PWMU.CO – Eksotisme budaya Indonesia timur belum semua terekspos dengan baik. Bahkan, kurang mendapat perhatian penuh. Untuk itu, Lembaga Kebudayaan Universitas Muhammadiyah Malang (LK UMM) menampilkan eksotisme budaya dari Indonesia timur di atas panggung Malam Ekspresi Seni dan Budaya (Maksidaya), di Helipad UMM, Sabtu (19/5).
Tari Soya-soya Sisi dipentaskan mahasiswa dari organisasi daerah (orda) Ternate Maluku Utara. Tari yang menceritakan tentang perang di Ternate pada zaman penjajahan ini dibawakan oleh 6 mahasiswa. Tak hanya tarian, Orda Ternate Maluku Utara juga menyuguhkan kuliner khas Ternate, yaitu kue pelita.
(Baca: Wajah Indonesia Tahun 2030-2050 Menurut Menkoinfo Rudiantara dan Pesan Watimpres untuk 1.255 Wisudawan UMM dalam Menjaga NKRI)
”Kue pelita terbuat dari terigu, santan, dan gula merah dan dicetak di atas daun pisang berbentuk mangkuk kecil ini hadir sejak zaman lampu (pelita) belum masuk di Ternate,” terang Fistiqlal, mahasiswa asal Ternate yang tengah magang di FPP UMM.
Selain Orda Ternate, ada juga Orda Mataram yang menampilkan tarian Gandrung, perkusi, dan aksi presean. Mereka juga menyuguhkan kuliner dan benda-benda khas Lombok seperti nasi puyung, tas tenun, serta kain songket. Sementara Orda Ikatan Mahasiswa/Pelajar Indonesia Sulawesi Selatan (Ikami Sulsel) membawakan tarian Mapapenda dan menyediakan es pisang ijo sebagai kuliner khas Sulses. Orda lain yakni dari Sumbawa yang membawakan tarian Samalewa.
Asisten rektor bidang akademik, Dr Budi Suprapto MSi menyatakan, Maksidaya yang merupakan program rutin Lembaga Kebudayaan (LK) UMM sangat bagus bila terus dikembangkan. Pasalnya, LK menjadi salah satu lembaga di UMM yang paling produktif. Karena itu, ke depan Budi berharap LK mulai menginventarisasi nilai budaya, minimal yang berkembang di Malang Raya. Contohnya, bahasa walikan.
(Baca juga: UMM, Universitasnya Menteri-Menteri dan Inilah Persamaan antara Pesawat Terbang dengan Panti Asuhan Muhammadiyah)
”Sepengetahuan saya, belum ada yang mengkaji bahasa khas Malang ini secara ilmiah, baik dimensi historis maupun sosial budaya. Kalau LK bisa mengkaji tentang bahasa walikan ini, akan memberi konstribusi menyejarah bagi masyarakat Malang,” terang.
Gelaran Maksidaya kali ini bekerja sama dengan kelompok praktikum Public Relation “Palace” prodi Ilmu Komunikasi UMM. Rijal Choirudin, ketua pelaksana sekaligus anggota kelompok praktikum menyatakan tiap-tiap Orda akan mendapatkan kompensasi berupa plakat. Hal ini merupakan apresiasi dari panitia akan generasi muda yang masih peduli dengan budaya daerah. ”Budaya itu identitas suatu bangsa. Percuma mengaku mahasiswa sebagai agen perubahan kalau tidak menciptakan aksi untuk perubahan bagi bangsanya sendiri,” tegas mahasiswa semester 6 itu.
Selain penampilan Orda, UKM Fotografi Focus UMM juga memamerkan hasil jepretan anggotanya tentang makanan tradisional. (ich/aan)