Khutbah Nikah Haedar Nashir pada Besanan Tokoh Muhammadiyah Jatim; Liputan Mahyuddin, kontributor PWMU.CO.
PWMU.CO – Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Dr Haedar Nashir memberikan khutbah nikah pernikahan Najmuddin Tsaqib putra Tamhid Masyhudi, Wakil PWM Jatim periode 2022-2027 dengan Rafiqatul Hikmah putri Nur Cholis Huda, Penasihat PWM Jatim periode 2022-2027 di Masjid An-Nur Komplek Perguruan Muhammadiyah Sidoarjo, Ahad (21/5/23) pagi.
Prof Haedar menyampaikan bahwa pernikahan ini disaksikan beberapa tokoh Muhammadiyah, “Ananda Najmuddin Tsaqib bersama Ananda Rafiqatul Hikmah, Ananda Najmuddin Tsaqib akan menunaikan aqdun nikah, perikatan pernikahan dengan syariat Islam dihadapan ayahanda Bapak Nur Cholis Huda dan Bapak Tamhid Masyhudi,” ucapnya.
“Disaksikan oleh Prof Dr Muhadjir Effendy dan Dr Sukadiono sebagai saksi, dan dihadapan ananda berdua ada jajaran PP Muhammadiyah Dr M Saad Ibrahim, Sekum PP Muhammadiyah Prof Abdu Mu’ti, dan segenap tokoh Muhammadiyah tingkat Wilayah, Aisyiyah, keluarga, kerabat, dan semua hadirin di masjid yang mulia ini,” ujarnya.
Sampaikan Khutbah Nikah
Lebih lanjut Haedar menjelaskan hakikat pernikahan, dengan pernikahan berarti Najmuddin Tsaqib bersama Rafiqatul Hikmah telah mengikat janji yang kokoh, yang sering disebut sebagai pernikahan itu perjanjian yang suci dan agung, pernikahan disebut sebagai ikatan yang suci karena aqdun nikah, dengan landasan syariat Islam, dan dasarnya adalah mengikat di hadapan Allah, atas nama Allah. Seluruh ikatan itu akan selalu berada dalam muraqabah, pengawasan Allah, sekaligus juga berharap ada mahabbah, maghfirah, ridha dan karunian-Nya
“Pernikahan disebut sesuatu yang agung, atau luhur, karena Allah sendiri menempatkan pernikahan sebagai satu dari ayat-ayat Allah bersama dan setara dengan penciptaan langit, bumi , semesta ciptaan-Nya,” jelasnya.
Tidak ada peristiwa yang disepadankan dengan penciptaan sunnatullah yang begitu agung, bahkan secara khusus pernikahan disebut ikatan yang kokoh. Di mana ikatan yang kokoh itu dasarnya adalah tujuan.
“Ananda berdua dan semua setiap muslim yang mengikat pernikahan bertujuan untuk membentuk keluarga sakinah, mawaddah, warahmah, karena suci, agung, dan kokoh, maka niati secara tulus, dan ikhtiarkan setelah aqdun nikah itu untuk menjaga ikatan yang suci, kokoh, dan agung itu agar tetap awet bertahan. Agar tetap terjaga ikatan pernikahan yang mulia dan luhur itu,” pesan Haedar.
Tiga Hal Terkait Pernikahan
Haedar juga menyampaikan tentang tiga hal tentang pernikahan. Pertama, jadikan iman dan takwa sebagai pondasi kokoh dalam berumah tangga, An-Nisa ayat satu maupun ar-Rum ayat 21 dan seluruh perintah dan ajaran tentang berumah tangga sejatinya dasar utamanya adalah ketakwaan dan iman kepada Allah. “Yakni keluarga yang di dalamnya hidup ruh iman, ruh taqwa, insyaallah mencapai sakinah, mawaddah, warrahmah,” terangnya.
Haedar mengatakan, satu dimensi dari takwa adalah ruqayyah, senantiasa cermat saksama, baik dalam menjalankan perintah Allah, menjauhi larangan-Nya, maupun dalam menunaikan tugas-tugas kewajiban dan hak berumah tangga. “Kesaksamaan akan membuat kita kokoh untuk tidak lalai dan abai, sering keluarga retak karena kita tidak ruqayyah, tidak saksama,” tuturnya.
Kedua, mahabbah, cinta yang melampaui atas nama Allah, cinta itu melahirkan ketulusan bercinta dan pengorbanan. Dalam dinamika menggeser cinta mawaddah menjadi warrahmah. Cinta mawaddah adalah cinta ragawi, maskulin, cinta pada hal-hal yang luar, yang itu sunnatullah melekat jiwa manusia, antara laki-laki dan perempuan diberi cinta mawaddah, cinta maskulin.
“Seiring dengan perjalanan waktu dan kematangan berumah tangga, geser cinta maskulin itu menjadi cinta feminism yang warahmah, yang penuh dengan ketulusan, selalu memberi dan tidak pernah menuntut, dan melampaui samudra. “Keduanya diikat oleh mahabbah kepada Allah. Jika dua nilai itu kokoh, insyaallah akan mengantarkan pada kehidupan keluarga yang diidamkan.” Kata Haedar.
Ketiga, pondasi yang bersifat relasi bahwa pengantin hari ini, sebulan ke depan, setahun ke depan, tentu dalam suasana yang serba indah, tetapi seiring berjalannya waktu akan menghadapi masalah, dalam dinamika kehidupan, jadikan masalah, sebagai bagian dari hukum kehidupan dan sunnatullah, maka kuncinya adalah senantiasa berbuat baik.
Turunkan Ego
“Ananda biarpun sudah saling mengenal, tetapi mengikat hidup berumah tangga selalu ada dinamika, karena perbedaan, dan lain sebagainya. Kuncinya adalah selalu menjalin hubungan dan penyelesaian ketika ada masalah dengan makruf, saling berbagi, peduli, mengalah, dan menurunkan ego,” terang Haedar.
Di luar tiga hal itu ada satu yang perlu diwaspadai, yakni fitnah dunia, harta, tahta, dan segala hal yang menyangkut kehidupan dunia, itu bagian dari kehidupan, tetapi saksamalah dalam menghadap, sesuatu yang biasanya berlebihan, akan menjurus pada fitnah dan masalah.
“Dengan tiga hal yang positif tadi, satu hal yang negatif akan bisa dihadapi dengan dan sesuai perjalanan waktu ananda nanti, mengarungi, menjalani hidup berumah tangga. Insyaallah ananda sekalian dengan bekal ilmu, didikan kedua orang tua, dan lingkungan yang baik maka hidup berumah tangga, ananda akan berjalan sebagaimana mestinya, mampu mengarungi dinamika dan masalah,” ucapnya.
Terakhir, Haedar berpesan hal yang perlu diingat bahwa ananda menikah menyatukan dua keluarga yang harus selalu dipupuk dengan sikap birulwalidain, insyaallah dengan birrulwalidain kepada kedua orangtua, dan kerabat yang disatukan oleh ikatan pernikahan ini, maka hidup berumah tangga kan tumakninah, sakinah, mawadah, warahmah. (*)
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.