Pesan Moral dalam Lempar Jumrah, Khutbah Idul Adha oleh Dr Zainuddin MZ, Wakil Ketua PDM Sidoarjo.
PWMU.CO – Assalamu’alaikum Wr. Wb.
اَللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ, وَاللهُ أَكْبَرُ, اَللهُ أَكْبَرُ, وَللهِ الْحَمْدُ . اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ اَللهُ أَكْبَرُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
انَّ الْحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَ نَسْتَعِيْنُهُ وَ نَسْتَغْفِرُهُ وَ نَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَ سَيِّآتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَ مَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِىَ لَهُ وَ نُصَلِّى وَ نُسَلِّمُ عَلَى رَسُوْلِهِ الْكَرِيْمِ وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ
Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah.
Salah satu ritual terkait manasik haji adalah melontar jumrah. Baik jumrah ula, jumrah wustha maupun jumrah aqabah.
Sejarah syariat melempar jumrah adalah pelemparan Nabi Ibrahim as kepada setan yang mengganggu menjalani pengurbanan (penyembelihan) terhadap putranya, Nabi Ismail as.
Peristiwa itu berulang sampai yang tiga kali. Dalam tradisi keislaman, pesan moral jika sudah terulang tiga kali, maka aib bagi manusia untuk tidak menjalaninya.
Saat detik-detik pisau telah diletakkan di leher sang anak kesayangannya itulah, terdengar suara langit agar Nabi Ibrahim as menghentikannya. Cukuplah ujian bagimu wahai Ibrahim, hentikan tanganmu. Akhirnya oleh Allah swt memerintahkan Nabi Ibrahim agar menggantikan dengan penyembelihan ternak kurban.
لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ, أَعَزَّ جُنْدَهُ, وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَغَلَبَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ, فلَا شَيْءَ بَعْدَهُ
Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah.
Adakah pengurbanan yang lebih berat daripada pengurbanan Nabi Ibrahim as terhadap anak kandungnya sendiri?
Saat seseorang konglomerat rekreasi bersama keluarganya, dan ia membawa harta benda yang banyak. Lalu di tengah perjalanannya dihadang oleh kawanan penjahat dengan ancaman, harta benda yang diserahkan atau anaknya yang akan menjadi kurban? Maka dapat dipastikan ia lebih mementingkan keselamatan anaknya dari pada mempertahankan harta bendanya. Itulah fitrah yang dikaruniakan oleh Allah swt kepada para orang tua terhadap anak-anaknya.
Maka atas dasar besarnya pengurbanan Nabi Ibrahim as itu, dia mendapatkan predikat khalilullah. Kekasih Allah.
Sesungguhnya harga diri manusia, bukanlah ditentukan karena kedudukannya, bukan ditentukan karena kekayaannya, dan bukan ditentukan karena keilmuannya. Tetapi harga diri manusia ditentukan karena besar dan kecilnya pengorbanannya. Makin banyak pengorbanan untuk umat, maka makin mulia dia di sisi umat terebut.
“Sebaik-baik manusia adalah mereka yang paling banyak mendatangkan manfaat bagi sesama manusia”.
اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ، لَا إلَهَ إِلَّا اللهُ، اللهُ أَكْبَرُ, اللهُ أَكْبَرُ, وَللهِ الْحَمْدُ
Syariat Melontar Jumrah
Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah.
Pada akhirnya praktik Nabi Ibrahim as dalam melempar jumrah menjadi salah satu dari syariat manasik haji, yang akhirnya ditetapkan oleh Rasulullah saw.
Sesungguhnya dalam syariat melontar jumrah ini terkandung pesan moral agar manusia menjadikan setan-setan itu sebagai musuhnya. Setan-setan itu layak untuk dirajam, sehingga kehidupan manusia jauh dari perilaku setan.
Firman Allah swt.:
إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ
“Sesungguhnya setan itu adalah musuh bagimu, maka jadikanlah dia itu sebagai musuh kamu, karena sesungguhnya setan-setan itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala” (QS Fathir: 6).
Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah.
Islam selalu memberikan solusi terbaik bagi pemeluknya. Berbagai terapi telah diajarkan langsung oleh Rasulullah saw agar kita dapat menyelesaikan masalah tanpa masalah, dan dapat menyelesaikan masalah secara tuntas sampai pada akar masalahnya.
Jika ada manusia yang menyembah sapi, maka mereka disyariatkan untuk menyembelih sapi. Lalu masihkah mereka tetap menyembahnya sesuatu yang telah mereka sembelih sendiri?
Jika dalam kondisi perut kosong atau berpuasa, maka mulut akan berbicara tak terkontrol dan penuh emosional, maka Islam mengajarkan saat berpuasa tidak diperbolehkan teriak-teriak dan mengucapkan kata-kata kotor. Lalu adakah terapi yang lebih mumpuni dari itu?
Jika manusia masih saja sulit untuk hidup berkompromi dengan berbagai kemaksiatan, maka biang kemaksiatannya (yakni setan-setannya) dilempari sedemikian rupa, maka masihkah dia berteman akrab dengan syetan? Dan begitu seterusnya.
اَللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، اَللَّهُ أَكْبَرُ وَأَجَلُّ، اَللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Tumakninah dan Sederhana Sewaktu Lempar Jumrah
Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah.
Walaupun melempar jumrah itu simbol dari melontar setan, yang ending-nya diharapkan pola hidup kita jauh dari perilaku setaniyah, namun Rasulullah saw tetap memberikan keteladanan dalam batas-batas yang wajar dan tenang.
Batu yang dilontarkan adalah hashat (yakni batu ukuran kecil yang bisa dipegang dengan dua jari), bukan batuan besar apalagi tongkat dan sebagainya.
Cara melontarnya pun dengan tenang dan tumakninah. Sehabis melontar jumrah, maka Nabi Muhammad saw. memberikan warning kepada umatnya, agar mencontoh dari pribadinya dalam melontar jumrah. Mewanti-wanti umat agar jangan berlebihan dalam urusan beragama. Karena hal itu telah menghancurkan umat-umat sebelumnya.
Hadits Ibnu Abbas
وَعَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ, فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ, الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ
Dinarasikan Ibnu Abbas ra., Rasulullah saw. bersabda: Hindarilah berlebih-lebihanan dalam urusan agama. Sesungguhnya sikap seperti itu telah menghancurkan umat sebelum kalian. Yakni sikap berlebihan dalam urusan beragama.
Hr. Ibnu Hibban: 3871; Nasai: 3057; Ibnu Majah: 3029; Ahmad: 1851.
اَللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا، اَللَّهُ أَكْبَرُ وَأَجَلُّ، اَللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
Saudara-saudaraku kaum muslimin rahimakumullah
Kita dapat menyaksikan sendiri. Semestinya pesan moral dari syariat melempar jumrah agar manusia dapat menjahui dari perilaku syaitaniyah, kini justru berbalik. Karakter setaniyah tambah melekat pada dirinya.
Ia melempar jumrah bukan lagi dengan rambu-rambu bimbingan Rasulullah saw melainkan dengan nalarnya sendiri. Yang dilembarkan bukan lagi hashat, melainkan batuan besar, alas kaki, tongkat, dan sebagainya. Melontar jumrah bukan lagi dengan tumakninah, melainkan dengan emosional dan tak pandang teman.
Akibatnya, bukan kemaslahatan yang didapatkan, justru kehancuran yang menjadi akibatnya. Betapa banyak yang menjadi kurban akibat ulah kita sendiri. Dalam kamus menjalani ketaatan, seharusnya pelakunya mendapatkan kenikmatan, dan lingkungannya kecipratan mendapatkan rahmat, bukan sebaliknya, ia meraskan kenikmatan, namun temannya menjadi kurban akibat perbuatannya.
Semoga umat ini segera menyadari, agar dalam menjalani ketaatan apapun selalu sinergi dengan bimbingan al-Quran dan sunah Rasulullah saw.
Billahil hidayah wat taufiq.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Editor Sugeng Purwanto