Gerakan Pembaruan
Dalam sehari-hari, pembaharuan itu istilahnya inovasi. “Kalau tidak terpapar sesuatu yang baru berarti primitif. Sekarang mestinya kita menjadi generasi yang malu kalau tidak melakukan inovasi!” ucapnya.
Kemudian belajar dari pesan yang pernah disampaikan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti MEd, Norma mengajak kader Nasyiah ikut memberi kemudahan orang untuk berkontribusi memajukan agama ini. Misal dengan menyediakan Qris sehingga orang bisa menentukan sendiri nominal sedekahnya.
“Jangan beri ruang orang merasa beragama itu sesuatu yang old fashion yang bagi mereka agama itu jadi identitas sesaat!” imbaunya.
Merujuk buku Prof Haedar berjudul Muhammadiyah Gerakan Pembaruan, tajdid bermakna pembaruan. “Yang dibaharukan dari cara kita beragama menyangkut tiga aspek yang ada di dalam tubuh manusia. Dari pemikiran, perasaan, dan perilaku harus terbaharukan!” tuturnya.
Agama atau wahyu selaku bersifat pasif, tapi ilmu pengetahuan agama sifatnya relatif. Agama sering dikatakan sempurna dan sudah komprehensif, berbeda dengan ilmu pengetahuan yang bebas dan sering kontradiktif. “Jadi kalau orang berdebat, itu memperdebatkan agama atau memperdebatkan ilmu pengetahuan tentang agama?” tanya Norma retorik.
“Ini sejalan dengan pandangan Islam Berkemajuan yang menjelaskan pemahaman Islam sebagai agama harus bisa dibedakan dengan pemikiran atau penafsiran Islam. Sebagai agama merupakan sistem kepercayaan yang paten sedangkan penafsiran Islam cenderung terkoneksi dengan ilmu pengetahuan yang bersifat dinamis,” terangnya.
Dia mencontohkan, dulu belum ada teknologi agar seseorang memiliki keturunan. Sekarang teknologi itu sudah ada. Tapi teknologi itu tak lepas dari pandangan agama. Bahwa adanya manusia di dunia ini karena ada laki-laki dan perempuan yang terikat pernikahan dan mereka ini akan menjalankan ikatan bukan semata kontraktual, tapi ini juga ikatan vertikal terhadap Allah SWT. Maka apapun teknologi untuk mendapat anak, mereka bisa menggunakannya sepanjang terikat pernikahan.
“Tapi tidak bisa dibenarkan akan mencetak manusia hanya berbasis teknologi. Karena harus dipastikan itu terjadi karena ada laki-laki dan perempuan. Cetakan manusia juga tidak sesederhana yang akan kita desain. Harus tetap memenuhi fase alamiahnya, mewarisi sifat-sifat ayah dan ibunya,” sambungnya. (*)
Penulis Sayyidah Nuriyah Editor Mohammad Nurfatoni