Hikmah Kisah Hajar dan Ismail
Estu melanjutkan, latar belakang perintah berkurban ada di surat Ibrahim ayat 37. “Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melakukan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”
Menurut guru Al-Islam, Kemuhammadiyahaan, dan Bahasa Arab (Ismuba) ini, ayat ini mengisahkan Hajar dan anaknya Ismail.
Ia mengatakan dari kisah tersebut dapat diambil pelajaran yang amat dahsyat. Pertama bahwa seorang istri harus taat pada suaminya.
“Ini yang membuat Hajar bertawakal kepada Allah dan rela ditinggal Nabi Ibrahim di Makkah yang tandus, dengan bekal yang terbatas. Sehingga usahanya dalam mencari air, Allah hadiahkan mata air Zamzam, yang hingga sekarang tidak ada habisnya,” jelasnya.
Istimewanya, air Zamzam tidak hanya menghilangkan rasa haus, namun juga mengenyangkan. “Sehingga tanpa sarapan, hanya minum air Zamzam, jamaah haji atau umrah tetap kuat,” terangnya.
Kedua, Ibrahim dengan Hajar merupakan keluarga yang ideal. Karena mereka memiliki keimanan dan keikhlasan yang kuat dalam menaati perintah Allah. “Ini bisa menjadi contoh. Jika bapak mengajak shalat jamaah di masjid, ibu-ibu purun?” tanyanya.
“Jelas ae njawab purun, lah mari pengajian,” jawabannya disertai tawa jamaah.
Hikmah selanjutnya, seorang wanita harus bertanggung jawab atas amanah yang diberikan Allah. “Jika amanah diberikan pada suami, maka kita harus mendukungnya,” ucapnya.
Hikmah ketiga, perempuan itu harus mandiri dalam memperjuangkan kehidupan seperti Hajar. “Tidak boleh njagakno (mengandalkan) suami saja dalam hal memenuhi kebutuhan hidupnya, karena belum tentu suami memiliki penghasilan yang cukup,” ucapnya.
Dan terakhir ia berpesan kepada jamaah GPM bahwa warga Aisyiyah wajib ikut mendukung kesuksesan ibadah kurban. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni