Tantangan Dakwah Digital
Dadang menyebut dakwah digital Muhammadiyah masih belum optimal dikerjakan. Hal ini kata dia dapat diukur dari kurangnya pengenalan publik, terutama kelompok usia muda (milenial) terhadap isu-isu Muktamar hingga tema-tema khusus Muhammadiyah seperti Islam Berkemajuan.
Dibanding dengan gagasan keagamaan dari kelompok Islam lainnya, gaung dakwah digital Muhammadiyah masih dianggap kecil. Padahal, dakwah digital merupakan amanat Muktamar ke-47 tahun 2015 di Makassar.
“Terus terang saja masa depan kita itu bukan fisik, tapi digital. MPI ini adalah salah satu UPP (Unsur Pembantu Pimpinan) yang (tugasnya) mengantarkan ke gerbang modernisasi Muhammadiyah ke depan. Kalau kitanya tidak maksimal, ya usahanya seperti sekarang. Padahal kita ingin Islam Berkemajuan menjadi sesuatu yang semacam common issue (isu bersama) di masyarakat,” jelasnya.
MPI diminta Dadang untuk mengakselerasi dakwah digital agar tema-tema dakwah Persyarikatan dikenal publik, apalagi yang berkaitan dengan dakwah komunitas. Dadang berpesan agar MPI menghasilkan program kerja ke depan yang lebih progresif.
“Harus responsif pada perubahan-perubahan yang terjadi. Kalau dulu perubahan itu 100 tahun sekali, sekarang bisa 10 tahun sekali atau bahkan 5 tahun sekali. Berubah terus. Jadi kalau kita mabni ‘ala sukun (pasif), tidak pernah merespon perubahan-perubahan itu, kita akan seperti merk-merek hebat yang gulung tikar karena tidak mau berubah. Dan Muhammadiyah pun yang di tangan MPI kuncinya, kalau tidak mau berubah ya kita tidak bisa bermain di abad kedua Muhammadiyah,” pesannya.
Dadang meminta MPI memiliki strategi yang lebih unggul dalam mempromosikan gagasan Persyarikatan Muhammadiyah. Kader-kader Muhammadiyah juga diminta percaya diri membawa isu Muhammadiyah di ranah publik.
“Publikasi kita masih sangat terbatas. Terus terang saja, kita ini low profil, bukan lagi tawadhu. Padahal kalau perlu kita ini selain isyahadu bianna muslimin, kita juga isyahdu bianna Muhammadiyin,” tuturnya.
Penulis Deni Mulia Editor Sugeng Purwanto