Peran Kultural Tokoh Persyarikatan
Kebesaran Muhammadiyah dan Aisyiyah, lanjut dia, harus ditulis. Agar organisasi terbesar sedunia ini tidak hanya terdongengkan. “Kita juga berpacu dengan waktu, karena para tokoh Muhammadiyah-Aisyiyah banyak yang sudah wafat,” katanya.
Darul kemudian menjelaskan apa yang bisa ditulis dalam sejarah lokal di cabang masing-masing. Mulai dari perkembangan organisasi hingga biografi tokoh. Dia berpesan, untuk tokoh persyarikatan bukan hanya yang ada di jajaran struktural, namun juga untuk tokoh yang punya peran secara kultural.
Di hadapan perwakilan dari 18 cabang Aisyiyah se-Kabupaten Sidoarjo, dia menekankan, dalam penulisan sejarah harus menyajikan data dan informasi selengkap-lengkapnya. “Tulisan yang bagus harus didukung dengan fakta sejarah. Ada narasumber yang jelas dengan didukung data yang akurat beserta keterangan waktu,” ulasnya.
Wakil Sekretaris Bidang Infokom Pimpinan Daerah Pemuda Muhammadiyah (PDPM) Sidoarjo itu melanjutkan, kiprah Aisyiyah harus dituliskan dan semua kegiatan didokumentasikan. “Tokoh Aisyiyah diangkat menjadi bahan literasi para anggota, sehingga rekam jejak bisa dinikmati anak cucu nantinya,” terangnya.
Dalam kegiatan tersebut, Darul juga mereview beberapa tulisan Pimpinan Cabang Aisyiyah (PCA) yang sudah selesai, dari PCA Sepanjang hingga Krian. Tak lupa dia mengomentari apa yang perlu dilengkapi dari draft naskah yang sudah disetorkan. (*)
Co-Editor Darul Setiawan. Editor Mohammad Nurfatoni.