PWMU.CO – Penyempitan Makna dan Kultur Instan dalam Gerakan Hijrah disampaikan Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah Dra Hj Siti Syamsiyatun MA PhD dalam pengajian rutin bulanan PP Muhammadiyah membahas ‘Rejuvenasi Berhijrah untuk Masyarakat Berkeadaban’.
Wanita yang sehari-harinya menjadi Dosen Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga ini menjelaskan maksud temanya. “Jadi meremajakan atau menyegarkan kembali semangat hijrah karena kita dalam beberapa hari akan memasuki tahun baru Hijriah 1445,” ungkap Siti Syamsiyatun, Jumat (14/7/2023) malam.
Mengapa perlu meremajakan kembali? Syamsiyatun menerangkan, di akhir tahun ini marak gerakan hijrah dari berbagai kalangan yang perlu mendapat sambutan baik. “Muhammadiyah beserta seluruh ortomnya mesti bersikap proaktif, positif, terhadap gerakan-gerakan ini,” imbaunya.
Di sisi lain, dia juga melihat ada indikasi penyempitan makna hijrah itu sendiri. Misalnya, Syamsiyatun pernah menemui orang yang berkomentar, “Itu seragam Aisyiyah kok tidak syar’i!”
Mendengar komentar ini, Syamsiyatun balik bertanya maksud syar’i menurut pandangan orang tersebut. “Yang syar’i itu yang gelap, panjang,” jawabnya.
Dari sini Syamsiyatun menyimpulkan, maksud komentar itu ialah berhijrah dengan mengubah penampilan. “Pemaknaan syar’i menjadi ada penyempitan,” ungkapnya di hadapan jamaah online dari berbagai penjuru Indonesia yang hadir melalui Zoom maupun kanal Youtube tvMu.
Selain itu, Syamsiyatun juga menemui ada kultur instan saat berhijrah. “Ada orang-orang ingin belajar agama, kemudian belajar dari YouTube dalam waktu 1-2 kali pertemuan, kemudian dia sudah merasa inilah yang paling benar. Kemudian dia menyalahkan teman-temannya, saudaranya, yang mempraktikkan berbeda,” jelas ibu yang pernah bergiat di Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah itu.
Dampaknya, muncul low level of thinking. Yakni polarisasi berdasarkan pertimbangan yang tidak matang, instan, dan tidak suka berpikir kompleks. “Ini aku, ini bukan aku,” contohnya.
Hal ini menimbulkan kecenderungan pemikiran tertutup dan enggan membaca fenomena yang lebih kompleks. Syamsiyatun mencontohkan, “Saya pokoknya dengan ustad ini saja, ndak mau dengan yang lain. Pokoknya menurut saya pakaian yang syar’i yang begini saja lainnya tidak, misalnya.”
Baca sambungan di halaman 2: Meremajakan Spirit Hijrah