PWMU.CO – Kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok telah banyak menyita energi ummat muslim.Sudah puluhan kali ummat Islam menggelar demo dan tentunya sudah sekian banyak uang dikeluarkan untuk membela agama. Namun yang terjadi, ummat Islam justru disudutkan sebagai kelompok radikal. Dan yang paling parah, ada kesan ummat Islam justru dibentur-benturkan sesama ummat Islam sendiri.
Itulah harga mahal yang harus diterima ummat Islam hanya karena ingin membela agamanya. Meski sebagai mayoritas, ummat Islam sepertinya tidak berdaya karena terus dihantam kanan kiri dan dibentur-benturkan sesama muslim sendiri. Tentu ini, memunculkan kerawanan perpecahan ummat Islam. Sikap saling serang antar tokoh dan pendukung di sosmed menjadi bukti gejala kerawanan itu.
Kita tidak tahu bagaimana ending ummat Islam di tanah air. Lepas dari itu, apa yang terjadi di Jakarta merupakan satu dari sekian kasus yang kini menjadi fenomena di kalangan ummat Islam. Bila menengok secara global di dunia Internasional, fenomena yang menimpa ummat muslim lebih miris lagi. Berbagai macam kejadian menimpa ummat Islam, mulai dari kasus pembantaian ummat Islam di Myanmar dan Palestina, perang Siriah, hingga masih adanya bayang-bayang pengusiran ummat Islam dari negeri Paman Sam pasca terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat (AS).
Melihat berbagai persoalan itu, bisa dimaklumi bila ada sebagian ummat Islam kini bingung dan pesimis terhadap masa depan hidup ummat Islam. Namun lepas dari apapun persoalan yang menimpa, ummat Islam mestinya tetap berfikir positif (positif thinking) karena pikiran positif itulah yang akan mengantarkan pada tujuan baik. Sama seperti kaidah hukum alam, apapun yang terjadi di alam ini, bukan menjadi penentu akhir dari hidup dan kehidupan, tapi manusialah yang jadi penentunya. Karena tidak sedikit capaian hebat di dunia ini justru lahir dari persoalan dan kepahitan.
Peristiwa di laut bisa menjadi sebuah analogi. Di laut, satu kapal berlayar ke timur, yang lain ke barat. Padahal tiupan angin dan ombaknya sama. Layar inilah yang menentukan arah kapal kemana pergi. Begitu juga jalan nasib manusuia. Layaknya sebuah kapal di lautan, dalam mengarungi kehidupan, jiwa inilah yang menentukan tujuan, bukan ketenangan atau pertengkarang.
Orang-orang hebat seperti Thomas Alva Edison, Henry Ford, Christoper Columbus, dan lainnya telah membuktikan. Dari hukum itu akhirnya lahir rumus; kesuksesan adalah keyakinan. Keyakinan menjadi dasar dari segala sesuatu yang diharapkan, dan bukti dari segala sesuatu yang tidak terlihat.
Bila tak percaya, tidak bisa dipaksa. Tapi paling tidak, ada kisah yang bisa mengilustrasikan itu semua, yakni kisah foto Harold Lioyd. Itu adalah kisa yang menggambarkan seorang anak desa minder. Tak hanya itu, dia pun sampai takut pada bayangannya sendiri. Tak heran bila anak tersebut menjadi sasaran olok-olokan (bully) teman-temannya di kampung.
Sampai suatu hari neneknya memberi jimat. Si nenek meyakinkan cucucnya kalau jimat itu pernah disimpan kakeknya pada masa Perang Saudara. Jimat itu bisa membuat pemiliknya menghilang. Tidak ada yang bisa melawan dan menyakiti, kalau jimat itu dipakai.
Anak desa itu percaya pada neneknya.Saat berikutnya ketika anak kampung mengganggunya, anak desa itu melawan, hingga tak seorang pun berani mengolok-oloknya lagi. Dalam waatu tidak lama, anak desa minder itu pun menjelma menjadi anak paling berani di desa itu.
Lalu sewaktu neneknya merasa bahwa dia sudah benar-benar pulih, dia menceritakan yang sesungguhnya kalau jimat itu hanya sepotong barang bekas yang dipungut di pinggir jalan. Neneknya tahu yang dibutuhkan cucunya hanyalah keyakinan pada diri sendiri, kepercayaan bahwa ia mampu melakukan semua.
Kisah ini sepertinya mengingatkan kita terhadap fenomena jimat yang masih menggejala di sekitar kita. Termasuk yang belakangan terjadi pada fenomena Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Jangan-jangan, asal usul munculnya jimat ya seperti itu? Benda atau sesuatu itu sebenarnya hanyalah benda biasa, tetapi dibumbuhi orang-orang pintar atau yang dianggap pintar agar si pemegang yakin dan percaya saja.
Hingga tidak jarang dari kita pun dengan bangganya memakai jimat; ada yang berupa kalung, akik, keris, atau lainnya yang dianggap ‘sakti’, padahal itu hanyalah benda biasa. Bila diingat, lucu juga kalau menjumpai teman seperti itu. Karena yang sakti ternyata bukan benda jimatnya tetapi dirinya sendiri, di dalam dirinya yang sebenarnya memiliki kekuatan luar biasa, cuma tidak digali karena tidak tahu ada potensi hebat di dalam dirinya.
baca juga: Makna Kehidupan Hakiki
Semoga ini bisa disadari oleh ummat Islam. Sehingga, seberapa pun persoalan yang menimpa saat ini, bukan menjadi penghalang untuk maju dan menjadi ummat hebat. Apa pun yang terjadi belakangan ini tak ubahnya hanya angin di laut, yang justru bisa dimanfaatkan untuk kemajuan. Bila para pelaut menganggap air laut itu sebuah bencana, maka tak akan ada kapal yang berlayar. Semoga bermanfaat. #Jumatbarokah.
Penulis: Roudlon Fauzani anggota LIK PWM Jatim