Jangan Hapus Jejak
Bagi yang memiliki jejak tak baik, tentu tak bisa menghapus jejak yang sudah tertulis. Kita hanya bisa menghapusnya secara tak langsung. Caranya, buatlah sisa hidup kita serba dalam kondisi sebagai orang shalih yang selalu menorehkan jejak kebaikan.
Lihatlah Umar bin Khattab Ra. Dia punya masa lalu yang tak baik, memusuhi Nabi Muhammad Saw dan berbagai perilaku buruk lainnya. Perhatikanlah Syaikh Jamil Jambek (guru dari banyak ulama, termasuk KH Ahmad Dahlan). Dia, punya masa lalu yang kelam, pernah menyusahkan masyarakat karena kelakuannya.
Kini, orang mengenang Umar bin Khattab Ra sebagai khalifah yang terpuji. Umar bin Khattab Ra adalah khalifah yang memang pantas meneruskan perjuangan Nabi Saw menegakkan dan menyebarkan Islam. Artinya, orang-orang memaafkan masa lalunya. Dengan demikian, tak perlu sejarah dihapus.
Sekarang, umat Islam mengingat Syaikh Jamil Jambek sebagai Ulama Besar. Dia salah satu pembaharu Islam yang berpengaruh. Dia, yang antara lain dikenal sebagai ahli falak, melahirkan banyak ulama yang juga berprestasi tak kecil. Artinya, tak perlu sejarah dihapus.
Untuk contoh yang lebih baru, ada! Lihatlah, Jefry Al-Buchori. Juga, perhatikanlah Gito Rollies dan Hari Moekti. Di bagian akhir hidup mereka yang sebelumnya kelabu, bahkan ketiganya dikenal sebagai da’i yang istiqomah.
Masa lalu Jefry Al-Buchori suram, dekat dengan maksiat. Alhamdulillah, di bagian akhir hidupnya dia tobat dan giat berdakwah. Kiprah dakwah Jefrry Al-Buchory tergolong sukses terutama untuk kalangan muda dan selebriti.
Gito Rollies, di masa lalu, dekat dengan maksiat. Alhamdulillah, di sebelas tahun terakhir kehidupannya, Almarhum isi dengan tobat dan dakwah.
Hidup Hari Moekti, dulunya, dekat dengan maksiat. Alhamdulillah, di bagian akhir hidupnya, dia ikhlas meninggalkan kemewahan dan ketenaran demi dakwah. Saat terbaring di Rumah Sakit, Almarhum tetap bersemangat membicarakan masa depan dakwah.
Sekarang, bertanyalah kepada orang-orang, siapakah Jeffry Al-Buchory? Siapa pula Gito Rollies dan Hari Moekti? Insya Allah mereka akan menjawab dengan nada mantap: Mereka orang baik!
Benarlah sabda Nabi Saw, bahwa semua tergantung di akhirnya. Perhatikan hadits ini: “Sungguh amalan itu dilihat dari akhirnya.” (HR Bukhari). Maka, di titik ini, ada benarnya ungkapan yang beredar di tengah masyarakat: lebih baik menjadi mantan preman ketimbang mantan kiai.
Siapa Bijak
Kembali ke JIS. Mari, bersikaplah bijak memperlakukan jejak. Jejak buruk bisa kita “hilangkan” hanya dengan cara menyusulinya dengan berbagai kebaikan.
Menghapus jejak kebaikan orang lain, agar masyarakat tak punya kenangan positif atas orang tersebut adalah tindakan tak terpuji. Apapun, dengan dalih yang dikemas cantik sekalipun, menghapus jejak kebaikan orang lain patut kita sesali.
Jejak tak perlu dihapus, dengan alasan apapun! Biarkanlah sejarah jujur berkisah! Tugas kita, membaca dan mengambil hikmah darinya.
Perhatikanlah! Meski di kemudian hari menjadi khalifah, tak pernah kita baca Umar bin Khattab Ra meminta agar sejarah kelamnya di masa lalu dihapus. Juga, tak kita dengar Syaikh Jamil Jambek memohon supaya kisah kelabunya di zaman lampau dicoret dari ingatan masyarakat.
Mari, bijak menghadapi jejak! Semoga kontroversi JIS memberi kita pelajaran besar. *)
Editor Mohammad Nurfatoni
Discussion about this post