Lima Cara Membangun Jiwa Kepemimpinan: Opini Alfain Jalaluddin Ramadlan, Pengajar Pondok Pesantren Al Mizan Muhammadiyah Lamongan dan Kontributor PWMU.CO Lamongan.
PWMU.CO – Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang diiringi dengan pesatnya kemajuan teknologi, sejarah peradaban manusia telah menunjukkan bukti bahwa salah satu faktor yang menentukan keberhasilan dan keberlangsungan suatu organisasi adalah faktor pemimpin.
Kuat atau tidaknya, berhasil atau tidaknya, maju atu mundurnya suatu organisasi sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan.
Akan tetapi, kepemimpinan yang bagaimana yang dibutuhkan dalam kemajuan dan keberhasilan suatu organisasi. Tentunya dibutuhkan pemimpin ideal.
Kepemimpinan ideal menjadi dambaan atau harapan bagi setiap organisasi, khusunya Muhammadiyah. Hal ini, akan membawa berkah bagi seluruh anggota yang ada di dalamnya.
Seorang pemimpin harus mempunyai jiwa kepemimpinan (leadership) yang matang, sudah pasti mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi pada setiap amanah dan aktivitas yang sudah menjadi tanggung jawabnya.
Akan terasa sukar dan sulit apabila suatu organisasi mengalami kelumpuhan untuk bisa bangkit lagi. Maka dalam hal ini, sangat dibutuhkan manajemen kepemimpinan ideal, yaitu kepemimpinan yang bisa membawa kemajuan dan keberhasilan suatu organisasi. Salah satunya adalah mempunyai pemimpin yang bertanggung jawab.
Selanjutnya, selain dari bertanggung jawab, yang paling utama pemimpin itu harus mempunyai karakter cerdas.
Kecerdasan Seorang Pemimpin
Kecerdasan itu mutlak diberikan kepada manusia oleh Allah SWT, melainkan tidak diberikan kepada hewan. Dengan kecerdasan yang dimiliki, seorang pemimpin akan dapat mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi dalam organisasi. Akan dapat memilih dan menimbang-nimbang mana yang harus didahulukan, dengan kata lain memilih skala prioritas.
Maka hal ini jiwa kepemimpinan sangat penting untuk kita miliki. karena sangat bermanfaat bagi kita dalam melakukan segala hal, apalagi kita menjadi kader Muhammadiyah.
Seperti dalam Shad ayat 26:
يَادَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ (ص:26)
Artinya: “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah SWT. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah SWT akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Shad: 26).
Jadi, jiwa kepemimpinan menjadikan kita lebih mudah dalam melakukan segala sesuatu ataupun berinteraksi dengan orang lain. Jiwa seperti ini tidak dimiliki oleh semua orang, tetapi hanya orang-orang tertentu yang bisa menguasai dirinya dengan baik. Orang yang memiliki jiwa kepemimpinan akan mampu mengondisikan dirinya dengan baik dan juga lingkungan di sekitarnya.
Seperti di dalam sebuah sistem organisasi, seorang pemimpin sangat dibutuhkan untuk mengatur dan mengembangkan sistem keorganisasianya. Seorang pemimpin diharuskan memiliki gagasan strategi yang kreatif dan inovatif dalam mengembangkan dan memajukan organisasi.
Pemimpin dapat dikatakan sukses apabila telah berhasil membawa anggotanya ke kondisi yang lebih baik dibanding sebelumnya dalam hal mempertahannkan ideologi yang lurus dan sebenar benarnya, keilmuan luas dan kompeten serta menjalankan visi misi oraganisasi dengan sebaik mungkin.
Oleh karena itu, menjadi pemimpin yang baik harus dapat mengoptimalkan roda-roda keorganisasianya, memahami bagaimana kondisi dan situasi yang dihadapi disetiap anggotanya, dapat membagi tugas dan kewajibannya dengan baik serta selalu bertindak tegas terhadap bawahannya. Maka dari itu, penting bagi seorang pemimpin untuk membangun jiwa kepemimpinannya.
Namun, menjadi seorang pemimpin dengan jiwa kepemimpinan yang tinggi tidak dapat dilakukan secara mudah. Namun membutuhkan proses yang panjang untuk mencapai hal tersebut.
Seorang pemimpin harus senantiasa belajar dan mengasah kemampuannya, karena seseorang tidak akan berhasil jika tidak mau menyadari kesalahannya dan berusaha untuk berubah serta memperbaiki kesalahan yang ada.
Jiwa kepemimpinan ini dibangun dengan tujuan agar dapat fokus untuk mencapai tujuannya, menjadi bahan untuk evaluasi diri dan agar mampu untuk menguasai diri.
Lima Cara Membangun Jiwa Kepemimpinan
Maka disini penulis akan meberikan lima cara membangun jiwa kepemimpinan dalam diri seseorang.
Pertama percaya diri, suatu sikap atau keyakinan atas keampuan diri sendiri, sehingga dalam melakukan tindakan tidak terlalu sering merasa cemas, merasa bebas untuk melakukan hal-hal yang sesuai dengan keinginan, dan memiliki tanggung jawab atas keputusan dan tindakan yang dilakukan.
Jadi percaya diri membuat kita berani melakukan suatu apapun di sekitar kita, menjadikan semangat bagi kita untuk tampil dengan baik. Sehingga ini menimbulkan sikap optimis bagi diri kita untuk lebih maju.
Karena mempunyai jiwa kepemimpinan, yang paling dasar harus miliki sikap percaya diri. Jika tidak memiliki sikap percaya diri, bagaimana bisa memberikan yang terbaik.
Walaupun orang tidak percaya pada kemampuan kita, tetapi kita harus tetap percaya diri dan optimis terhadap kemampuan kita.
Sebagaimana Allah SWT berfirman Ali Imran ayat 139 yaitu:
وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الْأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. (Ali Imran:139)
Yang Kedua bersikap tegas, sikap tegas sangat penting dalam melakukan berbagai hal. Kita tidak boleh ragu-ragu ataupun takut dalam melakukan sesuatu. Jika yakin kita harus lakukan segera. Namun jika tidak yakin jangan dilakukan. Sikap tegas ini akan membuat kita lebih mudah dalam bertindak. Yang paling penting adalah terlebih kita harus bersikap tegas terhadap diri sendiri, barubsetelah kepada orang lain. Jangan sampai kita bersikap tegas terhadap orang lain, tetapi dengan diri sendiri tidak tegas.
Motivator Mario Teguh pernah mengatakan “Banyak anak muda yang hebat di masa dewasanya, berasal dari anak muda galau yang tegas membaikkan diri”
Yang ketiga bertanggung jawab, bertanggung jawab berarti kita mau menerima segala risiko yang kita lakukan. Sikap tanggung jawab identik dengan berani, karena orang beranilah yang mau bertanggung jawab.
Dengan memiliki sikap tanggung jawab ini membuat kita tahu apa yang kita lakukan itu benar atau salah. Jika itu salah, sikap tanggung jawab akan mendorong kita untuk mampu memperbaiki menuru loncatan yang lebih baik. Jika tidak bertanggung jawab berarti seorang itu bersikap egois dan tidak mau menerima kesalahan yang di lakukannya. Akibatnya sulit untuk maju serta tidak ada harapan dalam mencapai keberhasilan yang diharapkan.
Seorang pemimpin harus berani dalam mengambil risiko atau tanggung jawab. Karena di dalam dunia kepemimpinan terdapat tiga anspek yang penting, yaitu sasaran, risiko dan konsekuensi.
Maka dari itu, seorang pemimpin harus dapat menentukan sasaran yang ingin dicapai, apakah risiko yang akan diambil dan apakah konsekuensi yang akan diterima secara baik dan tepat supaya dapat menghasilkan yang terbaik untuk semua.
Sebagaimana Hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.” (HR al-Bukhari dan HR Muslim).
Menjaga Persatuan dalam Perbedaan
Yang keempat saling menghargai, sikap saling menghargai sangat penting dimiliki oleh pemimpin ketika dalam berinteraksi dengan orang lain. Kita tidak boleh menganggap diri kita yang paling benar ataupun paling tinggi. Tetapi, membersamai serta selalu rendah hati, saling menerima segala pendapat yang ada dan menghargai segala perbedaan yang selaras dalam menuju tujuan yg sama.
Walaupun pendapat kita berbeda, kita harus mengutamakan persatuan dalam perbedaan. Saling menghargai membuat kita dihormati orang lain, begitu juga sebaliknya. Jika kita tidak menghargai orang lain, maka orang lain akan menganggap kita orang yang egois.
Allah SWT berfirman dalam al-Qur’an surat al-Hujurat ayat 11 yaitu:
ﻴﺄيهاالذىن ء امنوا لايسخرقوم من قوم عسىان يكونوا خيرا منهم ولانساء من نساء عسى ان يكن خيرا منهن ولا تلمزوا انفسكم ولا تنابزوا بالالقاب بئس الاسم الفسوق بعد الايمان ومن لم يتب فاولئك هم اظالمون
Artinya : ”Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokan) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan ) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan), dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iamn dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (al Hujurat ayat11)
Yang kelima jadilah orang yang inovatif, untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan, seseorang harus memiliki pemikiran yang inovatif. Karena menjadi pemimpin berarti harus siap untuk menghadapi persaingan-persaingan dengan pemimpin yang lain, senantiasa untuk menerima kritik dan saran dari orang lain dan menjadikannya sebagai bahan evaluasi dan motivasi untuk menjadi individu yang lebih baik dimasa depan.
Pemimpin harus berpikir tentang bagaimana cara yang efektif dan efisien saat menghadapi suatu persoalan. Pemimpin harus bijaksana dan selalu berpikir inovatif supaya dapat membuat metode-metode yang baru dalam mengoperasikan roda keorganisasian dengan tujuan memajukan dan mengembangkan organisasi.
Jadi kesimpulannya untuk membangun jiwa kepemimpinan memanglah tidak mudah dan tidak dapat dimiliki secara instan, namun apabila seseorang bersungguh-sungguh maka mereka tidak ragu untuk belajar dan berusaha dengan keras untuk mendapatkan hal tersebut. (*)
Co-Editor Nely Izzatul Editor Mohammad Nurfatoni