PWMU.CO – Langgar Gipo, lokasinya berada di antara deretan pergudangan lama di Jl. Kalimas Udik I No. 51 Ampel Surabaya. Mushala ini tampak biasa-biasa saja seperti rumah dan gudang kuno di kawasan itu.
Namun di masa lalu Langgar Gipo menyimpan sejarah dakwah Islam di kota Surabaya. Di tempat itu KH Hasan Gipo yang kemudian menjadi Ketua Tanfidziyah PBNU pertama dan KH Mas Mansur yang kemudian menjadi Ketua PP Muhammadiyah pernah beraktivitas.
Langgar ini juga pernah dikunjungi tokoh-tokoh pergerakan seperti HOS Tjokroaminoto, Sukarno muda, bahkan juga boleh jadi KH Ahmad Dahlan pernah dibawa ke sini ketika berkunjung ke rumah KH Mas Mansur di Kalimas Udik IC.
Andi Hariyadi, Ketua Majelis Pustaka Informatika dan Digitalisasi PDM Surabaya, bersama timnya bersilaturahmi ke langgar ini, Kamis (13/7/2023) usai Ashar.
Mereka disambut Ketua Takmir Mochammad Yunus, keluarga Sagopuddin, dr Azis, dan Faisal, cucu KH Mas Mansur.
Moch. Yunus menceritakan, langgar ini dibangun oleh Haji Abdul Latif Tsaqifuddin, saudagar dan dai. Di kayu mushala terukir angka tahun 1629 dan 1830.
Tidak ada keterangan apa-apa yang menyertai angka itu sehingga bisa ditafsirkan langgar ini mulai dibangun tahun 1629 M kemudian direnovasi 1830 M.
Nama Gipo berasal dari perubahan ucapan Tsaqifuddin menjadi Sagipoddin. Nama keluarga anak keturuan Haji Abdul Latif Tsaqifuddin pun sekarang dikenal sebagai Keluarga Sagipoddin.
”KH Hasan Gipo berasal dari keluarga ini. Dipilih menjadi Ketua Tanfidziyah Hoofdbestuur Nahdlatul Ulama pertama ketika didirikan tahun 1926,” kata M. Yunus yang merupakan keturunan ketujuh Sagipoddin.
KH Mas Mansur yang menjadi Ketua Muhammadiyah pada tahun 1937 juga keturunan Sagipoddin. Berasal dari ibunya, Raudlah, adalah cucu Haji Abdul Latif Tsaqifuddin.
Raudlah menikah dengan KH Mas Achmad Marzuki, imam Masjid Ampel berasal dari keluarga Astana Tinggi Sumenep dan mondok di Sidoresmo atau Nderesmo Surabaya.
”Dua tokoh KH Hasan Gipo dan KH Mas Mansur dimakamkan di tempat sama di halaman timur Masjid Ampel,” ujarnya.
Bung Karno pada tahun 1953 pernah ziarah ke dua makam itu ketika meresmikan Tugu Pahlawan selain napak tilas ke Toko Buku Peneleh dan rumah Tjokroaminoto.
Telantar
Langgar Gipo arsitekturnya mirip dengan bangunan Madrasah Mufidah milik keluarga KH Mas Mansur di Kalimas Udik IC. Juga mirip dengan Masjid Sholeh di Kaliasin VIII, masjid pertama Muhammadiyah Surabaya.
Dari luar tidak tampak seperti masjid karena tanpa kubah. Atapnya model pelana dan limas. Pintu dan jendela tanpa ornamen. Lantai dua dari papan kayu. Baru paham itu masjid kalau masuk ke dalamnya ada mihrab.
Memasuki tahun 1980-an Langgar Gipo telantar. Bangunannya rusak. Atapnya bocor. Lantai kayu di tingkat dua keropos. Sejak itu tak lagi dipakai tempat shalat tapi tempat tidur orang-orang pendatang.
Tahun 2020 keluarga Sagipoddin mulai memperbaiki karena bangunan ini bersejarah dan fungsi mushala dikembalikan. Kemudian mengajukan ke Pemerintah Kota Surabaya sebagai bangunan cagar budaya. Tahun 2021 hingga 2022 Pemkot Surabaya merenovasi bangunan ini. Kemudian menempelkan prasasti Bangunan Cagar Budaya.
Menurut Moch. Yunus, Langgar Gipo di masa lalu juga pernah menjadi tempat transit jamaah haji ketika menunggu kapal di Pelabuhan Perak.
Langgar ini juga punya bungker. Ukurannya 1,5 x 1 meter. Lokasinya dekat tempat wudhu di belakang. Belum diketahui fungsi bungker ini dulu untuk apa.
Penulis Andi Hariyadi Editor Sugeng Purwanto