PWMU.CO – Level setara bupati tapi menjadi ketua PDM (Pimpinan Daerah Muhammadiyah) bisa membuat kopiahnya longgar.
Begitu ungkapan Ketua PDM Nganjuk 2022-2027 Juwari SPd ketika memberikan sambutan di acara pengukuhan bersama Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan Aisyiyah Nganjuk di Pendapa Pemkab Nganjuk, Sabtu (8/7/2023).
Hadir di acara ini Bupati Nganjuk Dr Drs Marhaen Djumadi SE MBA bersama istri, Yuni Marhaen bersama warga Muhammadiyah, pimpinan NU, LDII, Persis, FKUB, dan Forpimda. Juga hadir Wakil Ketua PWM Jawa Timur Dr M. Sholihin.
Juwari mengatakan, dia beristighfar ketika terpilih pada Musyda yang diselenggarakan bulan April lalu, karena merasa kurang layak jadi pimpinan. Berbeda dengan saat terpilihnya Bupati Nganjuk.
”Tentu beda rasanya. Meski level sama-sama ’bupati’ tapi bupati di Pemkab tentu banyak fasilitas dan gaji, sedang jadi ’bupati’ di Muhammadiyah banyak menggunakan fasilitas sendiri. Hingga kopiah ini makin longgar karena banyak berpikir,” seloroh Juwari di depan Bupati Marhaen yang teman semasa SPG (Sekolah Pendidikan Guru).
Juwari mengucapkan terima kasih atas terselenggaranya pengukuhan bersama PDM dan PDA Nganjuk di pendapa. ”Yang membanggakan acara pengukuhan ini terselenggara karena undangan Bupati Nganjuk,” kata Jo, panggilan akrab Ketua PDM Nganjuk Juwari.
Dia menyampaikan, di Muhammadiyah itu ada jam’iyah dan jamaah. Jam’iyah artinya persyarikatan. Di sini Muhammadiyah senantiasa melakukan penguatan organisasi dan revitalisasi amal usaha di persyarikatan.
Sedang jamaah, sambung dia, maknanya Muhammadiyah adalah bagian tak terpisahkan dari semua pihak dari seluruh elemen bangsa yang senantiasa bersedia diajak kerja sama untuk kebaikan dan kemajuan bangsa. ”Saya mohon doa agar jangan sampai mengkhianati amanah yang telah diberikan,” katanya.
Mengakhiri sambutan, Jo mengucapkan banyak terima kasih kepada SMKM 2 Nganjuk yang telah membuat acara pengukuhan ini semarak dengan tembang Jawa oleh karawitan Tunas Sinar Mentari. Juga mengiringi selaras seluruh jalannya acara.
Andil Muhammadiyah dan Aisyiyah
Bupati Nganjuk Marhaen Djumadi mengatakan, Nganjuk milik bersama. Tidak bisa Pemda melaksanakan sendiri dalam membangun masyarakat. Ada beberapa inovasi yang bisa bersinergi dengan Muhammadiyah dan Aisyiyah antara lain sekolah perempuan, sekolah orang tua hebat dan sekolah lansia tangguh dengan inti kegiatan pemberdayaan masyarakat.
”Di Nganjuk itu tidak ada istilah tua, tapi usia tergantung dengan persepsi kita. Persepsi untuk tidak nglokro walaupun usia sudah lanjut,” Bupati Marhaen.
Dia menyampaikan terima kasih kepada Aisyiyah karena selama ini Aisyiyah Nganjuk sudah terlibat dalam program prioritas nasional yaitu penanganan stunting dan TBC.
”Kemiskinan di Nganjuk turun dari 11 menjadi 10 persen berkat kerja keroyokan bersama semua elemen,” ujarnya. ”Sekarang Aisyiyah bisa terlibat penurunan pernikahan anak, karena angka pernikahan anak di Nganjuk meningkat di masa pandemi.”
Harapan bupati kepada Pimpinan Daerah Muhammadiyah Nganjuk adalah menguatkan keimanan dan ketakwaan masyarakat karena angka bunuh diri tinggi dan radikalisme meningkat.
Sementara Wakil Ketua PWM M. Solichin pada awal mengucapkan kalimat pengukuhan tampak tersendat. Nada suaranya bergetar dan akhirnya menangis.
Melihat kondisi itu Dokter David, Dokter Kasbunalloh, Dokter Burhan dari tim medis segera siaga di belakang panggung bersama ambulans Lazismu. Ternyata bukan karena kondisi kesehatan Sholihin yang sakit, tapi karena terpengaruh tausiyah iftitah Drs Arifin MM, mantan ketua PDM periode 2015-2022 yang mengundurkan diri sebelum masa jabatan habis.
Sholihin terlalu meresapi ketika Arifin menyampaikan bahwa harta, jabatan, istri dan anak itu adalah amanah nanti akan dimintai pertanggungjawaban.
Waktu pidato Arifin menyampaikan, PDM periode 2022-2027 berisi 70 persen anak muda sehingga membuat tugas Ketua Juwari menjadi lebih ringan di tengah tantangan dakwah yang lebih berat.
Namun dia mengingatkan dua sifat manusia suka abai ketika mengemban amanah. Penyebabnya zhalim dan jahil. ”Zhalim karena manusia cenderung melakukan penindasan, terhadap manusia yang lain,” ujarnya.
Lalu jahil artinya bodoh. Manusia yang mendapat amanah tidak berpikir bahwa ketika berkianat itu ada dosa, siksa, dan balasan.
Tausiyah itu yang membuat Wakil Ketua PWM M. Solichin serasa sesak, terbata-bata, dan menangis.
Penulis Novita Rulli R, Panggih Riyadi Editor Sugeng Purwanto