Pemimpin Lemah dan Anak Buah yang Tak Tahu Diri oleh Ikhwanushoffa, Direktur Lazismu Jawa Tengah
PWMU.CO– Islam sebenarnya sudah selesai konsep pembagian tugas dalam jamaah. Saya menggunakan diksi jamaah karena bahasan ini di luar konteks fiqh siyasah bernegara. Supaya batasan masalahnya jelas.
Kaidahnya sangat jelas. Rasulullah saw bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya kami tidak akan memberikan jabatan bagi orang yang meminta dan yang rakus terhadapnya.” (HR Muslim)
Ternyata dibutuhkan karakter leader yang kuat untuk memegang arahan Rasul saw tersebut. Pemimpin yang mudah dirongrong bawahan, apalagi tersangkut utang balas budi ketika pemilihan telah membuatnya lemah. Pemimpin lemah sangat biasa berawal dari ambisinya waktu pemilihan, bernafsu sekali banyak suara yang memilihnya.
Pun karakter anak buah yang memasukkan kepentingan pribadinya dalam sebuah jabatan, ujungnya sering menjadi bagian dari masalah daripada penyelesai masalah. Tak malu meneror pimpinan untuk meminta posisi.
Abdurrahman bin Samurah berkata, Rasulullah saw bersabda kepadaku, “Wahai Abdurrahman, janganlah kamu meminta jabatan, sebab jika kamu diberi jabatan karena permintaan maka tanggung jawabnya akan dibebankan kepadamu. Namun jika kamu diangkat tanpa permintaan, maka kamu akan diberi pertolongan.” (HR Muslim)
Jabatan itu amanah. Sesungguhnya bersyukur bila tidak diberi amanah. Berarti dikurangi beban hisab esok di akhirat. Namun anehnya jabatan dianggap kemudahan. Padahal kalaupun ada kemudahan itu hanya di dunia.
Pemimpin akan dihisab akan kekuatan karakternya dalam memimpin. Anak buah akan dimintai pertanggungjawaban akan keikhlasan ketika dipakai maupun tidak dipakai.
Kita mestinya menyadari. Bahwa menjadi manusia biasa itu istimewa. Menjadi memiliki ruang mendo’akan siapapun dengan lebih bebas tanpa disibukkan tugas-tugas. Tetap bisa menjadi manusia sukses di hadapan Gusti. Jabatan kok diminta, itu adalah perilaku absurd bagi kaum yang berpikir.
Wallahu a’lam.
Editor Sugeng Purwanto