PWMU.CO – Veteran anggota Legiun Veteran Rebublik Indonesia (LVRI) mengajar sejarah perjuangan arek-arek Surabaya di SD Muhammadiyah 6 Gadung Wonokromo, Rabu (21/6/2023).
Acara ini mengisi kegiatan sumatif akhir semester jelang liburan. Pukul 06.45 para siswa sudah masuk ke SD Musix, sebutan sekolah ini. Melaksanakan shalat Dhuha. Lalu menuju kelas masing-masing untuk berdoa dan murajaah.
Kemudian anak-anak berkumpul di masjid. Setelah anak-anak duduk rapi tiga anggota LVRI masuk ruangan. Mereka Abbas Hasan NPV 22.006363, Mulyadi NPV 22.009.165, dan Sutardi NPV 22.018.437.
Dengan seragam veteran lengkap tanda jasa yang melekat di dadanya. Anak-anak yang telah menunggu menyambut dengan memberikan salam.
Tiga veteran ini selama 30 menit menyampaikan materi sejarah perjuangan arek-arek Surabaya dan 30 menit berikutnya berdiskusi.
Abbas Hasan bercerita perjuangannya ketika mempertahankan kota Surabaya dari serbuan pasukan Inggris. Anak-anak menyimak hingga larut dalam kisah yang disampaikan. Perobekan bendera Belanda di Menara Hotel Yamato juga diceritakan menjadi kisah yang memancing perhatian anak-anak.
”Pengibaran bendera Belanda merupakan penghinaan bagi arek-arek Surabaya, karena Indonesia sudah merdeka kok bendera Belanda masih berkibar,” kisah veteran berusia 80 tahun itu.
Dia menyampaikan, Residen Surabaya Sudirman meminta Belanda menurunkan bendera tersebut, namun Belanda menolaknya. Gagal dalam berunding, Hotel Yamato lalu diserbu para pemuda sehingga terjadi bentrokan.
Beberapa pemuda berhasil memanjat atap hotel dan menurunkan bendera Belanda yang berkibar di puncak Hotel Yamato. Pemuda lalu merobek warna biru di bendera tersebut dan mengibarkan kembali sebagai bendera merah putih.
”Peristiwa itu dikenal sebagai insiden perobekan bendera Belanda pada tanggal 19 September 1945,” ujarnya.
Tepuk tangan meriah menyambut berakhirnya kisah yang baru saja didengarnya. Selanjutnya pembawa acara membuka sesi tanya jawab.
”Mengapa arek-arek Surabaya menggunakan senjata bambu untuk melawan penjajah, Eyang?” tanya Dewa Farino Sani kelas V-A.
”Dulu ada dua macam senjata, yaitu bambu runcing yang digunakan arek-arek Surabaya, dan senjata tekdor,” jawab Abas, pangilan Abbas Hasan.
Abas menjelaskan, tekdor itu senjata api yang menggunakan amunisi. Sekali pelatuknya di tekan tek langsung berbunyi dor. Jika peluru mengenai tubuh langsung mati.
”Bambu runcing itu ditusukkan ke musuh. Tidak langsung mati, tetapi merasakan kesakitan,” tandasnya.
Masih banyak anak-anak yang ingin bertanya tetapi waktu sudah habis, maka acara ditutup dengan foto bersama.
Sekalipun acara sudah ditutup, anak-anak tidak beranjak, meraka malah menyerbu para veteran untuk melanjutkan bertanya dan bersalaman.
Penulis Basirun Editor Sugeng Purwanto