Ikut Nobar Buya Hamka di Blitar, Begini Kesan Mahasiswa PUTM, liputan Hendra Pornama kontributor PWMU.CO Tulungagung.
PWMU.CO – Kabar Lazismu Kota Blitar Jawa Timur melaksanakan nonton bareng (nobar) film Buya Hamka menyebar hingga ke Kabupaten Tulungagung. Melalui broadcast atau pesan berantai grup WhatsApp, nobar ini menyebar dengan cepat.
Mahasiswa Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) UMY yang sedang melaksanakan pengabdian di Masjid al-Fattah Tulungagung Miftakhul Fauzan langsung mengontak Kepala Kantor Lazismu Kota Blitar Restu Kurniawan untuk diperkenankan ikut nobar.
Menurut Restu Kurniawan, kegiatan ini diikuti oeh 100 orang yang sudah terdaftar melalui list internal Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Kota Blitar.
“Ada yang dari unsur PDM, Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA), koperasi, panti asuhan serta Amal Usaha Muhammadiyah dan Aisyiyah lainnya di Kota Blitar,” ungkapnya.
Tibalah pada hari pemutaran film, Kamis (11/5/2023) pukul 19.30 WIB di CGV Blitar. Dengan semangat Fauzan – sapaan akrabnya, berangkat dari Tulungagung pukul 17.05 WIB dengan diantarkan oleh salah satu amil Lazismu Kabupaten Tulungagung.
Setiba di lokasi nobar, mahasiswa asli Tegal Jawa Tengah ini disambut oleh Kepala Kantor Lazismu Kota Blitar serta PDM, PDA, Hizbul Wathan (HW) dan Tapak Suci Kota Blitar. Sebelum pemutaran film dikumandangkan Mars Muhammadiyah oleh penonton dengan diiringi musik dan gambar dari studio.
Meneladani Buya Hamka
Usai nobar Buya Hamka, menurut Fauzan, ada pelajaran yang bisa dipetik dari pemutaran film ini. Pertama romantisme ilahi. Sosok Raham yang tak hentinya membuat terkesima. Dengan anggun dan elok hatinya, saat menguatkan suami yang sedang dirundung banyak kesulitan.
“Ketegarannya, sifat penerimaannya, serta halus dan indah tutur katanya yang menghidupi ruh dalam diri Buya Hamka. Pelajaran yang bisa diambil, di belakang lelaki yang kuat, ada istri yang hebat,” ungkapnya.
Kedua, lanjutnya, menjadikan tauhid sebagai asas perjuangan dalam menulis dan menghidupkan Muhammadiyah. Ketiga, teguh dan tegar walau dicerca dan difitnah. Istri Buya Hamka pun selalu menguatkan.
“Keempat, pemersatu bangsa. Buya Hamka menjaga penduduk Sumatera dari desakan dan tekanan Jepang dengan menjadi penasihat keagamaan tentara Jepang,” jelasnya.
Terakhir kelima, sambungnya, adalah kesejahteraan hati. Menolak diberi hadiah mobil dari gubernur Jepang saat Jepang pulang karena menyerah pada sekutu.
“Tidak menerima uang dari ceramah, walau didesak oleh kawannya karena beliau memiliki kebutuhan untuk istri dan anaknya. Malah justru Buya Hamka menjual buku-bukunya, baru menerima uangnya. Semoga kita bisa meneladani dari kisah film Buya Hamka,” harapnya. (*)
Co-Editor Sugiran. Editor Sugeng Purwanto