Bolehkah yang Demikian?
Kembali kepada tujuan utama kurban ialah mendekatkan diri kepada Allah dengan cara menyembelih hewan kurban. Di dalam al-Hajj ayat bahkan disebutkan bahwa menyembelih unta (maupun hewan kurban lainnya) merupakan syiar Islam.
وَالْبُدْنَ جَعَلْنٰهَا لَكُمْ مِّنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِ لَكُمْ فِيْهَا خَيْرٌۖ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلَيْهَا صَوَاۤفَّۚ فَاِذَا وَجَبَتْ جُنُوْبُهَا فَكُلُوْا مِنْهَا وَاَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّۗ كَذٰلِكَ سَخَّرْنٰهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
“Dan unta-unta itu Kami jadikan untuk-mu bagian dari syiar agama Allah, kamu banyak memperoleh kebaikan padanya. Maka sebutlah nama Allah (ketika kamu akan menyembelihnya) dalam keadaan berdiri (dan kaki-kaki telah terikat). Kemudian apabila telah rebah (mati), maka makanlah sebagiannya dan berilah makanlah orang yang merasa cukup dengan apa yang ada padanya (tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami tundukkan (unta-unta itu) untukmu, agar kamu bersyukur.”
Yang terpenting dalam hal ini ialah bahwa tata cara yang ada pada penyembelihan hewan kurban juga merupakan bagian yang tidak mungkin dapat dipisahkan dari ibadah kurban itu sendiri. Mulai dari pemilihan hewan kurban, adanya larangan (meskipun bersifat makruh) memotong kuku sebelum hewan kurban disembelih, memilih alat potong yang tajam, menghadapkan hewan kurban ke arah kiblat, dan seterusnya hingga adanya bagian hewan kurban yang tidak hanya untuk orang lain tetapi juga untuk shahibul kurban.
Oleh karena itu penulis berpendapat bahwa ibadah kurban di samping memiliki nilai sosial yang sangat penting ialah menyembelih hewan kurban itu sendiri, sehingga tidak dapat digantikan dengan uang yang diberikan kepada fakir miskin.
Wallahu a’lam bish shawab. (*)
Ustadzah Ain Nurwindasari SThI, MIRKH adalah anggota Lembaga Dakwah Komunitas (LDK) Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anggota Majelis Tabligh Pimpinan Daerah Asiyiyah (PDA) Gresik; alumnus Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah (PUTM) PP Muhammadiyah dan International Islamic University of Malaysia (IIUM); guru Al-Islam dan Kemuhammadiyahan SMP Muhammadiyah 12 GKB Gresik.
Editor Mohammad Nurfatoni