Bagaimana Cara Makmum Membaca Surat Al-Fatihah? Format Baru Fatwa-Fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama Oleh Dr Zainuddin MZ Lc MA (NBM: 984477); Direktur Turats Nabawi, Pusat Studi Hadits. Ketua Lajnah Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim.
PWMU.CO – Tanya: makmum yang tidak terlambat mengikuti imam, cara membaca surat al-Fatihah apakah bersama imam, setelah imam, atau bersama imam tetapi lebih cepat?Saya selalu melakukan yang terakhir, apakah tindakan saya ini benar?
Jawab: mengenai bacaan surat al-Fatihah bagi makmum diperoleh beberapa dalil, antara lain:
Hadits Jabir bin Abdullah
وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ – رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَنْ كَانَ لَهُ إِمَامٌ فَقِرَاءَةُ الْإِمَامِ لَهُ قِرَاءَةٌ
Dinarasikan Jabir bin Abdullah ra., Rasulullah saw. bersabda: Barangsiapa memiliki imam, maka bacaan imam itu adalah juga bacaan baginya. (HR Ibnu Majah: 850; Ahmad: 14684; Baihaqi: 2723; Daraqutni: 1233; Thabrani dalam Mu’jam Ausath: 7579)
Hadits Ubadah bin Shamit
وَعَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
Dinarasikan Ubadah bin Shamit ra., Rasulullah saw. bersabda: Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca surat al-Fatihah. (HR Bukhari: 723; Muslim: 394; Abu Dawud: 822; Tirmidzi: 247; Nasai: 911; Ahmad: 22801)
Hadits Ubadah bin Shamit
قَالَ نَافِعٌ: أَبْطَأَ عُبَادَةُ بْنُ الصَّامِتِ عَنْ صَلَاةِ الصُّبْحِ، فَأَقَامَ أَبُو نُعَيْمٍ الْمُؤَذِّنُ الصَّلَاةَ فَصَلَّى أَبُو نُعَيْمٍ بِالنَّاسِ، وَأَقْبَلَ عُبَادَةُ وَأَنَا مَعَهُ، حَتَّى صَفَفْنَا خَلْفَ أَبِي نُعَيْمٍ، وَأَبُو نُعَيْمٍ يَجْهَرُ بِالْقِرَاءَةِ فَجَعَلَ عُبَادَةُ يَقْرَأُ أُمَّ الْقُرْآنِ فَلَمَّا انْصَرَفَ، قُلْتُ لِعُبَادَةَ: سَمِعْتُكَ تَقْرَأُ بِأُمِّ الْقُرْآنِ وَأَبُو نُعَيْمٍ يَجْهَرُ، قَالَ: أَجَلْ صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَعْضَ الصَّلَوَاتِ الَّتِي يَجْهَرُ فِيهَا بِالْقِرَاءَةِ قَالَ: فَالْتَبَسَتْ عَلَيْهِ الْقِرَاءَةُ فَلَمَّا انْصَرَفَ أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ، وَقَالَ: «هَلْ تَقْرَءُونَ إِذَا جَهَرْتُ بِالْقِرَاءَةِ؟»، فَقَالَ بَعْضُنَا: إِنَّا نَصْنَعُ ذَلِكَ، قَالَ: فَلَا، وَأَنَا أَقُولُ: مَا لِي يُنَازِعُنِي الْقُرْآنُ، فَلَا تَقْرَءُوا بِشَيْءٍ مِنَ الْقُرْآنِ إِذَا جَهَرْتُ إِلَّا بِأُمِّ الْقُرْآنِ ،
Nafi’ (bin Mahmud) berkata: Ubadah terlambat shalat Subuh, lalu muadzin mengiqamati shalat dan Abu Nu’aim mengimami umat. Lalu Ubadah dan aku hadir dan kami berbaris di belakang Abu Nu’aim. Waktu itu Abu Nu’aim mengeraskan bacaannya, maka Ubadah pun membaca surat al-Fatihah. Seusai shalat aku bertanya: Aku tadi mendengar anda membaca surat al-Fatihah padahal Abu Nu’aim (imam) membaca dengan keras. Ubadah menjawab: Ya, kami shalat bersama Nabi yang dikeraskan bacaannya, lalu bacaan Nabi terganggu. Seusai shalat beliau menatap kami dan bertanya: Apakah kalian ikut membaca saat aku mengeraskan bacaan? Sebagian kami menjawab: Ya kami yang melakukannya. Maka Nabi saw. bersabda: Jangan kalian lakukan. Kenapa bacaanku selalu diganggu? Janganlah kalian membaca apapun jika aku mengeraskan bacaan, kecuali kalian membaca surat al-Fatihah.
(HR Hakim: 869, 870, 871; Ibnu Khuzaimah: 1581; Ibnu Hibban: 1785, 1848; Ibnu Jarud dalam Muntaqa: 321; Abu Dawud: 823, 824; Tirmidzi: 311; Nasai: 920; Nasai dalam Sunan Kubra: 994; Ahmad: 22694, 22745, 22746, 22750; Baihaqi: 536; Baihaqi dalam Sunan Kubra: 2916)
Catatan: Dalam sanadnya terdapat Nafi’ bin Mahmud yang dinilai tidak diketahui nilai kredibilitasnya, bahkan haditsnya dinilai cacat.
Hadits Abu Hurairah
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّمَا (جُعِلَ) الْإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَإِذَا كَبَّرَ فَكَبِّرُوا، وَإِذَا قَرَأَ فَأَنْصِتُوا
Dinarasikan Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda: Dijadikan imam itu untuk diikuti. Jika ia takbir, maka bertakbirlah. Jika ia membaca, maka dengarkanlah.
(HR Ibnu Majah: 846; Ahmad: 8889).
Catatan: Dalam sanadnya terdapat Muhammad bin Muyassar al-Shagghani yang dinilai dhaif, namun hadits ini memeiliki berbagai kesaksian periwayatan sehingga statusnya menjadi maqbul.
Firman-Nya:
وَإِذَا قُرِئَ الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Apabila al-Qur’an itu dibaca, maka dengarkanlah dan diamlah kamu, mudah-mudahan kamu diberi rahmat. (al-A’raf: 204).
Hadits pertama menerangkan bahwa makmum perlu membaca surat al-Fatihah. Hadits kedua dan ketiga makmum wajib membaca surat al-Fatihah. Hadits keempat dan al-Qur’an surat al-A’raf ayat 204 menerangkan apabila imam membaca ayat al-Qur’an, makmum harus diam dan mendengarkan.
Jadi ada dua ketentuan yang berbeda. Yaitu satu pihak makmum wajib membaca surat al-Fatihah, satu pihak tidak wajib. Dalam ilmu ushul fiqh apabila ada ketentuan hukum yang saling berbeda dalam satu kasus, maka bisa diselesaikan dengan cara kompromi atau tarjih.
1. Metode kompromi. Yaitu mengkompromikan dalil-dalil yang ada. Apabila cara ini diterapkan pada kasus makmum membaca al-Fatihah, hasilnya sebagai berikut:
- Bila imam shalat jahr, maka makmum wajib mendengarkan dan ikut membaca dalam hati bersama-sama dengan imam. Mengamalkan dalil pertama hingga kelima.
- Bila imam shalat sirri, maka makmum wajib membaca surat al-Fatihah, sebagaimana disebutkan dalam dalil kedua.
- Bila imam shalat jahr dan makmum tidak menjumpai al-Fatihah imam, makmum hendaknya mendengarkan bacaan imam. Hal ini dipahami dari dalil pertama, keempat dan kelima.
2. Metode tarjih. Yaitu meneliti mana dalil yang terkuat di antara dalil-dalil yang ada, dan yang terkuat itulah yang diamalkan.
Dalam hal makmum membaca surat al-Fatihah ada beberapa hadits yang menerangkan, baik yang mewajibkan maupun yang tidak, sehingga hadits yang satu memperkuat hadits yang lain. Hadits-hadits tersebut sebenarnya tidak bertentangan dan masih bisa dikompromikan sebagaimana telah diterangkan di atas.
Dengan demikian apa yang dilakukan penanya sudah betul, dalam hal imam membaca secara jahr. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni