Wahai para Pembenci, Hijrah dan Lakukanlah Perubahan! Oleh M. Anwar Djaelani, penulis buku Jejak Kisah Pengukir Sejarah dan sembilan judul lainnya
PWMU.CO – Dengki, sikap pengundang dosa, mula-mula dibuat di langit. Itulah, dengki iblis kepada Adam AS. Kemudian, dengki juga dosa yang awal-awal dilakukan manusia di bumi. Lihatlah, dosa Qabil kala membunuh Habil saudaranya sendiri lantaran dengki atas “nasib”-nya yang dirasa lebih baik.
Dengki termasuk dosa yang paling tua. Berhati-hatilah, siapapun bisa melakukannya. Waspadalah untuk tak terjangkit sikap benci, turunan langsung dari dengki.
Catatan Tak Terlupakan
Perhatikanlah, misalnya, bagaimana di awal-awal Islam datang menyapa kaum Quraisy di Makkah. Kala itu, Umar bin Khatab adalah salah satu pembenci. Dia orang kuat (dalam arti sebenarnya) di Mekkah. Fisiknya yang kuat membuat gentar siapapun “yang bermasalah” dengannya. Dia tidak takut kepada siapapun.
Kala itu Umar bin Khatab memusuhi Islam. Iya, Umar, yang bila dia berbicara jelas suaranya dan jika berjalan cepat langkahnya. Umar yang bila memukul menimbulkan rasa sakit yang pedih. Kekerasan hatinya, sempat membuat pesimis sebagian kaum Muslimin, bahwa Umar akan masuk Islam (Khalid, 1985: 106-107).
Umar bin Khatab termasuk yang berdiri paling depan dalam memusuhi Islam. Dia dengki kepada Rasulullah SAW. Dia benci kepada Muhammad SAW karena dinilainya sebagai perusak tatanan.
Bagi si pembenci, Umar bin Khatab, Muhammad SAW adalah si pemecah-belah. Baginya, Muhammad SAW telah menghina berhala-berhala sesembahan kaumnya.
Di puncak kebenciannya, Umar bin Khattab bergegas menuju Darul Arqam tempat Nabi Muhammad SAW sedang bersama orang-orang yang awal memeluk Islam. Dari ekspresi dan sikap-sikap permusuhan sebelumnya, tahulah orang-orang maksud tak baik dari Umar bin Khatab.
Jalan Iman
Di tengah jalan, Umar bin Khattab bertemu Nu’aim bin Abdulllah. Setelah tahu maksud Umar bin Khattab akan ke mana, Nu’aim lalu menyampaikan kabar, bahwa adik dia-yaitu Fatimah-sudah masuk Islam. Sang adik telah menjadi pengikut Muhammad SAW.
Mendengar penuturan tersebut, bertambah marah Umar bin Khatab. Lalu, arah perjalanan dia ubah. Kini, dia menuju ke rumah adiknya.
Sesampainya, didapatilah sang adik dan suaminya sedang membaca al-Qur’an. Tak ayal, kemarahan Umar bin Khattab meledak dan sempat melakukan kekerasan fisik kepada kedua suami-istri itu.
Singkat kisah, Umar bin Khattab berhasil mendapat lembar ayat al-Qur’an yang dibaca si adik yang semula sudah diusahakan untuk disembunyikan. Lalu, dibacalah oleh Umar bin Khatab. Isinya, Thaha 1-8: “Thaha. Kami tidak menurunkan al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah; tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah). Yaitu diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. (Yaitu) Tuhan Yang Maha Pemurah. Yang bersemayam di atas ‘Arsy. Kepunyaan-Nya-lah semua yang ada di langit, semua yang di bumi, semua yang di antara keduanya dan semua yang di bawah tanah. Dan jika kamu mengeraskan ucapanmu, maka sesungguhnya Dia mengetahui rahasia dan yang lebih tersembunyi. Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia. Dia mempunyai al-asmaaul husna (nama-nama yang baik)”.
Kemudian, dilanjutkan dengan Thaha 14-16: “Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku. Sesungguhnya hari kiamat itu akan datang, Aku merahasiakan (waktunya) agar supaya tiap-tiap diri itu dibalas dengan apa yang ia usahakan. Maka sekali-kali janganlah kamu dipalingkan darinya oleh orang yang tidak beriman kepadanya dan oleh orang yang mengikuti hawa nafsunya, yang menyebabkan kamu jadi binasa.”
Setelah membaca ayat tersebut, Umar bin Khattab gemetar. Jiwa dia terpanggil, berpikir bahwa yang dibacanya tadi luar biasa. Belum pernah dia membaca ajaran yang semacam itu. Maka, simpul dia, sungguh tidak patut orang yang membawa ajaran sebaik itu dimusuhi.
Bagi Umar bin Khattab, apa yang telah dibacanya adalah sesuatu yang benar. Tergetar hati dia. Tersentuh jiwa dia. Hidayah datang, iman menyelusup ke dirinya.
Baca sambungan di halaman 2: Langkah Hijrah