Tangkal Penyempitan Makna Hijrah
Dari ketiga ayat ini Syamsiyatun menyimpulkan, hijrah itu memiliki nilai mulia karena meningkatkan ketakwaan pada Allah SWT. “Tapi tadi ketika kita menengok ada fenomena pendangkalan dan penyempitan makna hijrah, perlu kita perhatikan bagaimana menangkal itu!” tegasnya.
Untuk menjawabnya, Syamsiyatun mengajak jamaah mengingat pesan al-Alaq yaitu bacalah dengan nama Tuhanmu. “Pada saat ayat ini turun, Quran belum ada. Jadi yang dibaca adalah keseluruhan fenomena baik itu fenomena alam, sosial, maupun diri kita. Kita mulai membacanya dengan atas nama Tuhan,” tuturnya.
Dengan atas nama Tuhan itulah, lanjutnya, Allah akan membersamai dalam proses membaca. “Tidak sekadar membaca tulisan. Termasuk dalam berhijrah, kita perlu pembacaan lebih mendalam mengapa, untuk apa, bagaimana kita berhijrah, dan apa manfaatnya kepada masyarakat ketika melakukan hijrah,” paparnya.
Terakhir, Syamsiyatun membahas hubungan antara hijrah dengan ayat tentang amal shalih laki-laki dan perempuan. “Perubahan masyarakat suatu keniscayaan. Dalam al-Quran, perubahan menuju perbuatan yang shalih,” ungkapnya.
Dia lanjut menerangkan, amal shalih merupakan perbuatan, pikiran, maupun tingkah laku, yang membawa kebaikan. “Jadi ketika berhijrah, hijrah itu harus berdampak baik pada diri kita, dengan cara yang baik, dan membaikkan masyarakat kita,” tuturnya.
Syamsiyatun menyadari tantangan berhijrah tak sedikit, seperti membaca ayat dalam bahasa Arab dengan struktur bahasa yang berbeda. “Maka perlu ilmu yang luas untuk dapat menafsirkannya. Terbitnya buku-buku tafsir yang sudah ribuan itu menunjukkan betapa misteri al-Quran masih menjadi tantangan bagi seluruh umat manusia sampai kapanpun,” imbuhnya.
Akumulasi ilmu pengetahuan dan pengalaman di abad 21 inilah yang menurutnya harus menjadi bagian penting dalam memikirkan makna hijrah dan dampaknya. Jadi dia menekankan, manusia yang dapat bertahan dan melanjutkan kehidupan di dunia ini adalah masyarakat yang dapat beradaptasi terhadap lingkungan dan tuntutan baru.
“Agama Islam menjadi universal dan menjadi relevan bagi kehidupan manusia kalau dapat menjawab kebutuhan, tantangan masyarakat dan zaman yang terus berubah!” tutupnya. Dia berharap pemaparannya bisa menjadi pemantik pada kajian malam itu. (*)
Liputan Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni