PWMU.CO – Guru Besar Politik Islam FISIP UIN Jakarta M. Din Syamsuddin mengatakan Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan Kepala Staf Kepresidan (KSP) Jenderal (Purrnawirawan) TNI Moeldoko ke Mahkamah Agung (MA) atas kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat patut dinilai merusak demokrasi Indonesia.
“Seseorang yang bukan anggota partai dan tidak memiliki kartu anggota yang sah dapat merebut keketuaan partai, dan setelah dinyatakan salah oleh pengadilan masih mengajukan PK ke Mahkamah Agung,” kata Din daam pernyataan tertulis yang diterima PWMU.CO, Selasa (6/6/2023) malam.
“Apalagi, menurut berita, dia tidak mendasarkan PK-nya atas novum (bukti baru). Hal ini dapat dinilai dari sudut etika politik sebagai pembajakan demokrasi, yaitu seseorang melalui rekayasa permusyawaratan merebut kepemimpinan partai, dan setelah dinyatakan kalah oleh pengadilan masih ngotot mengajukan PK tanpa bukti baru yang meyakinkan,” terangnya.
Din Syamsuddin menyampaikan, mungkin ada keyakinan bahwa MA akan mengabulkannya mengingat posisinya yang strategis di lingkungan Istana Presiden yaitu sebagai Kepala Staf Presiden.
“Namun publik meyakini bahwa para hakim yang berkomitmen kepada kebenaran dan kejujuran di Mahkamah Agung tidak akan mengabulkannya,” tegasnya.
Dalam kaitan ini, lanjut Din Syamsuddin, Presiden Joko Widodo seharusnya tidak diam tapi harus menegur bawahannya yang melanggar etika politik.
“Kalau tetap didiamkan maka akan mudah dituduh Presiden ikut bermain dan cawe-cawenegatif dan dekonstruktif. Cukup luas dugaan bahwa semuanya itu adalah bagian dari upaya menjegal Partai Demokrat agar tidak qualified mengusung atau mendukung pencalonan Anies Baswedan sebagai calon presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan,” ungkap dia.
Din Syamsuddin menegaskan, jika hal demikian terjadi maka itulah yang disebut sebagai penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) yang sangat bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila.
“Saya yakin perilaku itu akan mendapatkan penolakan dari rakyat yang cinta kejujuran dan keadilan. Sebaiknya Moeldoko mundur dari ambisinya, dan Presiden Joko Widodo harus menegurnya. Bukan diam tanda setuju,” kritik Din.
Belum Diproses
Mengutip kompas.com, permohonan PK Moeldoko telah terdaftar dengan nomor perkara 128 PK/TUN/2023 dengan status dalam proses distribusi. Berkas perkara yang diajukan Jenderal Purnawirawan TNI itu masuk ke MA dari Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) pada 15 Mei 2023.
“Berdasarkan tampilan info perkara tersebut tanggal distribusi dan majelis masih kosong, maka kemungkinan tengah dalam proses usul edar,” papar Suharto, Pejabat Humas MA “Nanti setelah terdistribusi ke majelis, baru majelisnya menetapkan hari sidang setelah dipelajari,” jelas Hakim Agung MA tersebut.
MA sebelumnya menolak kasasi kubu Moeldoko atas keputusan pemerintah yang menolak kepengurusan Partai Demokrat hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Deli Serdang pada 5 Maret 2021.
Menurut Suharto, MA belum memproses permohonan PK yang diajukan Moeldoko terkait kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat.
Dia menjelaskan, pemeriksaan perkara di MA membutuhkan waktu dalam proses distribusi. Akan tetapi, MA hanya memiliki waktu tiga bulan untuk mengadili perkara yang majelis hakimnya telah ditentukan oleh ketua kamar perkara.
“Berdasarkan SK KMA 214 /SK/XII/2014, (perkara yang) mulai masuk MA sampai kirim kembali ke Pengadilan Pengaju 250 hari. Tapi kalau Musyawarah dan pengucapan putusan 90 hari,” kata Suharto Rabu (6/6/2023). (*)
Editor Mohammad Nurfatoni