Pembunuhan Demokrasi secara TSM
Menurut Ketua PP Muhammadiyah Dr Busyro Muqaddas, persoalan pemilu sudah dijelaskan dan menyatu dengan dengan isu-isu keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan dalam Muktamar Ke-48 Muhammadiyah di Surakarta November 2022 lalu.
Disebutkan, pemilu itu apa redefinisinya secara ideologis, filosofis, dan demokratis. Secara ideologis pemerintah seharusnya konsisten dengan nilai-nilai jujur dan adil sebagaimana tertulis di Pembukaan UUD 1945.
Dijelaskan, pemilu itu merupakan refleksi dari spirit tersebut. Operasionalnya pemilu harus dijabarkan menjadi UU yang terkait dengan pemilu, yaitu UU tentang Parpol, UU tentang Pemilu, dan UU tentang Pilkada. Apakah ketiga UU itu mencerminkan roh, nilai, dan komitmen empat paragraf Pembukaan UUD 1945? “Alhamdulillah, tidak mencerminkan sama sekali!” kjatanya.
Bahkan, lanjut mantan Ketua KPK itu, UU itu didesain untuk tidak adil. Misalnya, apakah parpol sudah terbuka dan terukur melaporkan keuangan. Sumbernya dari mana, untuk apa saja, apakah bermanfaat untuk masyarakat? Tampaknya lebih terbuka takmir masjid dan gereja di tiap kebaktian.
“Adakah proses demokrasi dan demokratisasi ? Lihat PDIP, Golkar, dan lainnya kan lebih didominasi orang-orang tertentu dan keluarga tertentu. Berapa tahun Megawati pimpin PDIP, adakah demokratisasi di sana?” tanyanya.
Kedua, parpol mana yang melakukan pendidikan politik secara terbuka dan terukur, mana evaluasinya, mengapa masyarakat menganggap terima suap di Pilkada sebagai hal biasa, bukan cacat moral dan akhlak. Ini kerusakan moral yang terjadi tiap lima tahun sekali. Mana parpol bertanggung jawab pada demokrasi dan demokratisasi dalam hal pemberantasan korupsi dan narkoba.
“Tak ada parpol yang bertanggung jawab atas kerusakan moralitas politik. Implikasinya sistem politik remuk terutama dalam hal fungsi legislasinya yang ditunjukkan dengan wajah ketua dan sekjen parpol. Keduanya paling bertanggung jawab,” terangnya.
Baca sambungan di halaman 3: Manfaat dan Madharat