Hidupnya Penuh Warna
Siapa Imam Munawwir? Jenjang SD hingga SMA, ditempuhnya di lingkungan Pesantren Miftahul Ulum Jatinom, Blitar. Lalu, dia melanjutkan ke Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta. Di sana, dia aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan.
Di ekstra-kampus, dia aktif di HMI. Di HMI Cabang Yogyakarta, Imam Munawwir pernah menjabat Ketua LDMI (Lembaga Dakwah Mahasiswa Islam), 1968-1969. Di intra-kampus, dia Sekretaris Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (1972-1974).
Di Jakarta, ada pengalaman lain. Imam Munawwir membantu pengembangan perpustakaan Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII),1975-1976.
Berikut ini, sekadar tambahan di antara pengalaman hidupnya yang menarik. Pertama, Imam Munawwir pernah merasakan pahit-manisnya hidup di Jakarta. Kunci sukses hidup di Jakarta, kata Imam Munawwir, bahwa selain punya kemauan yang kuat juga harus percaya diri.
Kedua, sewaktu Imam Munawwir nyantri di Al-Ma’had al-Islami Tuban. Ada masa, dia dikejar-kejar aparat keamanan dengan tuduhan sebagai pendukung gerakan Komando Jihad.
Ketiga, Imam Munawwir punya pengalaman pahit berinteraksi dengan penerbit buku di masa awal-awal. Sebagai penulis pemula, setiap datang ke penerbit, selalu ditolak dengan alasan namanya belum popular. Tapi dia tidak menyerah. Kemauan kuatnya untuk menjadi penulis, mendorong dia terus berusaha. Setelah berhasil, belakangan, justru penerbit yang mendatangi dia.
Keempat, Imam Munawwir dikenal pandai bergaul dengan siapa saja, termasuk dengan orang-orang yang sedang berkonflik. Caranya, dia tunjukkan kesan bahwa dia tidak memihak salah satunya. Misal, ketika dia bertemu salah satu pihak maka hanya membicarakan hal-hal yang sejalan tanpa menyinggung masalah yang tidak bisa bersepakat.
Imam Munawwir istikamah di dunia dakwah, tanpa lelah. Lewat artikel, dia tuangkan ilmu dan gagasannya terkait hal-hal aktual yang terjadi di masyarakat. Harapan dia, apa-apa yang disampaikannya turut menjadi perekat umat.
Terasa, Imam Munawwir yang wafat pada 6 September 2014 tak mudah kita lupakan. Ceramah dan tulisan-tulisannya komunikatif. Alhasil, sebagai pendidik dia patut diteladani. Sebagai pendakwah, dia berhasil. Sebagai penulis dia produktif. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni