Manfaat dan Madharat
Pencalegan sekarang ini, masih kata pria yang akrab dengan jaringan LSM dan NGO luar negeri itu, menumbulkan perasaan pesimis dan optimis. Sejujurnya kalau ada orang memiliki track record bagus ikut pemliku tanpa money politic, terpilih sebagai anggota DPR/D, gubernur atau bupati/walikota, tapi ketika masuk di wilayah parpol dan lembaga demokrasi, biasakah dia itu memperjuangkan atau melawan secara adat kultur yang dibangun dengan desain melalui sistem perpolitikan yang membuat orang jujur tidak bisa berbuat apa-apa?
“Apakah mereka bisa memperjuangkan sejumlah UU yang prorakyat? Bukan jujur atau berjuang untuk dirinya sendiri? Jangan sampai mereka impoten. Menurut saya ketiga UU Pemilu di atas merupakan biang kerok terbunuhannya demokrasi. Bukan sekadar regresi atau kemunduran demokrasi,” tanyanya.
Lalu pesan apa kepada para caleg kader? Busyro menaruh harapan apakah mereka itu sudah sampai pada derajat mengambil keputusan untuk nyaleg berdasarkan kalkulasi politik yang objektif. Kalau menurut bahasa agama mana lebih besar manfaatnya kalau memperjuangkan secara hakiki demi kebangsaan. Kultur politik kita sedang dalam proses represi secara, terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).
“Mereka itu banyak yang baik hati nuraninya. Harus dipertimbangkan maslahat dan madharat. Duniawi dan ukhrawi. Kalau terpilih kita hormati dan senang. Kalau terpilih setahun saja kita lihat dan ukur. Kalau ukurannya ternyata mereka tidak lebih baik karena sistem tadi, maka apakah bisa bertahan secara moral selain untuk dirinya sendiri?” pesannya.
Satu Dapil Satu Calegmu
Menurut Ketua LHKP PP Dr Ridlo Al-Hamdi, sebenarnya kita ingin mengembangkan diaspora, yaitu pengembangan kader-kader Muhammadiyah di lembaga-lembaga politik baik eksekutif maupun legislatif termasuk lembaga-lembaga konstitusi lainnya. Ini posisi yang sangat dilematis.
Di satu sisi kita harus mendiasporakan kader, tapi di sini lain kita tetap harus menjaga jarak dengan semua kekuatan politik. Bahwa kita tidak memiliiki hubungan dan berafiliasi dengan partai politik manapun. Kita mau menanam, tapi sekaligus juga tak mau menanam.
“Ini sebuah tugas yang tidak mudah, penuh tantangan. Bagaimana kita bisa bersikap luwes dengan teman-teman partai politik. Bagaimana kita bisa mengkomunikaikan dengan pimpinan partai politik. Kita punya kader lalu didorong menjadi (caleg) sehingga bisa lolos,” paparnya.
Lalu seperti apa bentuk dukungannya? Baca selengkapnya di majalah Matan Edisi Juli. Info pemesanan: 08813109662 (Oki). (*)
Editor Mohammad Nurfatoni