Kader Nasyiah Harus Cerdas Ambil Bagian di Politik, liputan kontributor PWMU.CO Gresik Ain Nurwindasari
PWMU.CO – Buku Muhammadiyah dalam Pusaran Politik karya anggota DPR RI Komisi X Fraksi PAN Prof Dr Zainuddin Maliki MSi mendapat kritik dari Ketua KPU Jawa Timur Khoirul Anam.
“Mas, saya sudah punya buku Sampeyan. Saya kritik judul buku Sampeyan, Muhammadiyah tidak ada dalam pusaran politik, Muhammadiyah itu di luar pusaran politik,” ujar Prof ZM mengungkap kritikan yang dia terima.
Hal itu dia ceritakan di Musyawarah Kerja Wilayah (Musykerwil) Ke-3 Nasyiatul Aisyiyah Jawa Timur di Universitas Muhammadiyah Gresik (UMG), Jumat (5/5/2023).
“Kalau saudara kita sebelah, punya enam menteri, wakil presiden, punya undang-undang pesantren. Muhammadiyah punya apa? Punya apa kita?” tanya dia retorik.
Sebab dengan undang-undang pesantren ada perayaan hari santri. Ketika perayaan itu, lanjutnya, Muhammadiyah merasa bukan santri.
Kader Nasyiah
Prof ZM menyampaikan, dengan Undang-Undang Pesantren, Menteri Tenaga Kerja bikin program namanya BLK pesantren. “Satu unit 1 miliar. Dianggarkan 1000 unit berarti 1 tahun 1 triliun. Sekarang tahun ke-4 berarti 4 triliun,” ujarnya
“Saya kebagian dua, beasiswa saya. Saya barter 2 miliar ke Komisi IX. Komisi IX memberi saya dua BLK, satu saya taruh di Pondok Entrepreneur Benjeng, yang satu di Karangasem. Saya hanya dapat dua unit, mereka dapat 1000 unit, 1 triliun. Nah ini, tapi karena mereka progresif di politik,” tambahnya.
Menurut Prof ZM, karena banyak di antara mereka menganggap politik itu kotor, maka cenderung menjauhi politik itu. Akhirnya politik itu dikendalikan oleh orang lain.
Maka dari itu, melalui kesempatan ini, Prof ZM mengajak kader Nasyiah ambil bagian dengan cara yang cerdas. “Maksud saya Muhammadiyah tidak terkontaminasi oleh politik yang kotor, tetapi Muhammadiyah punya kader yang bisa mengawal misi Muhammadiyah melalui jalur politik. Ini yang ingin kami tegaskan,” tegasnya.
Melalui sosialisasi pilar kehidupan kebangsaan, Prof ZM menilai mereka harus masuk wilayah politik ini. “Dulu NKRI kutipan lima Pancasila kebinekaan ini adalah buah dari partisipasi kader-kader tokoh Muhammadiyah di politik kebangsaan, sehingga ada rumusan seperti ini. Saya kira itu harus jadi pegangan kita di tengah-tengah Indonesia sekarang ini,” ujarnya. (*)
Co-Editor Ichwan Arif. Editor Sugeng Purwanto.