Sekadar Formalitas
Akan tetapi, partisipasi perempuan dalam politik masih jauh dari angka minimal 30 persen. Hal ini diperparah dengan minimnya pelibatan perempuan dalam penyelenggara pemilu. Proses seleksi penyelenggara pemilu 2022-2027, masing-masing hanya menghasilkan satu orang keterwakilan perempuan di KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
DPR nyatanya kurang bisa dirasakan komitmennya untuk menginternalisasikan amanat Pasal 10 ayat 7 dan Pasal 92 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang mengatur bahwa komposisi keanggotaan KPU dan Bawaslu memperhatikan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.
Rendahnya keterwakilan perempuan di tingkat pusat, memiliki konsekuensi logis minimnya jumlah perempuan di lembaga KPU dan Bawaslu provinsi serta kabupaten/kota. Penyelenggara pemilu tingkat pusat perlu punya political will dan keseriusan yang kuat untuk memastikan keterlibatan perempuan yang masif di penyelenggara pemilu tingkat daerah. Sebab hal ini menjadi pintu pembuka menciptakan pemilu yang berkeadilan jender.
Dengan berbagai pengalaman yang dimiliki, memahami kebutuhan perempuan, serta perspektif terbuka menjadi sangat strategis untuk mengawal pemilu berintegritas.
Refleksi Aisyiyah
‘Keseriusan’ Aisyiyah untuk masuk ke ranah politik praktis, harusnya dimulai sejak dari sisi hulu, yaitu mendorong kader-kader terbaiknya untuk menjadi komisioner penyelenggara pemilu yang dengannya bisa memproduksi pemilu yang bermartabat dan beretika. Keseriusan ini tidak hanya dengan memproduksi program-program di bidang LPPA.
Seperti kita ketahui, Aisyiyah mempunyai beberapa program nasional di bidang pendidikan politik. Tujuan dari program ini adalah terbangunnya kesadaran dan perilaku warga negara yang aktif, khususnya perempuan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Program nasional itu di antaranya adalah:
- Kampanye budaya politik yang santun, beretika, dan antikorupsi.
- Meningkatkan partisipasi politik warga negara, khususnya perempuan.
- Meningkatkan kapasitas kader perempuan.
- Mengembangkan dan menguatkan kepemimpinan perempuan, serta menjawab tantangan bagi keterlibatan politik perempuan.
Pada tataran praktis, ada beberapa tantangan yang dihadapi oleh penyelenggara Pemilu:
- Dapat memproduksi Pemilu yang beradab, bukan politik pragmatis, bukan politik uang yang sangat memprihatinkan, jauh dari oligarki politik, orientasi pada kekuasaan yang sangat kuat sehingga segala cara ditempuh untuk mendapatkan kekuasaan tersebut.
- Menjadi penjaga gawang dari proses pemilu yang baik, berkeadaban, berkemajuan, sehingga menjadi pemilu yang bermakna, subtantif, berkemajuan, berkeadilan utamanya bagi perempuan dan masyarakat yang terpinggirkan
Strategi Aisyiyah
Dengan kesadaran seperti ini, memang sudah seharusnya kader-kader Aisyiyah dapat mengisi pos-pos penting di sisi hulu penyelenggaraan Pemilu, agar dapat memberikan warna dan aura berkeadilan jender, berkemajuan, dan mencerahkan. Dan ini haruslah diperjuangkan lebih serius, tertata dan di endorse langsung oleh pimpinan pusat, pimpinan wilayah, dan pimpinan Aisyiyah. Turut terjun secara aktif dan secara bersamaan berkomunikasi aktif dengan sesama organisasi perempuan untuk keterwakilan 30 persen perempuan sejak di sisi hulu penyelenggaraan pemilu.
Pada sisi yang lain, Aisyiyah secara aktif dan serius senantiasa memberikan masukan baik dalam bidang pendidikan, ekonomi, politik, sosial, hukum dan HAM. Karena ini merupakan bentuk pengkhidmatan Aisyiyah kepada bangsa Indonesia yang besar ini.
Pengkhidmatan ini senantiasa dilakukan secara serius dan berkesinambungan oleh Aisyiyah, karena jika demokrasi carut marut maka akan memperparah kehidupan kebangsaan Indonesia yang kita cintai bersama.
Berkhidmat pada pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, dan budaya umat, telah menjadi DNA Aisyiyah selama satu abad lebih. Sudah saatnya kader-kader Aisyiyah men-challenge diri sendiri untuk berkiprah secara aktif di lapangan sosial politik kebangsaan dengan endorse langsung dari PP, PW dan PD sejak dari hulu hingga hilir penyelenggaraan pemilu.
Pada titik ini, secara otomatis, kualitas kader yang mumpuni menjadi standar paling minimal dari pengkhidmatan ini. Sehingga mau tidak mau, kaderisasi dan disiplin dalam menjaga marwah Persyarikatan harus terus dilakukan oleh setiap kader di tingkatan manapun.
Selamat tahun baru 1445, selamat berusia 110 tahun Aisyiyah. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni