Komisioner KPAI Diyah Puspitarini: Pernikahan Anak Kunci Lingkaran Setan, Liputan Sayyidah Nuriyah
PWMU.CO – Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Periode 2022-2027 Diyah Puspitarini MPd menjadi salah satu pemateri di seminar Tokoh Perempuan Inspiratif pada Musyawarah Wilayah (Musywil) Ke-12 Nasyiatul Aisyiyah (NA)Timur. Diyah membahas ‘Perlindungan Perempuan dan Anak untuk Masa Depan Bangsa Cemerlang’.
Sebelumnya, ada Wakil ketua DPRD Gresik Nur Sa’idah membahas perempuan dan kepemimpinan. Selain itu, di momen yang sama juga hadir Ketua tim penggerak PKK Kabupaten Trenggalek Novita Hardini membahas kepemimpinan sebagai kunci kemandirian ekonomi perempuan. Ketiganya hadir di Hall Sang Pencerah lantai 8 Gedung I Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG), Ahad (7/5/2023).
Diyah mengungkap, pengaduan paling banyak terjadi di Jawa Timur yang tercatat KPAI ialah kasus kekerasan seksual. Di antaranya banyak terjadi di pondok pesantren dengan memakan korban lebih dari sepuluh anak.
“Dispensasi nikah tertinggi itu di Malang dan Banyuwangi. Dispensasi nikah berarti usia pernikahannya di bawah 18 tahun,” ungkap Ketua Umum Pimpinan Pusat NA Periode 2016-2022 itu.
Diyah lantas menyebutkan nama kota/kabupaten dengan jumlah kasus kekerasan yang tinggi. “Jember, Jombang, Lamongan ini kekerasan seksualnya tinggi. Pasuruan itu kekerasan fisiknya tinggi. Surabaya itu kekerasan seksual dan fisik banyak sekali. Gresik, Situbondo anak disabilitasnya tinggi. Lamongan pekerja anak (tinggi),” urai lulusan S-1 Bimbingan Konseling FIP Universitas Negeri Yogyakarta itu.
Adapun kasus paling banyak di Jawa Timur adalah perkawinan anak. Padahal, kata Diyah, perkawinan anak ialah kunci lingkaran setan. “Yang menikah itu sekolah nggak? Satu, masalah putus sekolah. Mereka bekerja nggak? Kedua, pengangguran,” ungkapnya.
Lulusan S-2 Manajemen Pendidikan Universitas Ahmad Dahlan itu melanjutkan, “Kalau sudah menganggur pasti miskin. Ketiga, kemiskinan. Anak yang dilahirkan dari perkawinan anak 70 persen stunting. Keempat, stunting. Kalau tidak punya uang, merampok. Kelima, kriminalitas.”
Akhirnya dia mengajak kader Nasyiah untuk sama-sama menjaga, jangan sampai keluarga, tetangga, atau lingkungan dekat melakukan perkawinan anak. “Perkawinan anak tidak ada manfaatnya sama sekali!” tegasnya di hadapan 300-an kader Nasyiah se-Jawa Timur siang itu. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni