Dimensi Horizontal Kurban
Dimensi kedua, ibadah kurban berdimensi horizontal (hablunminannas), yaitu adanya kepedulian terhadap sesama manusia.
“Bukanlah suatu kebetulan bahwa Allah menggantikan pengorbanan Ibrahim, dengan seekor domba dan memerintahkan kita untuk menyembelih hewan kurban. Hal itu melainkan karena pengabdian kita kepada Allah haruslah dapat membawa dampak kemaslahatan kepada sesama manusia,” tekan Wakil Ketua Litbang PP Muhammadiyah, periode 2010-2015.
Lebih jauh Piet menjelaskan menyembelih hewan kurban dan kemudian membagikan kepada fakir miskin dan kaum dhuafa tentu merupakan amal kebajikan yang mempunyai implikasi sosial yang cukup berarti. Daging-daging hewan kurban yang dibagikan pada saat Idul Adha dan hari-hari Tasyrik akan merupakan nikmat bagi saudara-saudara yang hampir tidak pernah mengonsumsi daging, karena mungkin bagi mereka daging adalah menu yang terlalu mewah.
Namun, yang lebih penting adalah bukan penyembelihan dan pembagian daging kurban itu sendiri, tetapi kepedulian dan kesadaran kita untuk mau berbagi kepada sesama adalah wujud dari ketakwaan kita kepada Allah.
“Dua dimensi ibadah kurban tadi menunjukkan bahwa keberagamaan kita haruslah berpangkal pada keimanan kepada Allah yang kita jelmakan dalam keikhlasan pengabdian kepada-Nya, dan kemudian harus bermuara pada kemaslahatan bagi sesama manusia. Oleh karena itu, keberagamaan yang hanya berhenti pada keimanan tanpa peribadatan adalah keberagamaan yang kering kerontang, tetapi keberagamaan yang berhenti pada peribadatan saja tanpa membuahkan amal kebajikan adalah keberagamaan yang kosong hampa,” urai Piet di sepuluh terakhir sebelum mengakhir khutbah.
Piet melanjutkan uraiannya, “Maka, memang sangat indah bahwa al-Quran Surat al-Hajj ayat 37 menutup redaksi ayatnya dengan menyatakan “…….dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik (muhsinin).”
Prinsip Ihsan ini menegaskan satu hal, bahwa keberagamaan kita harus memiliki fondasi Iman, Islam dan Ihsan. Dengan kata lain, dalam beragama, kita tidak melaksanakannya sekadar sebagai bentuk keimanan formal dan peribadatan formal belaka. Namun, harus dilandasi akhlak (Ihsan) kepada Allah, Rasulullah dan sesama,” jelas Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) 2001-2003 ini.
Piet menjelaskan pergeseran kata kurban, yang secara harfiah dalam bahasa Arab berarti pendekatan (diri kepada Allaah), kepada kata pengorbanan dalam bahasa Indonesia yang mengandung arti melepaskan suatu yang paling berharga sekalipun demi sesuatu yang lebih mulia, membawa makna positif, yaitu bahwa pendekatan diri kita kepada Allah (taqarrub ilallah) harus mengejawantah dalam sikap rela memberi yang terbaik di jalan Allah dan untuk sesama demi mencapai kemuliaan di haribaan Allah SWT.
Doa Ampunan Dosa
Mengakhiri khutbahnya, Piet mengajak kepada jamaah untuk senantiasa berlindung kepada Allah, agar semua bencana dan keburukan yang menimpa kita, keluarga kita dan lebih luas negeri kita akhir-akhir ini bukan laknat Allah atas kita, lantaran kita telah melakukan, paling tidak telah membiarkan, tindak kemaksiatan dan pelanggaran yang merajalela dalam kehidupan modern ini.
“Oleh karena itu, marilah kita berdoa dengan merendahkan diri kita di hadapan Allah SWT,” ajaknya.
“Ya Allah, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, ampunilah semua dosa kami, dosa orang-orang yang beriman kepada-Mu, baik yang masih ada maupun yang telah tiada.
Ya Allah, Yang Maha Pengampun, ampunilah semua dosa kami dan dosa-dosa kedua orang tua kami, rahmatilah kedua mereka, sebagaimana mereka telah mendidik kami sejak kecil.
Ya Allah, Yang Maha Kuasa, sungguh kami telah menganiaya diri kami sendiri, maka jika engkau tidak mengampuni dan merahmati kami, maka kami akan menjadi orang-orang yang merugi.
Ya Allah, limpahkan atas kami bangsa Indonesia kasih sayagMu, hindarilah kami dari ujian dan cobaan yang tidak dapat kami memikulnya, jauhkanlah kami dari segala macam bencana, malapetaka dan marabahaya.
Ya Allah, limpahkanlah atas kami Bangsa Indonesia kekuatan lahir dan batin untuk bangkit dari keterpurukan dan kenistaan, tunjukkanlah kami jalan yang benar, yaitu jalan orang-orang yang Engkau telah beri nikmat atas mereka, bukan jalan orang-orang yang Engkau marahi, bukan pula orang-orang yang sesat.” (*)
Penulis Mohamad Su’ud Editor Mohammad Nurfatoni