PWA Jatim: Aisyiyah Harus Hayati Risalah 7 Karakter Perempuan Berkemajuan, liputan kontributor PWMU.CO Gresik Ain Nurwindasari
PWMU.CO – Pimpinan Aisyiyah diharapkan dapat menjiwai pesan yang terkandung di dalam Surat Ali Imran ayat 110. Ayat ini mendorong agar umat Islam menjadi umat yang terbaik dan pemberi teladan yang utama bagi umat lainnya.
Hal itu disampaikan oleh Ketua Pimpinan Wilayah Aisyiyah (PWA) Jatim Hj Rukmini MAP saat menyampaikan amanat sesuai pengukuhan Pimpinan Daerah Aisyiyah (PDA) Kabupaten Gresik periode 2022-2027.
Dia menyampaikan, Aisyiyah yang saat ini membawa misi utama perempuan berkemajuan yang mencerahkan peradaban bangsa harus memiliki fondasi spiritual.
“Maka Surat Ali Imran ayat 110 itu harus dijiwai, karena kita akan memberikan kepada anggota untuk contoh,” ucapnya.
Dia lantas membacakan Surat Ali Imran ayat 110, Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.
“Bahwa kehadiran kita di dunia ini, karena kita dilahirkan untuk mengurus ummat. Yang materinya ada 3, mengajak kepada yang makruf, mencegah yang munkar, dan mengajak beriman kepada Allah,” jelasnya.
Rukmini juga berpesan agar kepemimpinan di Aisyiyah dijalankan secara kolektif kolegial sebagaimana yang sudah lazim dilakukan di persyarikatan Muhammadiyah sejak didirikan oleh KH Ahmad Dahlan.
“Kadang-kadang di kepemimpinan ada yang bagian komentator. Kita ini kan kolektif kolegial, jadi nggak boleh dalam satu kepemimpinan itu saling kritik mengkritik tapi ayok kita lakukan bersama-sama,” ucapnya.
Menurutnya jika ada anggota Aisyiyah ingin menyampaikan suatu usul bisa dilakukan secara tertulis disertai langkah-langkah yang harus dilakukan.
Nasihat selanjutnya yang disampaikan oleh Rukmini kepada Pimpinan di Aisyiyah Gresik ialah agar dalam berbicara tegas tapi sopan.
“Ketiga, kalau kita bekerja, saya pernah ditanya driver grab, kantornya megah sekali, bayarannya berapa. Dikira pejabat provinsi, dapat bayaran. Kalau di Muhammadiyah terlebih di Aisyiyah, yo urunan,” lanjutnya.
Teladani Nyi Walidah
Rukmini lantas mengajak Pimpinan untuk meneladani Nyi Walidah. Namun dia menyayangkan di sekolah-sekolah Muhammadiyah maupun Aisyiyah kurang mengenalkan figur Nyi Walidah.
“Kurang ada di kelas-kelas dikenalkan, yang dikenalkan Kartini, Cut Nyak Dien, daripada Nyi Walidah,” ungkapnya.
Menurut Rukmini Nyi Walidah merupakan pahlawan nasional yang sangat patut diteladani dengan berbagai macam upaya yang dilakukan pada masanya sebagai seorang pejuang di kalangan perempuan.
“Apa yang beliau lakukan, pikiran-pikiran yang beliau usul, terkait dengan orang menikah itu harus ada suratnya, itu adalah ide-ide dari Nyi Walidah, kemudian kepanduan putri. Kemudian membuat Aisyiyah boarding school.”
Rukmini melanjutkan, “Kemudian terbitnya Majalah Suara Aisyiyah. Berkembang dalam tiga bahasa. Beliau sebagai perempuan berani menyuarakan pendapatnya bahkan di depan ulama,” imbuhnya.
Rukmini lantas menjelaskan makna dibacakannya dua kalimat syahadat pada prosesi pengukuhan. Menurutnya hal itu sebagai landasan dalam berkomitman di Aisyiyah.
“Yang pertama syahadat tauhid, itu berkaitan dengan niat. Walaupun kita berprestasi jangan berharap pujian, celaan iya. Jangankan salah, benar pun disalahkan. Kedua, seluruh aktivitas yang kita lakukan dalam barorganisasi ittiba’ kepada Rasulullah,” terangnya.
Pesan selanjutnya yang disampaikan oleh Ketua PWA Jawa Timur tersebut ialah agar pimpinan tidak rangkap jabatan di level yang berbeda.
“(PWA) Jawa Timur telah mengambil langkah kebijakan, kalau sudah masuk di 11 pimpinan wilayah, maka jangan mencalonkan lagi di pimpinan daerah, kalau sudah masuk di 11 pimpinan daerah, jangan mencalonkan lagi di pimpinan cabang. Yang sudah terpilih di 7 pimpinan cabang, jangan mencalonkan lagi di pimpinan ranting,” tegasnya.
Rukmini berpesan agar Pimpinan Aisyiyah mengkaji dan menghayati kembali risalah perempuan berkemajuan, terutama menerapkan 7 karakter perempuan berkemajuan.
“Iman dan takwa, taat beribadah, akhlakul karimah, berpikir tajdid, amaliah shalihah, berfikir wasathiyah, bersifat inklusif,” tegasnya.
“Mudah-mudahan dengan dikukuhkannya tadi kita menjadi matahari yang 24 jam harus menyinari. Matahari itu simbol makhluk Allah yang tidak pernah mutungan. Mencerahkan kehidupan,” tandasnya. (*)
Co-Editor Ichwan Arif. Editor Mohammad Nurfatoni.