Benarkah Ada Larangan Membaca Surat Al-Lahab dalam Shalat? Format Baru Fatwa-Fatwa Tarjih: Tanya Jawab Agama oleh Dr Zainuddin MZ Lc MA; Ketua Lajnah Majelis Tarjih dan Tajdid PWM Jatim dan Direktur Turats Nabawi, Pusat Studi Hadits.
PWMU.CO – Tanya: Apa dasar hukumnya dilarang membaca surat al-Lahab sewaktu shalat?
Jawab: Sepanjang penelitian kami, memang surat al-Lahab itu tidak termasuk surat-surat yang biasa dibaca oleh Nabi SAW pada waktu shalat. Namun demikian tidak berarti bahwa hal itu dilarang untuk dibaca pada sewaktu shalat, sebab kalau dilarang seharusnya ada dalil tersendiri. Selama ini kami tidak atau belum menemukan dalil yang melarangnya.
Kalau memang ada yang mengetahuinya, tolong kami diberi tahu. Agar dimaklumi bahwa semua ayat al-Qur’an adalah wahyu Allah, sebagai pegangan dan petunjuk bagi orang yang beriman. Tidak ada perbedaan antara surat yang satu dengan surat yang lain dalam hal kebolehan membacanya sewaktu shalat. Allah pun membolehkan untuk membaca ayat atau surat yang kita bisa membacanya.
Firman-Nya:
فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنَ الْقُرْآنِ
Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an (al-Muzamil: 20).
Berdasarkan Pemikiran
Seyogianya seseorang yang mengeraskan bacaannya sewaktu shalat agar mencari ayat atau surat yang sesuai dengan kondisi waktu itu. Misalnya di malam Jumat, biasanya Rasulullah SAW membaca surat al-Jumuah, sehingga menjadi petanda bahwa besok adalah hari Jumat.
Sebagian dari para sufi biasanya melarang untuk membaca surat al-Lahab, karena menurut mereka akan menyakiti hati Nabi dan itu termasuk mengolok-olok keluarga Nabi, karena Abu Lahab adalah paman Nabi SAW.
Dasar hukumnya hanyalah pemikiran belaka, dan konon seorang sufi ketika membaca surat al-Lahab, lalu ia bermimpi Nabi dan beliau menasihati agar tidak membacanya, karena membaca surat tersebut sama halnya ia mengolok-olok keluarga Nabi.
Cara berpikir seperti ini membuat banyak ayat atau surat yang tidak boleh dibaca, karena akan berdampak mengolok-olok keluarga orang yang saleh.
Surat Abasa juga tidak boleh dibaca, karena akan mengingatkan kesalahan Nabi Muhammad ketika kurang serius dalam menghadapi orang buta yang hendak bertanya tentang agama.
Ayat yang mencela Firaun tidak boleh dibaca, karena akan mengolok-olok istrinya yang bernama Asiyah, padahal ia tergolong wanita saleh yang dijamin masuk surga sebagaimana yang dikisahkan dalam surat at-Tahrim ayat 11.
Ayat yang menceritakan kematian putra Nabi Nuh yang tergolong mati dalam kekafiran sebagaimana yang diterangkan dalam surat Hud ayat 42-46 tidak boleh dibaca, karena akan mengolok-olok Nabi Nuh. Dan banyak lagi ayat-ayat yang dinilai mengolok-olok keluarga para Nabi lainnya.
Syariat Islam bukan dibangun lantaran pikiran dan mimpi-mimpi, melainkan dibangun atas dasar wahyu al-Qur’an dan sunah Rasulullah SAW, karena jika dibangun atas dasar mimpi, maka akan melahirkan syariat baru pascawafatnya Rasulullah SAW, padahal kesempurnaan agama Islam telah dijamin seiring dengan wafatnya Nabi SAW. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni