PWMU.CO – Indonesia sukses mengendalikan tingkat kemiskinan pada masa pandemi Covid-19. Indikatornya pertambahan kemiskinan berada di bawah prediksi Bank Dunia.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy mengatakan hal itu dalam ASEAN Socio-Cultural (ASCC) Knowledge Forum: Addressing Gaps and Rethinking Pathways to Eradicate Poverty in ASEAN di Hotel Sofitel Nusa Dua, Bali, Ahad (7/5/2023).
Selama pandemi Covid-19, sejumlah negara ASEAN mengalami tantangan sosial dan ekonomi. Perubahan global terjadi dengan cepat sehingga terjadi krisis kesejahteraan. Krisis tersebut berdampak pada daya beli masyarakat yang melemah sehingga berimbas pada peningkatan jumlah penduduk miskin.
Indonesia sendiri juga berjuang dalam menghadapi lonjakan kemiskinan di masa pandemi. Menurut Muhadjir, Indonesia memang mengalami kenaikan kemiskinan di masa Covid-19, dari 9,22% di tahun 2019 menjadi 10,14% di tahun 2020.
“Akan tetapi peningkatan tersebut jauh lebih rendah dari yang diperkirakan World Bank yang memprediksi peningkatan kemiskinan Indonesia mencapai 11-13 persen,” katanya.
Sebagai negara ASEAN yang berhasil mengendalikan kemiskinan di masa pandemi, upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah dengan melakukan sinergi dan keterpaduan antara pemerintah pusat dan daerah, merangkul para pihak baik civitas akademik maupun Lembaga non pemerintah serta masyarakat.
“Upaya tersebut telah berhasil menekan laju angka kemiskinan sehingga tidak melesat tinggi,” ujarnya.
Lebih lanjut, Muhadjir menerangkan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) periode 2020-2024, Pemerintah Indonesia telah menetapkan penghapusan kemiskinan sebagai salah satu prioritas utama, khususnya penghapusan kemiskinan ekstrem.
Kemiskinan Ekstrem
Mencapai target penurunan kemiskinan ekstrem menjadi nol persen pada tahun 2024, telah dikeluarkan Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem yang menjadi dasar kerja sama para pengambil kebijakan dan pemangku kepentingan baik di tingkat pusat maupun daerah.
“Presiden memberikan arahan bahwa dalam situasi apapun komitmen untuk menghapuskan kemiskinan ekstrem harus terus dilakukan. Presiden meminta tingkat kemiskinan ekstrem 0% pada tahun 2024, yaitu enam tahun lebih cepat dari target agenda Sustainable Development Goals (SDGs),” ucapnya.
Kemiskinan ekstrem, katanya, merupakan persoalan multidimensi harus diselesaikan secara sinergi terpadu dengan mengerahkan seluruh sumber anggaran baik APBN, APBD, APBdes dan sumber lainnya yang sah serta pelibatan seluruh pihak pemerintah pusat pemerintah daerah, civitas akademik, dan non pemerintah.
Upaya konvergensi dilakukan pemerintah dalam percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem. Ditegaskan, setiap kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, dan berbagai pihak yang terlibat diminta untuk menggunakan informasi tingkat kesejahteraan yang ada pada data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (data P3KE).
“Upaya penghapusan kemiskinan ekstrem, mulai menunjukkan hasil, BPS merilis bahwa angka kemiskinan ekstrem pada September 2022 sebesar 1,74% turun 0,3 persen poin dari 2,04% di tahun 2022,” ucapnya.
Muhadjir berharap, dengan kegiatan “ASEAN Socio-Cultural (ASCC) Knowledge Forum: Addressing Gaps and Rethinking Pathways to Eradicate Poverty in ASEAN” dapat menghasilkan gagasan dan rumusan langkah strategis guna penanganan kemiskinan yang lebih adaptif, inklusi dan berkelanjutan.
“Forum ini merupakan momentum yang tepat untuk mewujudkan ‘No Poverty’ dengan langkah kolaboratif, sinergi, dan terpadu antara pemerintah, civitas akademik, lembaga penelitian, Lembaga non pemerintah, dan masyarakat dalam mewujudkan Indonesia Maju Sejahtera, ekonomi tangguh, dan manusia di kawasan Asia Tenggara yang sejahtera” ucapnya.
Penulis Nely Izatul Editor Sugeng Purwanto