Din Syamsuddin: Politik Indonesia Hari Ini Carut Marut, Kader IMM Harus Bergerak. Liputan Kontributor PWMU.CO Nely Izzatul
PWMU.CO – Prof Dr KH Din Syamsuddin MA memberikan materi pada Studium Generale yang dilaksanakan oleh Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) AR Fakhruddin Kota Yogyakarta, Kamis (23/6/2023).
Acara ini digelar di Hall Baroroh lantai 4 Gedung A Universitas Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta. Mengangkat tema Aktualisasi Wawasan Kebangsaan di Era Transformasi Digital.
Mengawali materinya, Prof Din sapaan akrabnya, mengatakan, bangsa Indonesia termasuk umat Islam tidak boleh ketinggalan dengan perkembangan teknologi. Jika tidak mau mengikuti era transformasi digital, maka tentu akan dilibas zaman.
“Transformasi digital merupakan proses sebuah perubahan, yang memungkinkan manusia berkomunikasi dengan manusia lain dengan cepat, tepat, praktis, efisien,” katanya.
Dia mengatakan, saat ini kita menghadapi teknologi sebagai sesuatu yang berdimensi ganda, bisa positif dan negatif maka semua itu bergantung pada manusianya.
“Handphone yang kita miliki sekarang dengan berbagai fitur yang ada, memiliki sisi positif dan negatif. Hal ini juga bisa membawa dampak pada radius tarik menarik opini yang luar biasa,” tuturnya.
Oleh sebab itu, menurut Din, dibutuhkan aktualisasi dalam diri setiap manusia, yaitu menjelmakan dan memanifestasikan hal-hal yang bersifat abstrak.
“Muhammadiyah sebagai gerakan pemikiran yang tampil sebagai gerakan aktual juga memiliki wawasan kebangsaan dan keindonesiaan. Begitu juga IMM yang memiliki wawasan kebangsaan, kemuhammadiyahan, dan ke-IMM-an,” tuturnya.
Menurutnya, wawasan kebangsaan itu salah satunya mempercayai bahwa Pancasila itu sesuai dengan nilai-nilai Islam.
“Umat Islam itu jangan dipertentangkan dengan Pancasila. Ini pernah terjadi, sampai-sampai Muktamar Muhammadiyah ditunda 1985 karena diharuskan semua organisasi berasaskan Pancasila,” katanya.
Deviasi, Distorsi, dan Disorientasi
Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Periode 2005-2010 dan 2010-2015 ini mengatakan, politik Indonesia saat ini mengalami deviasi, distorsi, dan disorientasi.
“Kita ini mengalami politik hiruk-pikuk. Kalau saya istilahkan, politik Indonesia hari ini seperti kosakata bahasa Indonesia yang diulang-ulang, yakni kacau-balau, carut-marut, kalang kabut,” katanya.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mengatakan, sistem perpolitikan Indonesia saat ini sudah tersusupi doktrin demokrasi liberal, padahal ketika Indonesia merdeka tidak pernah ada kata demokrasi di awal-awal berdirinya negara.
“Kata demokrasi ini baru diubah dan diterjemahkan secara liberal, yang diambil juga dari doktrin-doktrin liberal,” papar alumnus Pondok Modern Darussalam Gontor ini.
Padahal, menurutnya, ketika seorang pemimpin terpilih seharusnya menerapkan sistem siapa yang terpilih adalah milik semua, bukan menerapkan politik bumi hangus.
“Karena sistem (politik bumi hangus) itu hanya muncul dalam demokrasi liberal. Tentu kita harus menjaga. IMM harus bergerak dan berjuang dengan mengembalikan Indonesia ke khittahnya,” tandasnya.
Din menegaskan, aktualisasi wawasan kebangsaan harus dipahami secara kontekstual dengan cara pengawalan, pengembangan, sosialisasi, jangan hanya take granted.
“Apalagi seorang kader IMM. Kader IMM harus menjadi aktivisme, bukan menjadi pasivisme atau permisivisme. Islam yang jelas tauhid maka harus kita kawal. Kader IMM harus prihatin, jangan ignore yakni cuek dan masa bodoh. Kader IMM harus konsen, komitmen dan action,” pungkasnya. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni