahid benar maka ia mendapat dua pahala dan jika keliru maka ia mendapat satu pahala.
- Penyelesaian ikhtilaf dalam masalah ijtihadi dikembalikan kepada sikap toleransi otentik dan rendah hati untuk menghargai dan menerima perbedaan itu dengan lapang dada, bukan dengan menuding pihak lain dan tidak mau diselesaikan (baca: diseragamkan) dan ingin dilestarikan
- Berapa banyak ijtihad Khalifah Umar bin Khattab yang akhirnya menjadi kaidah beragama dan kebijakan Khalifah Usman bin Affan menyatukan mushaf Qur’an yang awalnya ditentang karena dianggap baru dan tak pernah ada di zaman Rasulullah hidup akhirnya menjadi ijmak ulama dan umat Islam. Jangan kuatir dan takut berlebihan menyikapi hasil ijtihad suatu generasi. Karena itu tidak akan mengubah dan merusak pondasi-pondasi utama bangunan Islam, namun justru semakin mempercantik dan memperindah Islam dari waktu ke waktu dengan kekokohan dan kekenyalan/elastisitas yang sesuai dengan perkembangan sains dan iptek. Wallahu a’lam. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni