PWMU.CO– Perempuan menjadi topik tausiyah Ketua PDM Kota Pasuruan Drs Abu Nasir MAg acara Milad Aisyiyah ke 106 di Aula Gedung Dakwah, Ahad (11/6/2023).
Abu Nasir mengatakan, langsung to the point memanfaatkan waktu yang diberikan kepadanya untuk ibu-ibu Aisyiyah di acara milad yang digelar PDA Kota Pasuruan itu.
Ibu-ibu, menurut Ustadz Abu, adalah orang yang spesial yang terus diberi waktu dan ruang untuk bisa mengekspresikan dirinya sebagai perempuan teladan.
Menurut dia, berbicara Aisyiyah tidak lepas dari peran wanita. Sesuai tema milad, perannya juga berat yaitu mencerahkan peradaban bangsa.
”Perempuan itu makhluk paling seksi menurut Ahmad Dhani,” kata Ustadz Abu. ”Pencapaian prestasi Putri Ariani yang mendapat Golden Buzzer American’s Got Talent juga penuh perjuangan.”
Semua itu ada proses. Membutuhkan talenta, kerja keras dan proses untuk memperbaiki. ”Telaten, sabar, tekun, sareh, tidak gampang cugetan, nesuan, ngamukan, dan ngambulan,” seloroh Abu Nasir yang langsung bikin tawa seisi aula.
Ustadz Abu melanjutkan, wanita digunakan dalam al-Quran untuk menamai sebuah surat yang keempat, yakni an-Nisa.
Rasulullah menetapkan wanita dalam tempat paling tinggi. Surga itu berada pada telapak kaki ibu. ”Pernyataan Rasulullah menggetarkan. Begitu mulia dan tinggi kedudukan seorang wanita dalam Islam,” katanya.
Wanita juga menjadi saka guru nilai-nilai akhlak dan moral anak-anak di setiap umat pada generasinya.
اِنَّمَاالأُمَمُ الأَخْلَاقُ مَا بَقِيَتْ فَا ءِنْ هُمُوْاذَهَبَتْ اَخْلَا قُهُمْ ذَهَبُوْا
Artinya, kekalnya suatu bangsa selama kekalnya akhlak, jika akhlaknya lenyap, musnah pula bangsa itu.
Jika moral, sopan santun, dan akhlak anak-anak hilang, maka hilanglah kejayaan suatu bangsa. Tegak, bangun, jatuh runtuhnya sebuah negara dan bangsa terletak pada akhlak anak-anak bangsa.
”Akhlaknya terletak pada madrasah pertama dan utama di rumah dan keluarga. Yaitu pada seorang ibu. Sesuai dalam Mars Aisyiyah, yakni wanita itu tiangnya negara,” tandasnya.
KH Ahmad Dahlan, kata dia, mendirikan Muhammadiyah tidak sekadar menggantungkan tegaknya Islam pada kaum laki-laki. Juga memberi insiatif dan ide kepada istrinya, Nyai Walidah, untuk menggerakkan wanita muslim agar memiliki peran yang sama dengan kaum laki-laki.
Tahun 1914 kelompok pengajian muslim (majelis taklim) di daerah kraton dan sekitarnya dikumpulkan untuk mendirikan Sapa Tresna. Dalam Bahasa Jawa kata sapa artinya siapa , dan tresna artinya cinta.
Kelompok pengajian ini memberikan resonansi sehingga banyak wanita berbondong-bondong masuk dan bergabung. Di antaranya Siti Dawimah, Siti Dalalah, Siti Bayyinah, termasuk Nyai Wallidah.
”Rata-rata namanya Siti-Siti-Siti. Menggiring masyarakat memberi tambahan nama Siti pada nama istri Nabi Ibrahim. Siti Hajar dan Siti Sara. Padahal nama aslinya tidak memakai kata Siti,” ujarnya.
Kelompok pengajian Majelis Taklim Sapa Tresna, tanggal 17 Mei 1917 bertepatan hari Isra Mikraj, 27 Rajab 1335 H berganti menjadi sebuah gerakan wanita yaitu Aisyiyah. Pimpinan pertama adalah Nyai Walidah.
Nama Aisyiyah adalah ide dari H Fakhrudin yang terinspirasi dari istri Rasulullah, Aisyah, putri Abu Bakar ash-Shiddiq. Bertujuan untuk menjadi pengikut Aisyiyah radhiyallahu anha dan juga pengikut Rasulullah saw.
Sosok Aisyiyah adalah istri Nabi Muhammad yang alim, taat, dan penutur hadits terbanyak urutan keempat yakni 2.210 hadits. Penutur terbanyak Abu Hurairah sebanyak 5543 hadits, disusul Umar bin Khattab, dan Annas bin Malik.
Abu bertanya pada hadirin,”Ibu-ibu hafal berapa?” Spontan langsung terdengar tertawa, karena malu belum hafal.
Tausiyah Abu Nasir pada momen ini menggugah cara pikir dan pola pandang bagaimana wanita mencerahkan peradaban bangsa sesuai dengan temanya.
Wanita bukan sekadarnya
Wanita muslim bukan apa adanya
Wis cukup ngene wae thok
Surga manut neraka katut
Kanca wingking
”Paradigma di atas harus diubah. Wanita itu harus berdiri untuk membela dirinya sendiri dan wanita lainnya, serta membela Islam. Untuk mencerahkan peradaban bangsa,” ujarnya.
Juga ditunjukkan pada al-Quran surah at-Taubah ayat 71 tentang amal wanita yang kedudukannya sama dengan kaum laki-laki.
”Orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, melaksanakan shalat, menunaikan zakat, dan taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah.”
Penulis Indriati Catur Rini Editor Sugeng Purwanto