PWMU.CO – RUU Kesehatan Omnibus Law dibawa ke sidang paripurna DPR dimintakan pengesahan, Selasa (20/6/2023). Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi PKS menolak. Tujuh fraksi setuju.
RUU Kesehatan Omnibus Law masih menjadi polemik. Ditolak oleh tenaga kesehatan hingga mogok kerja. Organisasi profesi kesehatan juga meminta RUU itu dibatalkan.
Melihat semangat DPR membawa RUU bermasalah dalam sidang DPR, Ketua Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur Dr Mundakir mengatakan, menghormati keputusan DPR bila tetap mengesahkan RUU Kesehatan itu meskipun menimbulkan pro dan kontra.
”Kami yakin dan berharap aspirasi yang disampaikan oleh organisasi profesi serta teman-teman tenaga medis dan Nakes tetap menjadi perhatian bagi DPR maupun pemerintah, melalui turunan-turunan dari UU yang disahkan baik berupa peraturan pemerintah, peraturan menteri,” kata Mundakir yang juga Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya (UMSurabaya).
Dia mendukung spirit RUU Kesehatan ini yang ingin memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat secara merata, accessible, dan berkualitas melalui ketersediaan tenaga spesialis yang cukup.
”Adanya konsep hospital based education dalam kebijakan akselerasi SDM Spesialis menjadi peluang bagi jaringan RSMA untuk turut ambil peran dalam kebijakan tersebut. Bukan hanya peluang dalam penyelenggaraannya namun juga peluang untuk mendapatkan tenaga spesialis yang cukup,” tuturnya.
Dia berharap dalam pelaksanaan UU ini dapat memberikan perhatian terhadap kesejahteraan dan perlindungan hak-hak tenaga medis dan tenaga kesehatan dalam menjalan tugas profesinya.
Sementara tim ahli Majelis PKU PWM Jatim dr Sholihul Absor MKes menyampaikan pengesahan RUU Kesehatan bermasalah ini lebih karena target saja, tanpa memedulikan masukan stakeholder regulasi.
”Prosesnya terburu-buru, cacat proses. Keberatan utama ada pada keadilan mendapatkan perlindungan hukum. Tenaga medis sangat mudah dituntut. Nanti akibatnya terjadi praktik defensive medicine,” katanya.
Tenaga medis, sambung dia, akan melakukan tata laksana medis yang rumit agar tidak kena tuntutan, akibatnya nanti terjadi prosedur yang rumit dan berbiaya mahal.
Sebelumnya lima organisasi profesi terdiri dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) akan mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) hingga opsi mogok kerja jika DPR mengesahkan UU Kesehatan.
”Prinsipnya, ada langkah advokasi yang akan terus kita lakukan, opsi mogok tetap menjadi satu pilihan yang bukan tidak mungkin akan kita lakukan,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Adib Khumaidi, dalam konferensi pers di Jakarta, Senin.
Menurut Adib hal yang disayangkan dalam pembahasan RUU Kesehatan ialah tidak adanya keterlibatan dari masyarakat, dalam hal ini adalah organisasi profesi bidang kesehatan yang akan mengalami dampak langsung terhadap regulasi tersebut.
“Kita tidak ingin ada regulasi yang membuat polemik dan membuat tidak nyaman kepada masyarakat. Konten di RUU Kesehatan saat masuk Panja DPR, kami tidak tahu isi yang dibahas. Kami tidak tahu masukan kami diterima juga atau tidak. Karena kita harus melihat isi RUU ini apakah sudah memenuhi aspirasi kami,” tegasnya.
Adib juga menilai bahwa RUU Kesehatan ini juga telah menghilangkan peran organisasi profesi yang disebutkan oleh Adib bakal merugikan masyarakat terkait etik dan kompetensi masing-masing dokter yang selama ini dipantau ketat oleh organisasi profesi.
Penulis/Editor Sugeng Purwanto