Kader Muhammadiyah di Panggung Pemilu 2024

Majalah Matan Edisi Juli 2023

Kader Muhammadiyah di Panggung Pemilu 2024, review Fokus majalah Matan oleh Miftahul Ilmi

PWMU.CO – Pemilu ke-6 Era Reformasi akan berlangsung pada 14 Februari 2024.  Pemilu ini, seperti sebelumnya, akan memilih anggota DPR, anggota DPRD Provinsi, anggota DPRD Kab/Kota, anggota DPD, dan Presiden-Wakil Presiden. Lima kartu suara sekaligus yang  harus dicoblos atau dicentang!

Semakin dekat perhelatan demokrasi lima tahunan itu makin panas pula suhu politik. Dinamika politik makin kencang. Ada tarik menarik. Ada pasang surut. Ihwal Pilpres mungkin paling sexy bagi insan pers dan rakyat alias media darling.

Namun, jangan dilupakan memilih calon wakil rakyat jauh lebih penting dan menentukan. Mereka inilah yang bakal mengawasi eksekutif mulai presiden hingga bupati/walikota selama masa jabatan. Jangan sampai keliru lima menit (di bilik suara) menyesal kemudian lima tahun.

Sesuai jadwal Pemilu 2024, penentuan DCT (daftar calon tetap) calon anggota legislatif dari pusat sampai daerah akan diumumkan pada 11 Oktober 2023 nanti. Sekarang ini masuk tahap perbaikan kelengkapan administrasi. Secara internal parpol juga tengah sibuk memastikan nomor urut caleg di suatu daerah pemilihan.

Kita mencermati gebyar Pemilu 2024 masih akan banyak diisi anak-anak pemuka parpol dan pejabat tinggi. Beberapa di antaranya ada Pinka Hapsari (anak Puan Maharani), Hanum Salsabila Rais (anak Amien Rais), Rahajeng Widyaswari (anak almarhum Tjahjo Kumolo), Gus Hilman (anak Jazilul Fawaid), dan Putri Zulya Savitri (anak Zulkifli Hasan). Selain itu tentu saja para artis yang doyan menjual popularitasnya untuk mendulang suara.

Dan ini yang paling penting: Mahkamah Konstitusi akhirnya memutuskan rezim Pemilu 2024 tetap berdasarkan sistem proporsional terbuka menyusul atas putusan judicial review, dalam sidang terbuka MK, Kamis (15/6/2023).

Dengan demikian, kontestasi antarcaleg internal parpol dan caleg antarparpol akan terus  mewarnai blantika politik nasional. Lalu di manakah posisi dan sikap Muhammadiyah  dalam mengantar kader-kadernya menang dalam pertarungan  yang sengit dan berbiaya mahal ini?

Baca sambungan di halaman 2: Pembunuhan Demokrasi secara TSM

Majalah Matan Edisi Juli 2023. Kader Muhammadiyah di Panggung Pemilu 2024

Pembunuhan Demokrasi secara TSM

Menurut Ketua PP Muhammadiyah Dr Busyro Muqaddas, persoalan pemilu sudah dijelaskan dan menyatu dengan dengan isu-isu keislaman, kebangsaan, dan kemanusiaan dalam Muktamar Ke-48 Muhammadiyah di Surakarta November 2022 lalu.

Disebutkan, pemilu itu apa redefinisinya secara ideologis, filosofis, dan demokratis. Secara ideologis pemerintah seharusnya konsisten dengan nilai-nilai jujur dan adil sebagaimana tertulis di Pembukaan UUD 1945.

Dijelaskan, pemilu itu merupakan refleksi dari spirit tersebut. Operasionalnya pemilu harus dijabarkan menjadi UU yang terkait dengan pemilu, yaitu UU tentang Parpol, UU tentang Pemilu, dan UU tentang Pilkada. Apakah ketiga UU itu mencerminkan roh, nilai, dan komitmen  empat paragraf Pembukaan UUD 1945?  “Alhamdulillah, tidak mencerminkan sama sekali!” kjatanya.

Bahkan, lanjut mantan Ketua KPK itu,  UU itu didesain untuk tidak adil.  Misalnya, apakah parpol sudah terbuka dan terukur melaporkan keuangan. Sumbernya dari mana, untuk apa saja, apakah bermanfaat untuk masyarakat? Tampaknya lebih terbuka takmir masjid dan gereja di tiap kebaktian.

“Adakah  proses demokrasi dan demokratisasi ? Lihat PDIP, Golkar, dan lainnya kan lebih didominasi orang-orang tertentu dan keluarga tertentu. Berapa tahun Megawati pimpin PDIP, adakah demokratisasi di sana?” tanyanya.

Kedua, parpol mana yang melakukan pendidikan politik secara terbuka dan terukur, mana evaluasinya, mengapa masyarakat menganggap terima  suap di Pilkada sebagai hal biasa, bukan cacat moral dan akhlak. Ini kerusakan moral yang terjadi tiap lima tahun sekali. Mana parpol  bertanggung jawab pada demokrasi dan demokratisasi dalam hal pemberantasan korupsi dan narkoba. 

“Tak ada parpol yang bertanggung jawab atas kerusakan moralitas politik. Implikasinya sistem politik remuk terutama dalam hal fungsi legislasinya yang ditunjukkan dengan wajah ketua dan sekjen parpol. Keduanya paling bertanggung jawab,” terangnya.

Baca sambungan di halaman 3: Manfaat dan Madharat

Majalah Matan Edisi Juli 2023

Manfaat dan Madharat

Pencalegan sekarang ini, masih kata pria yang akrab dengan jaringan LSM dan NGO luar negeri itu, menumbulkan perasaan pesimis dan optimis. Sejujurnya kalau ada orang memiliki track record bagus ikut pemliku tanpa money politic, terpilih sebagai anggota DPR/D, gubernur atau bupati/walikota, tapi ketika masuk di wilayah parpol dan lembaga demokrasi, biasakah dia itu memperjuangkan atau melawan secara adat kultur yang dibangun dengan desain melalui sistem perpolitikan yang membuat orang jujur tidak  bisa berbuat apa-apa?

“Apakah mereka bisa memperjuangkan sejumlah UU yang prorakyat? Bukan jujur atau berjuang untuk dirinya sendiri? Jangan sampai mereka impoten. Menurut saya ketiga UU Pemilu di atas merupakan biang kerok  terbunuhannya demokrasi. Bukan sekadar regresi atau kemunduran demokrasi,” tanyanya.

Lalu pesan apa kepada para caleg kader?  Busyro menaruh harapan apakah mereka itu sudah sampai pada derajat mengambil keputusan untuk nyaleg berdasarkan kalkulasi politik yang objektif. Kalau menurut bahasa agama mana lebih besar manfaatnya kalau memperjuangkan secara hakiki demi kebangsaan. Kultur politik kita sedang dalam proses represi secara, terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

“Mereka itu banyak yang baik hati nuraninya. Harus dipertimbangkan maslahat dan madharat. Duniawi dan ukhrawi. Kalau terpilih kita hormati dan senang. Kalau terpilih setahun saja kita lihat dan ukur. Kalau ukurannya ternyata mereka tidak lebih baik karena sistem tadi, maka apakah bisa bertahan secara moral selain untuk dirinya sendiri?” pesannya.

Satu Dapil Satu Calegmu

Menurut Ketua LHKP PP Dr Ridlo Al-Hamdi, sebenarnya kita ingin mengembangkan diaspora, yaitu pengembangan kader-kader Muhammadiyah di lembaga-lembaga politik baik eksekutif maupun legislatif termasuk lembaga-lembaga konstitusi lainnya. Ini posisi yang sangat dilematis. 

Di satu sisi kita harus mendiasporakan kader, tapi di sini lain kita tetap harus menjaga jarak dengan semua kekuatan politik. Bahwa kita tidak memiliiki hubungan dan berafiliasi dengan partai politik manapun. Kita mau menanam, tapi sekaligus juga tak mau menanam.

“Ini sebuah tugas yang tidak mudah, penuh tantangan. Bagaimana kita bisa bersikap luwes dengan teman-teman partai politik. Bagaimana kita bisa mengkomunikaikan dengan pimpinan partai politik. Kita punya kader lalu didorong menjadi (caleg) sehingga bisa lolos,” paparnya.

Lalu seperti apa bentuk dukungannya? Baca selengkapnya di majalah Matan Edisi Juli. Info pemesanan: 08813109662 (Oki). (*)

Editor Mohammad Nurfatoni

Exit mobile version