Memeluk Islam
Perjalanannya mencari kebenaran iman membawanya mempelajari semua kitab suci agama-agama, termasuk Islam. Ia ‘’bertapa’’ selama lima tahun, dan kemudian muncul lagi dan mengumumkan bahwa ia memeluk Islam. Ia tidak mau disebut sebagai ‘’convert’’ pindah agama. Ia menyebut dirinya kembali kepada Islam. Baginya, siapa pun yang masuk Islam berarti kembali kepada agama yang benar.
Sinead O’Connor yang mempunyai gairah sangat besar dalam menemukan kebenaran membaca dan mempelajari kitab-kitab suci dengan tekun. Ia menemukan kebenaran dalam pengembaraannya, dan akhirnya mengakui kebenaran agama baru yang dianutnya.
Kematian Sinead O’Connor bertepatan dengan gonjang-ganjing politik Eropa karena munculnya aksi pembakaran al-Quran di Swedia dan Denmark. Rasmus Paludan, politisi sayap kanan Swedia melakukan protes berkepanjangan terhadap Islam dengan membakar al-Quran. Bagi Paludan, Islam adalah agama kekerasan yang mengalirkan darah dan memunculkan banyak korban nyawa.
Seorang imigran Swedia asal Irak bernama Salwan Momika melakukan hal yang sama. Saat pelaksanaan Idul Adha di sebuah masjid di Stockholm dia melakukan demonstrasi dengan membakar al-Quran. Undang-undang Swedia tidak melarang pembakaran kitab suci agama apapun. Karena itu Momika tidak bisa ditangkap.
Tetapi, reaksi dunia Islam sangat keras. Protes keras dari berbagai negara dilayangkan kepada pemerintah Swedia. Kantor kedutaan besar Swedia di Irak dan di beberapa negara Islam dikepung oleh pengunjuk rasa muslim. Mereka menuntut Momika diekstradisi untuk dihukum di Irak.
Kebencian akibat salah paham terhadap Islam menjadi fenomena yang luas di Eropa. Islamophobia masih menjadi fenomena yang umum di banyak wilayah Eropa. Tetapi, bersamaan dengan itu, semakin banyak orang-orang Eropa yang tertarik kepada Islam dan menjadi mualaf.
Fenomena Sinead O’Connor menunjukkan bahwa mereka yang mempelajari agama-agama dengan serius pada akhirnya akan menemukan kebenaran. Sebelumnya, penyanyi Cat Steven yang sangat populer pada dekade 1970-an masuk Islam dan mengganti namanya menjadi Yusuf Islam. Generasi senior penggemar musik tentu mengenal Steven melalui lagu hit Moring Has Broken.
Fenomena Sinead O’Connor mirip dengan pengalaman Karen Armstrong, penulis buku-buku perbandingan agama dari Inggris. Armstrong pernah menjadi seorang biarawati, tetapi kemudian melarikan diri dan memutuskan untuk melepas semua agama. Ia kemudian mempelajari semua kitab suci agama dan menjadi penulis yang sangat populer.
Karyanya yang paling populer adalah The History of God’ menelusuri tuhan-tuhan semua agama. Ia mengungkapkan sejarah tuhan yang dicari oleh manusia sepanjang sejarah manusia itu sendiri. Ia menulis mengenai semua agama, tetapi terasa lebih simpatetik kepada Islam, meskipun ia mengaku tetap ateis.
Salah satu karyanya berjudul ‘’The Lost Art of Scriptures’’, Hilangnya Seni Membaca kitab-kitab suci. Amrstrong menelusuri tradisi ratusan tahun agama-agama dalam hal pengamalan dan pembacaan kitab-kitab sucinya. Armstrong menemukan benang merah kesamaan tradisi seni dalam pembacaan kitab-kitab suci itu.
Sinead O’Connor mengikuti tradisi pengembaraan Karen Armstrong, meskipun titik akhirnya tidak sama. O’Connor menemukan kebenaran pada Islam, Armstrong menemukan kebenaran pada semua agama. Kematian Sinead O’Connor terasa tragis, karena beberapa tahun sebelum kematiannya ia menderita tekanan jiwa, terutama karena problem mental yang dialaminya.
Sinead O’Connor adalah seorang martir. Kematiannya mungkin bisa membuka mata para pembenci agama dan kitab suci untuk menghentikan kebenciannya terhadap Islam dan al-Quran. (*)
Editor Mohammad Nurfatoni